Tragedi Helloween di Itaewon, Korsel vs Tragedi Kanjuruhan

0
25
Sri Astuty /Foto : Ist.

OPINI

“Sebagian besar korban meninggal dunia adalah para remaja berusia 20-an tahun. Sembilan belas diantaranya diyakini warga negara asing. Pada malam itu, Orang-orang yang datang ke sana untuk berkumpul tidak dibatasi dan mereka tidak perlu memakai masker,”

Oleh : Sri Astuty

BELUM lama ini kita mendengar tragedi perayaan Helloween di Itaewon, Korea selatan pada sabtu malam (29/10) yang mengakibatkan 154 orang meninggal dunia dan setidaknya 82 orang terluka dalam insiden di kawasan hiburan malam Itaewon yang menggelar perayaan Halloween pertama sejak Covid.

Sebagian besar korban meninggal dunia adalah para remaja berusia 20-an tahun. Sembilan belas diantaranya diyakini warga negara asing. Pada malam itu, Orang-orang yang datang ke sana untuk berkumpul tidak dibatasi dan mereka tidak perlu memakai masker.

Diperkirakan 100.000 orang datang untuk merayakan Halloween. Suasana mulai tidak terkendali, dimulai di satu gang sempit yang penuh sesak. Foto dan video-video di media sosial menunjukkan jalan sempit itu dipadati banyak orang, dan mereka tidak bisa bergerak.(BBC News Indonesia/30/10/2022).

Presiden Joko Widodo menyampaikan belasungkawa atas tragedi Halloween yang menewaskan 149 orang di Itaewon, Korea Selatan, Sabtu (29/10/2022) malam waktu setempat. Hal itu disampaikan Kepala Negara dalam bahasa inggris melalui di akun Twitter-nya, Minggu (30/10/2022). Jokowi menyatakan bahwa Indonesia bersama rakyat Korea Selatan sangat berduka. Ia pun berharap korban yang terluka bisa segera pulih. (Jakarta,Kompas.com/30/10/2022).

Disisi lain, Indonesia telah mengalami hal yang sama, dalam kejadian tragedi kanjuruhan Malang pasca laga Arema FC va Persebaya Surabaya pada 1-2 Oktober 2022 yang menewaskan 131 orang. Namun, sungguh tidak ada pernyataan dari pihak pemerintah bahwa “pemerintah bersama korban kanjuruhan”. Akhirnya rakyat merasa bahwa kepedulian pemerintah seakan-akan lebih besar kepada rakyat negara lain dibandingkan terhadap rakyat sendiri.

Adanya pembiaran perayaan serupa di Indonesia, padahal perayaan tersebut adalah budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, bahkan tidak memberi manfaat terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan. Hal ini menunjukkan potret penguasa yang abai akan proses pembinaan karakter pemuda yang akan membangun peradapan bangsa pada masa yang akan datang.

Hal ini terjadi karena pemerintah hari ini yang menggunakan sistem kapitalis-demokrasi yang berasaskan pada pemisahan agama dalam kehidupan, sehingga tolak ukur dalam berbuat adalah bukan halal dan haram melainkan berdasarkan manfaat, mau berbuat ketika ada manfaat nya.

Dalam islam, penguasa juga bertanggung jawab atas pembentukkan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme, baik dalam dunia pendidikan maupun luar pendidikan. Dalam pemdidikan Islam, mulai sejak dini anak-anak diajarkan menjadi :
1. Memiliki kepribadian Islam, yang Terbiasa berfikir benar, sistematis, dan solutif, terbiasa pola hidup sehat, bersih, teratur dan berkah.
2. Berjiwa kepemimpinan,
Mandiri dan bertanggung jawab dalam ibadah dan beramal sholih (menenarkan kebaikan), berani dan mampu memimpin.
3. Faqih fiddin (paham ilmu agama) sehingga setiap perbuatan nya berdasarkan kepada ilmu yang dimilikinya.
4. Terdepan dalam sains dan teknologi dan negaralah yang memfasilitasi mereka untuk kreatif dan inovatif.

Dengan demikian jelaslah, bahwa hanya dengan menerapkan sistem islam secara kaffah dalam kehidupan bernegara yang dapat membimbing masyarakat termasuk para generasi memiliki kepribadian yang baik, berpikir cemerlang dan senantiasa menjauhkan diri dari hal yang sia-sia. Wallahu’alam. (*)

*Penulis Adalah Guru