“Perusahaan Garuda Indonesia tidak seperti manajemen Thai Airway yang mengakui dengan kejujuran dan penuh keterbukaan. Bahwa mereka sudah masuk ke Pengadilan Kebangkrutan Pusat,”
Oleh : Uchok Sky Khadafi
Jakarta | Lapan6Online : Perusahaan penerbangan Thai Airway sudah menyatakan bangkrut. Saat ini mereka butuh duit untuk rehabilitasi utang, dan untuk mengembalikan duit tiket penumpang, yang diperkirakan mencapai 24 miliar Baht atau nyaris Rp11 triliun.
Untuk diketahui bahwa perusahaan Thai Airways merupakan BUMN penerbangan yang 51 persen sahamnya dimiliki pemerintah Thailand, di mana pengelolaannya diawasi oleh State Enterprise Policy Committee (SEPC).
Setelah ada berita bahwa Penerbangan Thai Airway menyatakan Bangkrut. Publik Indonesia mulai langsung menyorotin perusahaan nasional yang bernama Garuda Indonesia. Seperti publik Indonesia memprediksi bahwa Perusahaan Garuda Indonesia mau tidak mau akan menyusul ikut ikutan untuk bangkrut. Akan tetapi, sampai sekarang pihak manajemen Garuda Indonesia masih pede sekali. Menganggap Garuda Indonesia akan bisa melewati masa masa yang sulit saat ini.
Benar juga bahwa perusahaan Garuda Indonesia tidak seperti manajemen Thai Airway yang mengakui dengan kejujuran dan penuh keterbukaan. Bahwa mereka sudah masuk ke Pengadilan Kebangkrutan Pusat, dan menerima permintaan maskapai untuk menjalani rehabilitasi di bawah hukum kebangkrutan Thailand.
Meskipun Maskapai Garuda belum menyatakan bangkrut. Tapi tanda tanda krisis atau kebangkrutan maskapai sudah mulai kelihatan di perusahaan plat merah ini. Hal ini bisa cerna dari kebijakan manajemen Garuda Indonesia yang akan “merumahkan” alias kena PHK ( Pemutusan hubungan Kerja) sebanyak 181 Pilot per tanggal 1 Juni 2020.
Namun, masalah PHK pilot ini dianggap oleh manajemen adalah bagian korban efisiensi anggaran di maskapai pelat merah ini. Padahal dari pihak kementerian BUMN memprediksi bahwa perusahaan penerbangan nasional ini, juga memutuskan akan mem PHK lagi sebanyak 700 Pilot yang berstatus pegawai tetap. Nah Lho !!!
Selanjutnya, tanda tanda kebangkrutan yang lain bisa dilihat dari utang yang jatuh tempo. Saat ini perusahaan Garuda Indonesia lagi “ngos-ngosan” atau sangat sulit untuk bayar pelunasan utang di Trust Certificates Garuda Indonesia Global Sukuk Limited yang akan jatuh tempo pada tanggal 3 Juni 2020.
Dimana nilai utang tersebut, mencapai USD 509 juta, atau tepatnya USD 496,84 juta atau sekitar Rp 7,5 triliun dengan nilai kurs Rp 15.000. Dan untuk membayar utang ini, maskapai Garuda panik dan bingung mencari sumber pendanaan untuk bayar utang tersebut.
Satu satunya jalan adalah melakukan negoisasi utang kepada pemegang Sukuk. Tentu dengan cara Meminta permohonan persetujuan kepada pemegang Sukuk agar Usulan perpanjangan waktu pelunasan global sukuk yang akan jatuh tempo ini diajukan untuk jangka waktu minimal 3 tahun ke depan.
Jika para pemegang Sukuk tidak menyetujui permohonan Maskapai Garuda tersebut. Maka satu satu jalan yang harus dilalui adalah kemungkinan memakai dana talangan yang sudah disediakan APBN sebesar Rp.8.5 Triliun untuk membayar utang yang jatuh tempo.
kalau ingin menghitung, begini hitung hitungan kasarnya. Dari dana talangan sebesar Rp.8.5 Triliunan ini, akan dibayar untuk menutupi utang maskapai sebesar Rp. 7.5 Triliun. Sedang sisanya sebesar Rp.1 Triliun, dipakai untuk modal kerja agar bisa menutupi isu bahwa dana talangan untuk bayar utang.
Begitulah pintarnya kementerian BUMN, kementerian keuangaan, dan Perusahaan Garuda Indonesia dalam memainkan sebuah kasus. ****
*Penulis adalah Direktur CBA