“Disini kita bicara bukan saling menyalahkan, tapi perlunya transparansi dana otsus dan dana-dana lainnya seperti dana pembangungan infrastuktur dengan rincian-rincian yang jelas,”
Lapan6Online | JAKARTA : Bicara Papua tentunya bicara Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal itu dikatakan Freddy Numberi dalam session Webinar yang digelar Forum Wartawan Jakarta (FWJ) Indonesia yang mengambil tema ‘Kontroversi UU Otsus, dan solusinya’ pada hari Selasa siang (09/03/2021) di Jakarta.
Persoalan Papua menurutnya menjadi tanggungjawab bersama, Berbagai kebijakan Pemerintah yang diambilnya bukan terletak pada kesalahan penerapan sistem, akan tetapi percepatan pembangunan di Papua lebih kepada proses dan mekanisme yang lebih terfokus pada inti permasalahan.
“Saya melihat kurangnya pendampingan, pembinaan dan pengawasan kontrol dalam menentukan perdasi dan perdasus, inilah yang saya sesali. “Kata Ferddy.
Mantan Menteri Perhubungan RI ini berpendapat bahwa kedepannya tidak ada lagi kesalahan komunikasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam pengawasan dan pendampingan Otsus tersebut.
“Disini kita bicara bukan saling menyalahkan, tapi perlunya transparansi dana otsus dan dana-dana lainnya seperti dana pembangungan infrastuktur dengan rincian-rincian yang jelas,” tegas Freddy.
Besarnya anggaran yang dialokasikan ke Papua secara keseluruhan cukup besar. Ia menyebut anggaran untuk Provinsi Papua sebesar 17 Triliun dan Provinsi Papua Barat 7 Triliun, maka pemanfaan dalam penggunaan dana yang ada harus betul-betul tersalurkan untuk masyarakat Papua.
“Artinya Pemerintah harus lebih transparansi dalam pengalokasian anggaran Otsus, sehingga ekonomi kerakyatan dapat terserap sesuai aturan. Karena bangsa ini bisa membangun tetapi tidak bisa merawat, untuk itu perlu adanya dukungan secara riil sehingga regulasi-regulasi dalam konteks daerah guna menjalankan aturan kebijakan-kebijakan tertata dengan baik, disinilah peran jurnalis dipertanyakan. “Paparnya.
“Fungsi jurnalis menjadi penting dalam peran memberikan edukasi positif dalam pemberitaan, jika para wartawan turun langsung ke masyarakat papua, tanyakan bagaimana perekonomian masyarakat disana, kita perbaiki bersama tidak serta merta menyalahkan daerah, “ujar Freddy.
Terkait akan adanya pemekaran di Papua, Freddy mengingatkan pentingya mengedepankan budaya, sehingga perekembangan ekonomi kedepan di intergrasikan dalam konteks bagaimana kebudayaan itu berbasis antropologi, dan bukan dengan adanya unsur kepentingan-kepentingan tertentu.
Sejalan dengan kebijakan pemerintah, ia mengulas perlu adanya keterbukaan dalam demokrasi. Sebagai bangsa yang besar, Pemerintah perlu memberikan keterbukaan dalam menerima segala macam masukan yang pahit dan tidak perlu mengkritik, akan tetapi berikan solusi yang terbaik.
“Ada pepatah mengatakan pengalaman adalah guru terbaik, maka pengawasan terhadap anggota sipil disana harus di perketat, dengan memperkuat pilar-pilar yang ada. “Ulasnya.
Sejalan dengan laju pertumbuhan pembangunan di Papua, ia menilai infrastuktur yang dibangun sudah cukup memadai, hal itu juga telah disampaikan Presiden Jokowi untuk memfokuskan pembangunan berbasis transportasi sebagai bentuk percepatan ekonomi disegala bidang.
“Target Presiden kan 25 tahun kedepan Papua akan menjadi sejahtera, sebab ketika membangun transportasi semua akses lancar, tentunya itu sangat menunjang perekonomian kerakyatan. “Bebernya.
Secara terpisah, Subdit Penanganan Percepatan Pembangunan Papua Kemendagri Edward Semuel Renmaur mengatakan kultur budaya dan kondisi masyarakat di Papua menjadi pemikiran bersama. Ia menilai indeks literasi SDM masyarakat Papua masih tertinggal, tapi dalam otsus ini ia meyakini proses membangun SDM berkualitas di Papua memiliki indikator 71,39 Poin.
“Saya mencatat ada 8 kabupaten kota masih di bawah indikator provinsi masing-masing, tapi perlu dilihat standar provinsi Papua itu 63,60, jadi tidak terlalu jelek. ” jelas Edward.
Dengan perumusanan, pembahasan, dan penetapan Undang-Undang tersebut, Edward menyampaikan perlu dilakukan ekstra pendampingan perdasi dan perdasus, karena sejak tahun 2013 jumlah perdasi ada 18 dan baru 11 yang dibentuk, serta baru 10 perdasus yang dibentuk dari 15 yang dirumuskan.
“Bukan dalam arti bahwa dana otsus ini jor-joran dikasih, tapi kita tetap dalam konteks keperluan yang harus dibangun, disini kita harus sama-sama bergandengan tangan dalam mendukung otsus Papua. “tambahnya.
Edward juga menyampaikan bahwa dalam hal anggaran, antara Pemda dan Pemerintah Pusat sudah sangat transparansi dalam penggunaan dana otsus tersebut.
“Jadi kalau masyarakat bilang Otsus tidak dirasakan, itu bisa dilihat dari berbagai pandangan, dulu di kerom ada program pelatihan menjahit untuk mama-mama, tapi yang mereka pahami itu adalah uang dari Bupati, padahal program tersebut berasal dari dana Otsus, nah dari Kabupaten itu terjadi IPM yang meningkat setiap tahunnya, jadi gagalnya otsus itu dimana? Saya rasa pemerintah sudah melakukan tugasnya dengan baik, “jelas Edward.
Melihat kontroversi Otsus, aktivis Papua Ramly Uswanas ikut andil angkat suara, ia mengulas dari sudut pandang perspektif Pemerintah sudah sangat maksimal, tapi dari sudut pandang masyarakat kecil Otsus ini gagal, namun otsus ini harus dikaji lebih lanjut dengan pemerintah agar lebih gencar memberikan pengertian kepada publik.
“Dalam mengimplementasikannya banyak cara, harus dengan pendekatan-pendekatan khusus, tentunya pendampingan dan pengawasan harus lebih diperkuat. “Ulas Ramly.
Subjectifitasnya kata Ramly dalam Otsus Papua ini telah menjadikan masyarakat Papua sebagai fokus penerapan sistem Pemerintah. “Jokowi sendiri sudah melakukan banyak hal untuk Papua, ia sangat fokus dalam pembangunan otsus, oleh karenanya kita harus dudukan bersama dengan pengelolaan suku dan masyarakat disana untuk memperkuat pembangunan Papua,” tambahnya.
Jika dilihat dari sisi aspek Ham dan politikalisasi Papua, Guru Besar Universitas Indonesia (UPI) Prof. Dr. Cecep Darmawan menilai adanya unsur kepentingan, sehingga terlihat banyaknya persoalan Papua belum terselesaikan dengan baik. “Saya menilai Otsus adalah salah satu opsi dari masalah tersebut, tapi ininya bagaimana masyarakat Papua itu sejahtera. Ini bukan persoalan seberapa banyak dana yang digelontorkan, karena itu bukan jaminan, namun bagaimana pemerintah memberikan perhatian kepada masyarakat Papua untuk hidup sejahtera. Jika sudah sejahtera, maka mereka yang mempunyai kepentingan Internasional pun akan kandas. “Beber Cecep.
Menurutnya, dalam komposisi itu, Pemerintah Pusat akan lebih memiliki peran penting guna melakukan pendekatan secara kultural dan memaksimalkan informasi secara transparan.
“Undang-undang Otsus jelas tidak mengambil hak-hak demokrasi masyarakat Papua. Kita harus lebih kedepankan sentuhan masyarakat Papua secara menyeluruh, dan tentunya kembali lagi dalam konteks membahas kesejahteraan yang mampu berikan kenyamanan. “Jelasnya.
Cecep juga mencatat adanya dana yang sudah di gelontorkan selama kurun waktu lebih dari 20 tahun dirasakan kuranf efektif. Oleh sebab itu, ia mengajak perlu adanya akselerasi dari Kementrian yang lain untuk percepatan pertumbuhan ekonomi di papua, karena Otsus kan hanya opsi bahwa Papua berada dalam bingkai NKRI. “tegasnya.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Provinsi Papua dan Papua Barat Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Budi Arwan, menegaskan Otsus pembahasan Papua itu adalah sebuah proses, dimana ia berharap kedepannya terus ada peningkatan yang baik meski prosesnya berjenjang.
“Ini sebuah proses, tetapi yang lebih penting adalah memanfaatkan pengawasan sosial sebagai bentuk perkembangan otsus Papua. “Kata Budi.
Ia menyatakan peran masyarakat dan lembaga telah memberikan yang terbaik untuk Papua. Bahkan dirinya sering menyampaikan di berbagai kesempatan bahwa tidak dipungkiri adanya perubahan kebijakan Pemerintah dalam pemekaran daerah. “Itu penting dilakukan karena sudah banyak contoh dari kemajuan di daerah-daerah yang sudah maju dengan adanya pemekaran wilayah. “jelas Budi.
Disini, Budi mengajak semua elemen masyarakat dan lembaga-lembaga diluar Kemendagri untuk saling sinergi menyelesaikan masalah otsus Papua, terlebih peran media dalam mereduksinya. “Kami menginginkan semua elemen masyarakat, para lembaga-lembaga lainnya serta peran media untuk bersinergi dan mengawal kebijakan-kebijakan Pusat guna mendukung percepatan pembangunan di Papua. “Pungkasnya. [*Red]