“Karena mental birokrasi itu kalau bisa lambat kenapa harus dipercepat? Kalau bisa dikerjaian ramai-ramai kenapa harus sendirian dan lain-lain,”
Jakarta | Lapan6Online : Menarik untuk dicermati kritikan dan kegeraman Presiden Joko Widodo terhadap para menterinya dalam hal penanganan Covid-19. Apalagi, kemarahan sang kepala negara sudah kesekian kali.
Demikian disampaikan pengamat politik yang juga Direktur Visi Indonesia Strategis, Abdul Hamid seperti yang dikutip dilaman redaksi Kantor Berita Politik RMOL, pada Rabu (05/08/2020).
“Menariknya dimana? Karena Jokowi orang Solo yang dikenal high context. Jarang sekali marah dengan tone yang tinggi dan to the point. Tapi ini sudah berkali-kali dan straight to the point,” ujar Abdul Hamid.
Alasan Jokowi marah sudah jelas, dan publik tahu. Yaitu, kinerja yang buruknya kinerja para menteri terkait penanganan Covid-19. Tapi kenapa para menteri tidak merespons cepat perintah Presiden, bahkan cenderung berulang.
Menurut hemat Abdul Hamid, ada dua persoalan mendasar yang melatarbelakanginya. Pertama, banyak menteri yang menduduki jabatan tersebut tanpa basis keilmuan dan kompetensi yang mumpuni. Misalnya, Mendikbud Nadiem Makarim yang tidak mempunyai background pendidikan.
“Dan itu, banyak menteri-menteri yang lain yang serupa,” ucapnya. Kedua, mental birokrasi yang terbiasa copas alias copy paste program, dan lamban. Tidak terbiasa berpikir dan bertindak out of the box, dan cepat.
Sehingga menghadapi pandemik yang menuntut kreatifitas dan akselerasi, mereka tidak bisa. “Karena mental birokrasi itu kalau bisa lambat kenapa harus dipercepat? Kalau bisa dikerjaian ramai-ramai kenapa harus sendirian dan lain-lain,” tutur Abdul Hamid.
Ditegaskannya, dua persoalan mendasar itulah yang membuat Presiden doyan marah-marah. “Solusinya bagaimana? Saya kira reshuffle kabinet sudah sangat urgen. Pilih orang punya kompetensi dan bisa akseleratif,” demikian Abdul Hamid. rmol/red
*Sumber : rmol.id