OPINI
“Kasus kesadisan anak melakukan pembunuhan terhadap keluarganya tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja. Tidak mungkin hal ini terjadi tiba-tiba tanpa ada penyebab sebelumnya,”
Oleh ; Nanda Nabila Rahmadiyanti
BEBERAPA waktu lalu pada Sabtu (30/11/2024), di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, seorang remaja berusia 14 tahun berinisial MAS menikam ayah, ibu, dan neneknya. Hal ini menyebabkan ayah serta neneknya tewas di tempat, dan ibunya terluka parah.
Setelah polisi melakukan penyelidikan kepada guru les dan teman sekolahnya, mereka mengatakan bahwa sang anak merupakan anak yang rajin dan pintar. Namun mereka menduga sang anak sering mendapat tekanan dari orang tuanya untuk belajar lebih giat bahkan sampai larut malam.
Apa penyebabnya?
Kasus kesadisan anak melakukan pembunuhan terhadap keluarganya tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja. Tidak mungkin hal ini terjadi tiba-tiba tanpa ada penyebab sebelumnya. Pasti ada penyebab yang menimbulkan penumpukan emosi dan frustasi. Banyak faktor penyebab terjadinya tindakan kriminal oleh anak, dan merupakan problem yang sistematis.
Mulai dari lemahnya iman individu, kesalahan pola asuh oleh keluarga, masyarakat, hingga lepasnya tanggung jawab negara.
Perilaku membunuh orang tua sungguh jauh dari tuntunan syariat Islam dan bersumber dari sekularisme, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Pendidikan dan pola asuh dari sistem ini membuat anak tidak paham akan haramnya durhaka kepada orang tua. Anak juga tidak paham akan perbuatan halal-haram.
Pola asuh berdasar sistem kapitalis-sekuler ini juga membuat standar keberhasilan anak dilihat dari materi semata. Sehingga orang tua hanya menuntut anaknya untuk mendapat nilai sempurna, prestasi di sekolah, dan berbagai penghargaan lainnya, tanpa menanamkan nilai-nilai aqidah dalam diri anaknya. Minimnya penanaman aqidah pada anak membuat lemahnya iman dalam diri anak, yang membuat sang anak tidak bisa mengontrol dan menyalurkan emosinya dengan baik, justru mengarah kepada hal yang sadis.
Masyarakat juga memiliki peran penting untuk saling menasihati dan mencegah adanya kejahatan, namun peran ini hilang di tengah sistem sekuler. Sistem ini membuat masyarakat menjadi apatis dan justru menjadi contoh yang buruk bagi generasi muda. Banyaknya masyarakat berbuat maksiat, khususnya tindakan kriminal, membuat anak-anak terpengaruh secara tidak langsung.
Hilangnya peran negara pun tak lepas dari salah satu faktor penyebab rusaknya generasi saat ini. Kurikulum pendidikan berasas sekuler yang justru memisahkan agama dari kehidupan dan tidak menanamkan aqidah, membuat anak-anak minim akhlak terutama baik pada teman sebaya maupun orang yang lebih tua.
Selain itu, maraknya konten dan video game yang beredar mengandung kekerasan, yang mudah sekali diakses oleh anak-anak. Sehingga anak-anak terinspirasi bagaimana untuk cara untuk meluapkan emosi dan kekesalannya, khususnya dengan cara melukai hingga membunuh targetnya.
Bagaimana islam memandang hal ini?
Allah SWT berfirman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (23). Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’ (24).” (QS Al-Isra’ [17]: 23-24).
Dari ayat tersebut dapat kita simpulkan bahwa Allah memerintahkan untuk menyembah-Nya semata, tanpa sekutu, dan kewajiban berbakti kepada kedua orang tua. Kita dilarang untuk berkata kasar atau membentak orang tua, apalagi melukai mereka sampai dengan membunuh.
Membangun generasi cerdas, bertaqwa kepada Allah, dan patuh kepada orang tua adalah peran seluruh lapisan masyarakat, mulai dari keluarga sampai pada penyelenggara negara, dan tentunya dengan menggunakan sistem islam, bukan sistem kapitalis sekuler.
Dalam sistem islam, terdapat tiga pilar upaya pencegahan tindakan kriminal oleh anak.
Pertama adalah individu dan keluarga yang bertaqwa. Keluarga yang menanamkan aqidah islam sejak dini, membuat anak senantiasa terikat dengan aturan islam, paham mana halal dan haram. Keluarga juga akan paham bahwa standar kesuksesan dan kebahagiaan seorang anak bukan dilihat dari materi saja, namun amal perbuatan dan ketaqwaannya kepada Allah. Dengan begitu orang tua tidak akan membebani anak dengan tekanan berlebihan hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Kedua, masyarakat yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat akan mencegah dan menasihati satu sama lain sehingga kemaksiatan tidak merajalela. Negara juga akan selalu memberikan edukasi dan pembinaan secara berkala agar selalu menjalankan perintah Allah swt.
Ketiga, negara akan menyaring konten, film, dan video game yang mengandung kekerasan, ataupun berbau sekuler liberal. Negara juga mengatur kurikulum pendidikan yang berlandaskan aqidah islam, sehingga akhlak pada anak tidak hanya ditanamkan di dalam rumah, namun ditanamkan pula di sekolah, sehingga berjalan beriringan. Dengan begitu, anak-anak tidak akan tercemar dengan pemikiran sekuler-liberal yang akan membawa mereka kepada kesesatan dan berujung menjadi pelaku kriminal.
Demikianlah, tiga pilar sistem Islam yang dijalankan oleh negara terbukti mampu melindungi dan memenuhi kebutuhan generasi sehingga mencetak generasi terbaik untuk membangun peradaban Islam yang gemilang.
Sebaliknya, kejahatan anak yang terus meningkat dan semakin sadis menunjukkan kegagalan sistem sekuler kapitalisme dalam membentuk generasi berkepribadian mulia. Sudah saatnya sistem ini ditinggalkan dan digantikan dengan sistem Islam yang telah terbukti menghasilkan generasi berkualitas. Wallahu a’lam bisshawwab.
Penulis Adalah Alumnus Universitas Indonesia