“Jadi kesimpulannya, dalam pengungkapan kasus korupsi sebenarnya ada alur yang sudah di buat aturan, kalau di Pemerintahan berawal dari audit Inspektorat, terus BPK, baru di rekomendasikan ke Unit Tipikor Polisi atau Kejaksaan,”
Pontianak | KalBar | Lapan6Online : Diruang meeting room salah satu hotel di Jalan A. Yani No. 1 Pontiak diadakan Seminar Penegakkan Hukum dan Pencegahan Korupsi, pada Sabtu (14 /03/2020) kemarin.
Tampak hadir pada seminar tersebut Polda Kalbar atau yang mewakili, Kejati Kalbar atau yang mewakili, Praktisi Hukum, KPK atau yang mewakili Mantan Napi, LSM dan wartawan Se-Kalbar serta para tamu undangan kurang lebih sebanyak 156 peserta.
Seminar tersebut di inisiasi Yayat Darmawi, SE, SH, MH dengan mengusung tema ” Tantangan dan Penanggulangan Pencegahan dan Penindakan Korupsi” Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber dari beberapa instansi antara lain Polda Kalbar di wakili oleh Engkus Suwandi, SH, MH Kanit III Reskrim Tipikor, DR. Hermansyah, SH, MH Dosen Hukum di Universitas Tanjungpura.
Dalam pemaparannya Hermansyah mengatakan, dalam pengungkapan korupsi terbagi menjadi empat anatomi diantaranya : 1). Motif Ekonomi Crime, 2).
Saterlen (kejahatan pejabat) yang melibatkan dan memanfaatkan bawahannya, 3). Organisasi crime (pelibatan banyak orang dalam melakukan korupsi, dari pimpinan sampai tukang ketik surat), 4). Trasinternasional crime.”adanya beberapa negara luar yang mau menampung aset koruptor karena di untungkan , contoh, Gayus tambunan lari ke Singapura.
“Jadi kesimpulannya, dalam pengungkapan kasus korupsi sebenarnya ada alur yang sudah di buat aturan, kalau di Pemerintahan berawal dari audit Inspektorat, terus BPK, baru di rekomendasikan ke Unit Tipikor Polisi atau Kejaksaan,” jelas Hermansyah.
Hal senada, dibenarkan Engkus mengatakan bahwa percepatan pengungkapan Tipikor memang tugas utama Aparat Penegak Hukum, namun ada banyak kendala dalam pengungkapan kasus korupsi, apalagi yang dilakukan oleh corporasi (instansi pejabat publik) bisa satu tahun, bahkan lebih.
“Penyebabnya ada banyak hal, di antaranya ,berbelit belitnya pengakuan pelaku, dan lebih rumit bagi yang di lakukan banyak orang berjaringan, namun polisi tidak akan nyerah, karena ada cukup 3 bukti saja sudah menjadi dasar untuk penindakan,”ucap Engkus.
Untuk itu pihak penegak hukum menggandeng LSM dan Wartawan untuk menginvestigasi praktek dugaan korupsi sampai di tingkat desa, tugas lain lebih baik juga kampanyekan bentuk pencegahan, karena mencegah lebih baik.
“Adapun penindakan dan pemenjaraan pelaku itu sudah jalan terakhir, karena dalam penanganan kasus Tipikor di tingkat Polisi itu sangatlah Mahal, satu kasus itu Rp. 208.000.000,- sampai putusan,”pungkas Engkus. (Dominikus tolek/Rinto andreas/Ipul).