HUKUM | POLITIK
“Aksi oknum petinggi PWI Pusat yang ‘menggarap’ dana UKW bantuan dari BUMN tersebut sangat memalukan dan membuat para wartawan merasa profesinya tercemar. Mereka merasa PWI milik sendiri,”
Jakarta | Lapan6Online : Kasus dugaan penggelapan dana oleh dedengkot koruptor di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat telah menjadi pengetahuan umum yang lambat-laun menjadi beban moral bagi organisasi PWI di daerah-daerah.
Tidak tahan dengan cibiran publik yang mulai menghantam organisasi itu, sejumlah pengurus PWI di daerah mulai menunjukkan dukungan terhadap proses hukum bagi para pengurus pusat yang terlibat kasus dimaksud ke Bareskrim Polri.
Hal itu sebagaimana dikutip dari media beritabatavia.com edisi 23 April 2024 lalu yang mengatakan bahwa sejumlah pengurus PWI di berbagai daerah mendukung laporan ke Bareskrim Polri terkait kasus dugaan penggelapan/korupsi dana hibah BUMN untuk pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) oleh PWI Pusat.
Sebagaimana diketahui bahwa Edison Siahaan, yang adalah anggota PWI Jaya DKI Jakarta, bersama-sama dengan Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Yusuf Rizal, telah membuat laporan ke Bareskrim Polri terkait kasus tersebut.
“Aksi oknum petinggi PWI Pusat yang ‘menggarap’ dana UKW bantuan dari BUMN tersebut sangat memalukan dan membuat para wartawan merasa profesinya tercemar. Mereka merasa PWI milik sendiri,” ungkap Edison Siahaan terkait alasannya melaporkan kasus dugaan penggelapan dana oleh Hendri Ch Bangun cs.
Masih menurut media beritabatavia.com, para pengurus PWI Daerah, yang menolak disebut identitas dan wilayahnya, sepakat agar kasus yang menerpa PWI tidak cukup diselesaikan hanya lewat keputusan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat. “Sebab peristiwa yang terjadi bukan semata hanya soal pelanggaran etika, moral, maupun etika profesi. Tetapi peristiwa yang terjadi adalah perbuatan melanggar hukum dan dilakukan dengan niat,” tulis media itu mengutip pernyataan salah seorang pimpinan PWI Daerah.
Pengurus PWI di daerah-daerah bahkan mulai mengkosolidasikan diri untuk mendorong digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) dalam rangka mengevaluasi kinerja dan kasus yang menimpa organisasi pers tertua di Indonesia itu. KLB itu juga diharapkan dapat menghasilkan keputusan pembentukan kepengurusan PWI baru yang lebih baik, bermoral, dan bertanggung jawab.
Suara-suara PWI daerah yang terus bergema itu disambut baik oleh para wartawan senior dan sesepuh PWI di Jakarta. “Saat ini kami sedang menampung aspirasi dari daerah-daerah terkait rencana menggelar KLB sebagai usaha penyelamatan organisasi,” ungkap seorang senior PWI kepada redaksi media ini seraya meminta namanya tidak dipublikasikan dengan alasan agar tidak menimbulkan persepsi liar di kalangan masyarakat, Jumat, 17 Mei 2924.
Dari keresahan para pengurus PWI daerah, terlihat bahwa perahu organisasi pers itu secara nasional sedang dalam kondisi yang parah, hampir oleng. Jangankan kepercayaan dari publik, kepercayaan para anggota dan pengurus PWI di daerah-daerah saja sudah hancur. Pengurus daerah-daerah menuding bahwa pengurus pusat PWI tidak memberikan penjelasan yang jujur terkait peristiwa yang sebenarnya, apalagi meminta maaf kepada seluruh anggotanya.
“Justru mereka perang adu mulut dan saling tuding untuk membela diri masing-masing. Bahkan mereka berupaya membungkus kasus ini supaya tidak mencuat ke publik. Tidak ada lagi objektivitas melihat dan menilai kasus ini, masing-masing berkilah demi kepentingan dirinya maupun kelompoknya,” tambah narasumber yang dituangkan dalam media di internal PWI itu.
Kasus ini, kata mereka, secara perlahan merobek rasa persatuan dan kesatuan di tubuh PWI. Para pucuk pimpinan atau pengurus saling tuding dan intimidasi. Pengurus PWI pusat bertikai dengan Dewan Penasihat dan Dewan Kehormatan. Bahkan Keputusan DK diabaikan dan disomasi oleh ketua dan sekjen PWI. Hal ini sangat memalukan bagi pengurus PWI di daerah-daerah,
Sebagaimana banyak diberitakan, Sekjen PWI Pusat, Sayid Iskandarsyah, sempat memberikan klarifikasi bahwa dirinya tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Dia mengaku sudah melaporkan kegiatan sesuai yang tertera dalam perjanjian dengan pihak BUMN. Serta memastikan semua dana yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, beberapa saat setelah DK PWI Pusat memberikan rekomendasi sanksi peringatan keras kepada Ketua Umum PWI Pusat dan Sekjen serta sejumlah pengurus lainnya, sontak beredar bukti pengembalian dana UKW dari Syaid Iskandarsyah sebesar Rp. 540 juta, pada tanggal 18 April 2024. Hal itu menjadi bukti bahwa para pengurus itu telah melakukan perbuatan tercela terkait penggunaan dana yang didapatkan dari hibah BUMN yang pada hakekatnya adalah uang rakyat.
Dalam pemberitaan di beritabatavia.com dan beberapa narasumber yang menjadi rujukan berita ini, disebutkan bahwa PWI bukan lagi rumah yang menyenangkan bagi para kuli tinta, khususnya bagi anggota PWI. Seluruh anggota PWI ingin kasus ini tuntas, sehingga diperlukan pihak yang dapat melihat kasus ini lebih objektif dan berlandaskan aturan yang berlaku. Atas dasar itulah kemudian anggota dan pengurus PWI di daerah-daerah mendukung proses hukum kasus dugaan penggelapan/korupsi dana UKW yang berasal dari BUMN di Bareskrim Polri.
“Kita harapkan pihak Kepolisian Republik Indonesia bekerja secara profesional dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan kemudian melimpahkan kasusnya ke penuntut umum untuk disidangkan di Pengadilan sesegera mungkin,” harap mereka.
Sementara itu di pihak lain, pengurus pusat PWI peternak koruptor binaan Dewan Pers juga sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) oleh Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI).
“Hari ini kita dari Persatuan Pewarta Warga Indonesia atau PPWI telah memasukkan laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan, penggelapan dana, dan suap atau korupsi, ke Komisi Pemberantasan Korupsi, dan tadi laporannya sudah diterima oleh staf penerima laporan pengaduan masyarakat di KPK,” ujar Ketum PPWI, Wilson Lalengke, usai menyampaikan laporan ke KPK RI, Senin, 13 Mei 2024 lalu.
Dalam laporan dumas tersebut, PPWI melaporkan Menteri BUMN bersama 4 (empat) pengurus pusat PWI, yakni Hendri Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhamad Ihsan, serta Syarif Hidayatullah, dan pengurus Dewan Pers.
Menteri BUMN, Erick Tohir, dilaporkan karena diduga kuat telah menyuap wartawan melalui PWI dengan dalih pemberian dana hibah untuk kegiatan Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Menurut Wilson Lalengke, pemberian dana hibah kepada PWI ini adalah sesuatu yang tidak wajar dan patut dianggap sebagai upaya penyuapan wartawan yang tergabung dalam organisasi PWI.
“Yang kita laporkan adalah yang pertama, Menteri BUMN. Jadi, kita tarik persolan ini dari dugaan penyuapan oleh Menteri BUMN, Bapak Erick Tohir, kepada para wartawan melalui pengurus pusat PWI yang terjadi akhir tahun lalu dan sudah dicairkan sebesar 4 milyar 600 juta rupiah, dalam beberapa kali pengiriman atau transfer uang dari Kementerian BUMN dalam hal ini Forum Humas BUMN ke rekening PWI,” ungkap tokoh pers nasional itu sambil menambahkan bahwa sebanyak Rp. 1,7 milyar dari dana itu digelapkan atau dikorupsi oleh keempat dedengkot koruptor PWI yang dilaporkannya. (*TIM/Red)