Terkait Nasib Sritex, LAPAAN-RI : Sritex Bukan Bagian Dari Aset Negara Dari Danantara, Fokus pada Hak Eks Karyawan

0
6
Nasib PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) dalam belenggu/Foto2 : Ist.

NEWS | HUKUM | EKONOMI

“Sampai sekarang belum ada pernyataan resmi dari kurator soal siapa investor barunya. Lalu kapan para eks karyawan benar-benar bisa bekerja lagi? Ini semua hanya angin surga,”

Solo | JAWA TENGAH | Lapan6Online : Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN,red) RI Jawa Tengah secara tegas menolak wacana penyelamatan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) melalui suntikan dana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Lembaga ini menilai dana tersebut seharusnya dialokasikan sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Ketua LAPAAN RI Jateng, BRM Dr Kusumo Putro SH MH/Foto2 : Ist.

Hal ini seperti yang disampaikan Ketua LAPAAN RI Jateng, BRM Dr Kusumo Putro SH MH, kepada awak media, pada Sabtu (5/4/2025), ia mengatakan,“Uang yang dihimpun Danantara dari 14 emiten BUMN harus sepenuhnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Danantara itu fungsinya mengonsolidasikan aset-aset pemerintah. Sritex bukan bagian dari aset negara,” ujarnya.

Negara Jangan Pilih Kasih
Kusumo yang juga advokat Peradi itu menegaskan, Sritex bukan BUMN, sehingga apabila mengalami pailit, fokus pemerintah seharusnya bukan menyelamatkan perusahaan, melainkan memenuhi hak-hak eks karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Ia mengatakan,“Negara tidak boleh pilih kasih. Banyak pabrik tekstil lain yang juga mengalami krisis, bukan hanya Sritex. Jadi perlakuannya harus adil,” tegas Kusumo.

Kusumo menilai perlu ada investigasi mendalam atas kebangkrutan Sritex, termasuk kemungkinan adanya unsur kesengajaan dari pihak manajemen atau pemilik perusahaan.

“Pemerintah harus cermat dalam mengambil keputusan. Tutupnya Sritex bukan bencana nasional. Justru sekarang adalah momentum agar negara berpihak pada rakyat, bukan pada kepentingan sekelompok pengusaha,” katanya.

Sritex Layak Dapat Dukungan Negara
Kusumo juga menyoroti keterlibatan sejumlah pejabat negara yang turun langsung ke Sritex Sukoharjo. Ia berharap kehadiran mereka dapat dijadikan jembatan dalam penyelesaian kewajiban perusahaan terhadap para mantan karyawan.

“Pesangon dan THR harus segera direalisasikan. Jangan sampai nasib eks karyawan digantung terlalu lama,” ujarnya.

Terkait wacana investor baru yang dikabarkan akan mengambil alih operasional Sritex dan membuka kembali lowongan bagi mantan karyawan, Kusumo menilai hal itu belum jelas dan cenderung menjadi janji kosong.

“Sampai sekarang belum ada pernyataan resmi dari kurator soal siapa investor barunya. Lalu kapan para eks karyawan benar-benar bisa bekerja lagi? Ini semua hanya angin surga,” ungkapnya.

Berdasarkan data yang dihimpun LAPAAN, Sritex memiliki total utang sebesar US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,1 triliun kepada 28 bank. Sementara nilai aset perusahaan hanya sekitar US$653,51 juta atau sekitar Rp10,12 triliun.

“Kalau Danantara gagal menghidupkan kembali Sritex, siapa yang bertanggung jawab? Ini yang perlu dijawab,” tambah Kusumo.

Wacana pelibatan BPI Danantara sendiri sebelumnya muncul dalam audiensi Serikat Pekerja Sritex Group dengan anggota Komisi IX DPR Zainul Munasichin, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa 4 Maret 2025.

Zainul menyebut industri tekstil sebagai sektor strategis yang layak mendapat dukungan negara. (*BBS/Red)