“Kasus ini bukan pertama kali nya terjadi, padahal negara sudah memberikan ancaman dan juga hukuman kepada pelaku tawuran. Akan tetapi apakah itu cukup menjadi solusi untuk mengurangi terjadinya tawuran?,”
Oleh : Amellia Putri
SAAT konferensi pers di Mapolda Sumut, pada Senin (10/7/2023), Brigjen Jawari sebagai Wakapolda Sumut mengatakan bahwa Polda Sumut telah menangani kasus tawuran dan perkelahian antar anak-anak.
Sebab terjadinya tawuran dan perkelahian tersebut di picu dengan saling ejek-mengejek di media sosial hinga terjadi saling tantang-menantang antar kelompok. Kemudian, Wakapolda Sumut Brigjen Jawari juga mengatakan tercatat 17 anak di tangkap. Dan 17 anak ini dari dua peristiwa tawuran yang berbeda. Pertama tawuran terjadi pada 7 Juli 2023, sedangkan tawuran kedua terjadi pada 9 Juli 2023.
Tawuran pertama ada 11 orang di amankan sekitar pukul 21.00 WIB di Jalan Pancing, Kelurahan Mabar Hilir, Kecamatan Medan Deli. Tawuran kedua ada 6 orang di amankan sekitar pukul 02.30 WIB di Jalan Alumunium Raya, Kecamatan Medan Deli. Jawari menjelaskan dari 11 orang yang di amankan terdapat tiga orang di antara nya yang di proses hukum. Hal ini di sebabkan karena satu orang mengonsumsi narkoba, sedangkan dua orang lainnya membawa senjata tajam. (detik.com, 10 Juli 2023).
Kasus ini bukan pertama kali nya terjadi, padahal negara sudah memberikan ancaman dan juga hukuman kepada pelaku tawuran. Akan tetapi apakah itu cukup menjadi solusi untuk mengurangi terjadinya tawuran? Maka dari itu, jikalau seseorang merasakan sakit maka yang terlebih dahulu dilakukan adalah mencari tahu apa penyakit nya, kemudian di cari obat untuk menyembuhkan sakit nya.
Sama hal nya dengan tawuran, jika ingin menyelesaikan permasalahan nya maka harus di ketahui terlebih dahulu sebab nya. Faktanya, remaja yang hidup dalam sistem kapitalis sekuler gagal dalam memahami jati diri nya. Mereka mengira bahwa hidup hanya untuk mendapatkan kesenangan atau kebahagiaan sebanyak-banyaknya. Sehingga mereka akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kesenangan di dunia.
Kemudian anak-anak remaja saat ini nyatanya haus akan atensi sehingga penyalurannya dilakukan dengan membuat kelompok atau geng. Dengan adanya kelompok atau geng tersebut akhirnya semakin menambah eksistensi diri mereka di lingkungan masyarakat. Hingga kemudian muncullah rasa bahwa kelompok atau geng merekalah yang paling hebat dari yang lain. Serta mereka tidak ingin diganggu atau direndahkan oleh orang lain.
Sehingga muncul slogan-slogan yang tidak pantas untuk kategori remaja seperti slogan “senggol bacok” untuk membuktikan siapa yang paling jago dan kuat. Sayangnya mereka tidak pernah takut walau pun hal itu akan membahayakan diri nya dan orang lain.
Di tambah lagi dengan kepercayaan masyarakat pada umumnya bahwa kemuliaan laki-laki terletak pada kekuatannya, sehingga masyarakat tidak bisa menghalangi nya bahkan membiarkan hal-hal ini bermunculan. Budaya dan kebiasaan untuk saling mengingatkan dalam hal kebaikan tidak dilakukan.
Sebab mayoritas masyarakat telah terbiasa cuek dan tidak mau ambil pusing mikirin hidup orang lain. Alhasil, tidak ada yang berusaha untuk mendamaikan satu dengan yang lainnya. Inilah bukti masyarakat kapitalis yang membentuk pribadi menjadi individualis dan tidak mampu membentuk generasi yang tumbuh dalam ketakwaan.
Tentu saja, itu semua terjadi karena negara membiarkan masyarakat hidup tanpa pemahaman Islam yang benar, meskipun ada fasilitas pendidikan di negara tetapi sistem pendidikan yang diterapkan basisnya adalah sekuler, porsi pelajaran agama yang di berikan hanya sedikit dan monoton dalam artian hanya membahas aspek spiritual belaka. Selanjutnya peserta didik pun tidak dapat di pastikan apakah mampu dan mau untuk mengamalkannya dalam kehidupan.
Maka dari itu, hal ini semakin meniscayakan pendidikan yang tidak bisa mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Sehingga wajar kalau remaja krisis akan jati diri dan identitas.
Malangnya pun hobi yang dilakukan adalah tawuran. Jadi jelas bahwa budaya tawuran ini terjadi karena pandangan hidup yang salah yaitu kapitalis sekuler yang sudah meracuni individu, masyarakat bahkan negara.
Dengan demikian, solusi untuk menghilangkan budaya tawuran ini adalah dengan mengubah pandangan hidup yang salah menjadi pandangan hidup yang benar seperti yang telah di contohkan oleh Rasulullah yaitu Islam. Sebab Islam bukan hanya sekadar agama namun Islam juga pedoman hidup yang seharusnya diterapkan jika manusia menginginkan kehidupan yang tenteram dan barokah. Islam mempunyai aturan yang sangat lengkap yang mengatur semua aspek kehidupan termasuk bagaimana seharusnya mendidik generasi agar menjadi generasi yang bertakwa dan terhindar dari aktivitas tawuran.
Dalam Islam ada sistem pendidikan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam dan mencetak ulama yang ahli dalam setiap aspek kehidupan baik ilmu keislaman maupun ilmu terapan. Jika sistem ini di terapkan maka tidak akan ada lagi generasi-generasi yang krisis jati diri. Mereka akan mempunyai pemikiran bahwa mereka hidup di dunia hanyalah untuk beribadah kepada Allah Swt., sehingga semua aktivitasnya akan terikat pada hukum syara’. Sebagiamana Allah berfirman dalam surah Az-zari’at 56:
“Dan tidak kuciptakan jin dan manusia melainkan agar mengbadi kepada-Ku”
Selain itu, Islam juga mempunyai sistem sanksi yang efektif memberantas permasalahan. Bagi setiap orang yang telah balig wajib mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Allah.
Jika terbukti melakukan tindakan kriminal, ia wajib dihukum sesuai jenis pelanggarannya. Dalam hal melukai dan membunuh orang, tentu akan ada sanksi kisas. Dengan begitu jika semua aturan Islam di terapkan dalam bingkai Khilafah, permasalahan tawuran akan mampu terselesaikan secara menyeluruh pada remaja. Wallahu’alam bisshawwab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah