Jakarta, Lapan6online.com : Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengungkap fakta yang mengejutkan tentang keberadaan buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurhadi Abdurrachman, Sekretaris Mahkamah Agung (MA) 2011-2016 yang terjerat kasus suap komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama politikus PDI Perjuangan, Harun Masiku.
Boyamin mengatakan, dalam seminggu Nurhadi telah menukar uang asing ke rupiah di dua tempat di Jakarta, sekitar Rp3 miliar.
“Awal minggu ini Saya mendapat informasi teranyar yang diterima terkait jejak keberadaan Nurhadi berupa tempat menukarkan uang asing ke rupiah,” kata Boyamin kepada redaksi Lapan6online.com di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).
Boyamin mengatakan, ada dua tempat money changer di Jakarta yang biasa digunakan oleh Nurhadi untuk menukarkan uang dolar miliknya. Pertama di daerah Cikini, Jakarta Pusat Inisial money changernya adalah V, dan Kedua di Mampang, Jakarta Selatan inisial money changer adalah M.
“Biasanya tiap Minggu menukarkan uang dua kali sekitar Rp1 miliar untuk kebutuhan sehari-hari dan akhir pekan lebih banyak sekitar Rp1,5 miliar untuk gaji buruh bangunan serta gaji para pengawal.” Kata Boyamin.
Kendati begitu, menurut Boyamin, yang melakukan penukaran bukanlah Nurhadi tetapi, biasanya menantunya Rezky Herbiyono atau karyawan kepercayaannya.
“Saya pada hari Rabu kemarin sudah menyampaikan informasi ini ke KPK secara detail termasuk nama tempat money changer dan lokasi maps-nya.” kata dia.
Boyamin berharap, setidaknya KPK bisa melacak jejak-jejak keberadaan Nurhadi dari transaksi tersebut dan segera bisa melakukan penangkapan.
Bukan hanya informasi transaksi di money changer saja, tetapi Boyamin mengaku telah memberikan informasi kepada KPK mengenai seluruh harta Nurhadi. Harta itu berupa rumah, villa , apartemen, pabrik tissu di Surabaya, kebon sawit di Sumut dan usaha burung walet di Tulung Agung.
“Dengan diketahuinya harta benda dan cara penukaran uang, semestinya KPK mampu mempersempit pergerakan Nurhadi dan menantunya, sehingga memudahkan untuk menangkapnya.,” demikian Boyamin.
Diketahui, Nurhadi ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. Status hukum Nurhadi disampaikan oleh Komisioner KPK sebelumnya Saut Situmorang, satu minggu sebelum masa kepemimpinannya bersama Agus Rahardjo berakhir.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, mantan Pejabat MA tak pernah datang memenuhi panggilan pemeriksaan. Atas dasar itulah KPK menetapkan Nurhadi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias buronan.
Hingga berita ini dirilis, belum ada penjelasan resmi dari KPK dan apa tindakan yang akan diambil terkait dengan informasi yang diberikan oleh MAKI ini.
(RedHuge/Lapan6online)