Lapan6OnlineJATENG | Solo : Carut marut pengelolaan Pasar Ikan Higienis menjadi pasar ikan oprokan di Balekambang mendapat tanggapan dari Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa.
Orang kedua di Pemkot Solo itu mengemukakan, masalah alih fungsi tempat ibadah menjadi lapak, tempat parkir untuk berjualan, hingga laporan keuangan atas pengelolaan Pasar Ikan Balekambang telah diaudit Inspektorat.
“Audit yang kini berjalan akan dilakukan secara menyeluruh terhadap semua pihak yang terkait,” tegas Wawali saat ditemui di bekas Makam Tinalan, Serengan, pada Jumat (3/2/2023).
Teguh menjelaskan, audit dilakukan mulai dari pihak pengelola, pelaksanaan MoU, hingga Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispertan KPP).
“Yang diaudit mulai dari pengelola, yang menandatangani MoU, Dinas Pertanian. Semua diaudit,” kata dia.
Menurut dia, audit tersebut dilakukan untuk melihat apakah ada kelebihan atau kekurangan pembayaran, maupun ada atau tidaknya tindakan yang melebihi batas kewenangan.
Teguh juga menyebut telah dilakukan pembahasan dalam rapat dengan jajaran Dispertan KPP Solo, pada Kamis (2/2/2023) pagi.
Mengenai usulan pengelolaan Pasar Ikan Balekambang ditutup karena bermasalah, Teguh menegaskan, hal tersebut harus ditemukan lebih dulu solusinya.
“Harus cari solusi, cari tempat, apakah nanti digeser ke Pedaringan atau kalau diizinkan Pak Wali, Pasar Jongke. Karena Pasar Jongke itu kan gede sekali. Nanti dibuatkan IPAL-nya, dibuatkan sanitasi pengolahan limbahnya,” terangnya.
Jika Pasar Ikan Balekambang tetap dibiarkan di lokasi itu, menurut Teguh, tentu mengganggu wisata ke Taman Balekambang.
“Kui mengko setahun rong tahun, mlebu Balekambang mambu amis,” paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Kota Solo, Honda Hendarto dalam rapat audiensi yang dilaksanakan bersama OPD terkait, menemukan pelanggaran keberadaan Pasar Ikan Balekambang.
Karena itu, Komisi II mendesak Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan dan mengaudit secara menyeluruh terkait permaslahan dugaan pelanggaran yang terjadi, termasuk pihak kedua yakni Mitra Kerja Sama Pemanfaatan (KSP) melakukan kerja sama dengan pihak ketiga yakni pedagang ikan oprokan, tanpa sepengetahuan pihak pertama yakni Dispertan KKP.
“Ternyata ada beberapa isi perjanjian yang yang tidak pas. Pihak pertama dalam hal ini OPD terkait untuk melakukan evaluasi setiap tahun, namun tidak dijalankan,” tegas Honda. (*HS/Red)
*Sumber : Suaramerdeka.com