HUKUM | TIPIKOR
“Maaf, Yang Mulia Presiden Prabowo. Kalau sempat melihat podcast ini, saya ingin menyampaikan, kapan saja, saya berani bertanggung jawab menjelaskan bahwa kasus atau skandal pajak-skandal pajak sampai kemudian dilakukan tax amnesty sejak 2016, itu sama saja memberikan pengampunan kepada pengemplang-pengemplang pajak,”
Jakarta | Lapan6Online : Bank Central Asia (BCA) menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun 2024, memiliki utang sebesar Rp 26,5 triliun. Kasus pidana BCA sendiri hingga saat ini belum kedaluwarsa.
Dalam skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)-BCA, diduga kuat, ada “konspirasi gelap” antara menteri-menteri saat itu dan Budi Hartono selaku “pembeli” atau pengambil alih bank swasta tersebut. Demikian diungkapkan Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro dalam podcast Ratas TV, pada Sabtu (28/12/2024).
Sasmito dalam wawancara dengan Jurnalis Ratas TV, Agus Supriyanto (Media Group Jaringan Lapan6Online.com,red), awalnya menjawab pertanyaan host, seriuskah Presiden Prabowo akan memaafkan para koruptor asal uang yang dikorupsi itu dikembalikan ke negara? Tokoh nasional yang merupakan pendiri Gerakah Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) itu pun menjelaskan dengan nada tegas.
“Jadi, kalau Pak Prabowo mau melakukan pengampunan terhadap koruptor-koruptor asal mau mengembalikan uang yang dikorupsi, akan dimaafkan, menurut saya, sesuai Undang-undang Tipikor (UU Tipikor), itu impossible (tidak mungkin),” tukasnya.
Mengapa? Sebab, ucap Sasmito, sesuai UU hukum pidana (UU Tipikor), hal itu tidak mungkin mengingat pejabat publik saja tidak boleh menerima/mengambil satu rupiah pun.
“Kalau itu dianggap potensi merugikan keuangan negara, ya, harus masuk penjara,” terang tokoh senior yang aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia itu.
Lalu, Sasmito menyinggung soal kasus-kasus atau skandal pajak hingga penjualan BCA di awal-awal krisis yang terkait BLBI. “Maaf, Yang Mulia Presiden Prabowo. Kalau sempat melihat podcast ini, saya ingin menyampaikan, kapan saja, saya berani bertanggung jawab menjelaskan bahwa kasus atau skandal pajak-skandal pajak sampai kemudian dilakukan tax amnesty sejak 2016, itu sama saja memberikan pengampunan kepada pengemplang-pengemplang pajak,” paparnya.
Menurut tokoh sipil yang sangat vokal dan mengetahui luar dalam skandal BLBI-BCA itu, para pengemplang pajak sangat senang dengan adanya tax amnesty. “Senang mereka. Seperti Budi Hartono (orang terkaya di RI) dan yang lain-lain. Ia ngemplang (menjarah) BCA ratusan triliun rupiah,” cetusnya.
Periksa Kasus Pidana BCA
Diungkapkan Sasmito, pemerintah dalam hal ini aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan Agung harus berani memeriksa kasus pidana BCA karena masih belum kedaluwarsa.
“BCA itu bisa diperiksa pidananya. (Kasus pidana BCA) belum kedaluwarsa. Budi Hartono itu hanya membayar Rp5 triliun untuk 51 persen saham BCA tahun 2003, yang nilainya waktu itu aset BCA Rp170 triliun. Ditambah obligasi rekap yang ada di bukunya. Hitungan saya pada waktu itu Rp200 triliunan,” sebutnya.
Ia menandaskan, BCA dibayar Budi Hartono hanya dengan Rp5 triliun tahun 2003 dengan kendaraan farallon. “Kalau dia tidak mengakui, ya, biasa saja itu konglomerat. Farallon itu perusahaan cangkang di Singapura. Sekarang kalau diperiksa, ya, ayo. Kalau mau bicara soal ini, saya bisa ajak Pak Kwik Kian Gie dengan Pak Prof. Sri Edi Swasono yang juga tahu soal ini,” imbuhnya.
Yang pasti, tegas dia, kasus pidana BCA ini belum kedaluwarsa. “Saya tahu,” ujarnya seraya mengisahkan, tanggal 4 September 2018, Gerakan HMS di bawah komandonya melakukan demo besar-besaran di BCA Tower Jakarta.
Lalu, pada Agustus 2018, Sasmito dipanggil di Bina Graha Jakarta oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Jenderal (Purn.) Moeldoko saat itu. “Saya mau dikonfrontir dengan Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono (dua bersaudara pemilik BCA). Tapi, Budi Hartono tidak berani hadir, alasannya Ibunya sakit, ada di Singapura. Yang hadir Arman Budi Hartono (anaknya Budi Hartono yang sekarang wakil presiden direktur BCA) ditemani Subur Tan (direktur BCA),” ia menceritakan.
BCA “Dirampok” Budi Hartono
Dalam pertemuan yang difasilitasi KSP Moledoko itu, Sasmito sempat naik pitam karena sikap Arman Budi Hartono yang dinilai arogan bertolak pinggang di depan dirinya. “Pak Moeldoko, ini anak muda mentang-mentang anaknya orang terkaya bertolak pinggang di depan kita. Saya bentak dia supaya turunkan tangannya. Ini bapaknya menjarah, ‘merampok’ BCA. Akhirnya, ia menurunkan tangannya,” ucap Sasmito mengisahkan.
Masih dalam pertemuan itu, Sasmito pun menjelaskan bahwa BCA menerima subsidi bunga obligasi rekap Rp7 triliun dari pemerintah. “Tapi, ia interupsi. ‘Pak, (BCA) terima subsidi bunga obligasi rekap sampai 2009’. Saya bilang, oke. Tapi, 2009 itu sejak 2003 berapa? Rp42 triliun. Terus dijual pokok obligasi rekapnya. Ini, kan, suatu rekayasa keuangan. Ini publik pada enggak paham,” terang Sasmito.
Ada Dugaan Konspirasi Gelap para Menteri
Ungkap Sasmito, dalam urusan hukum kasus BCA tahun 2003 itu, patut diduga ada konspirasi gelap menteri-menteri Megawati, dalam hal ini Menteri Keuangan Boediono, Menteri Perekonomian Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro Jakti dan Laksamana Sukardi menteri BUMN waktu itu. “Saat akan terjadi transaksi penjualan BCA, sebetulnya posisinya (BCA) profitable (menguntungkan). BCA waktu itu sudah untung Rp4,5 triliun,” sebut Sasmito.
Namun, ia menduga, lagi-lagi mungkin sudah ada deal (“kesepakatan”) antara Budi Hartono dan Laksamana Sukardi, yang nota bene mantan bankir, maka BCA tetap dibeli hanya dengan Rp5 triliun. Konyolnya, BCA masih mendapatkan subsidi bunga obligasi Rp7 triliun setiap tahun.
Sekarang, nilai BCA, ucap Sasmito adalah Rp1400 triliunan. “Keuntungan BCA mencapai Rp68 triliun (saat ini),” Sasmito menyebutkan dengan nada keras dan berapi-api.
Pemerintah Dapat Ambil Kembali BCA
Dikatakan Sasmito, kalau Presiden Prabowo membutuhkan keuangan negara extraordinary (luar biasa), maka BCA itu dapat diambil kembali oleh pemerintah Rp700 triliun dengan segala kekuatan yang ada. “Itu bisa untuk membiayai makan gratis. Tidak usah ambil APBN yang membebani Sri Mulyani. Itu kalau Pak Prabowo punya political will (kemauan politik),” tegasnya. (*Rls/Red)
*Sumber : ratas.id
Selengkapnya dapat dilihat di Channel YouTube Ratas TV berikut ini. (AGS)