“Begitu mendengar pernyataan Pemerintah untuk hidup (new) normal dan berdamai dengan corona segera mengartikan pernyataan tersebut sebagai “Covid sudah berlalu, silakan kembali ke kehidupan normal” padahal jelas-jelas kurva positif Covid19 sampai sekarang terus meningkat dan belum ada tanda-tanda turun,”
Oleh: Suhaeria
Jakarta | Lapan6Online : Begitu Pemerintah menyatakan “Berdamai dengan Corona” dan ada wacana melonggarkan PSBB, apalagi sejumlah sektor publik (perdagangan, pariwisata, pendidikan) rencananya akan diaktifkan kembali setelah Idul Fitri, banyak masyarakat yang langsung heboh. Menjelang Idul Fitri ini, pernyataan “berdamai dengan corona” seolah menjadi pembenaran bagi banyak orang untuk mudik (dengan menghalalkan segala cara, termasuk surat sehat palsu) dan kembali ke pusat perbelanjaan untuk persiapan lebaran.
Hal ini tentu membuat banyak orang, terutama tenaga kesehatan sedih dan putus asa. Kami, tenaga kesehatan, sudah mencapai titik jenuh, sampai mengungkapkan “Terserah!” Pernah dengar emak-emak bilang “terserah!”? Itu artinya mereka sudah di tahap muak.
Masyarakat yang sudah tidak betah di rumah, begitu mendengar pernyataan Pemerintah untuk hidup (new) normal dan berdamai dengan corona segera mengartikan pernyataan tersebut sebagai “Covid sudah berlalu, silakan kembali ke kehidupan normal” padahal jelas-jelas kurva positif Covid19 sampai sekarang terus meningkat dan belum ada tanda-tanda turun.
Kami, tenaga kesehatan, meski kecewa dengan pernyataan Pemerintah, merasa tidak ada gunanya menghujat. Toh kami tidak bisa mengubah keputusan pemerintah juga, lha wong keputusan pemerintah memang berubah-ubah terus. Sekarang yang kami butuhkan hanya empati dari masyarakat. Bisakah sedikit saja Bapak Ibu berempati pada tenaga kesehatan, dan tidak menyia-nyiakan teman sejawat kami yang sudah gugur akibat merawat pasien covid19?
Bapak Ibu tidak bisa mendapatkan penghidupan (atau akan dipecat) jika tidak bekerja di luar rumah? Jika demikian, silakan bekerja di luar rumah, tapi mohon jaga kebersihan diri (pakai masker, cuci tangan dan sedia hand sanitizer), protokol social distancing dan protokol masuk rumah, agar Bapak Ibu tidak tertular dan tidak menulari keluarga.
Bapak Ibu tidak bisa makan kalau tidak belanja? Barangkali Bapak Ibu bisa memanfaatkan jasa antar yg disediakan beberapa pedagang pasar atau tukang sayur langganan. Jika terpaksa ke pasar, perhatikan protokol social distancing. Tapi kalau jalan-jalan ke mall buat persiapan lebaran, bisa ditunda kali ya Pak, Bu? Bapak dan Ibu ga akan mati kalau nggak pakai baju baru pas lebaran kan?
Bapak Ibu kangen berat sama keluarga dan ingin mudik? Sama Pak, Bu,,,, kami, tenaga kesehatan, juga kangem keluarga. Tapi kan jaman sekarang bisa video call kali ya? Nggak usah memaksakan mudik. Bapak Ibu nggak akan mati kalau nggak mudik kan?
Bapak Ibu sudah suntuk di rumah? Sama Pak, Bu,,, tenaga kesehatan juga sudah lelah banget lho ini. Tapi menahan lapar dan haus aja Bapak Ibu sanggup, masa menahan diri berkumpul di McD Sarinah nggak bisa? Bapak Ibu nggak akan mati kan kalau menunda kumpul-kumpul untuk sementara waktu?
Bapak Ibu tidak akan mati kalau tidak pakai baju baru saat lebaran. Bapak Ibu tidak akan mati kalau tidak mudik. Bapak Ibu juga tidak akan mati menahan diri sebentar lagi untuk tidak kumpul-kumpul. Tapi kami, tenaga kesehatan, mungkin akan mati kelelahan jika Bapak Ibu ngeyel belanja-belanja yang tidak urgent, ngeyel mudik dan ngeyel kumpul-kumpul sehingga makin banyak orang terinfeksi virus Corona.
Ya biarin aja Pemerintahnya galau dan nggak tegas. Setidaknya, Bapak Ibu bisa jadi rakyat yang cerdas dan empati kan ya, dengan meminimalkan kegiatan di luar rumah yang tidak urgent. Terimakasih Bapak Ibu Rakyat Indonesia yang cerdas dan penuh empati.****