OPINI | PERISTIWA
“Tragedi ini terjadi salah satunya akibat dari adanya ashobiyah pada diri seseorang sehingga mereka tidak bisa lagi bersikap objektif dalam menilai sesuatu dan cenderung membutakan pikiran orang tersebut,”
Oleh : Diah Puja Kusuma, S.Kom
AREMA harus mengalami kekalahan 2-3 dari Persabaya di Stadion Kanjuruhan Sabtu (1/10/2022) malam WIB. Aremania yang tidak terima dengan hasil tersebut berbuat onar dengan masuk ke lapangan. 130 orang tewas imbas rusuh supporter pasca laga itu (detik.com 04/10/2022).
Cinta yang berlebihan pada klub bola yang didukung menimbulkan kisah sedih, bukan hanya kepada dunia dan keluarga yang ditinggalkan namun juga kepada Islam. Pasalnya, umat Islam dilarang bersikap berlebih-lebihan dalam mencintai sesuatu termasuk fanatisme atau biasa yang disebut ashobiyah.
Ironinya, di negeri yang mayoritas muslim masih banyak yang mengganggap sepele sikap ashobiyah ini. Tragedi ini terjadi salah satunya akibat dari adanya ashobiyah pada diri seseorang sehingga mereka tidak bisa lagi bersikap objektif dalam menilai sesuatu dan cenderung membutakan pikiran orang tersebut.
Bisa kita lihat hasil dari perbuatan ashobiyah yang begitu menyanyat hati dan meninggalkan luka yang mendalam. Banyak nyawa hilang bahkan orang yang tidak tahu apa-apa atau hanya sekedar ikut menonton banyak menjadi korban. Belum lagi kerugian yang didapat baik secara psikis ataupun materi hingga memicu perpecahan yang lebih besar.
Sungguh sangat disayangkan, sebab hal ini masih sering terulang. Dan sikap ashobiyah ini banyak menjangkiti kaum muda hingga para orang tua. Tentunya ini masih menjadi pertanyaan besar, bagaimana cara memperbaikinya?
Padahal Allah telah berfirman dalam Surah Ali Imran ayat 103 “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. Dari ayat ini Allah sangat melarang sikap ashobiyah karena umat Islam merupakan satu kesatuan bagaikan satu bagian tubuh.
Begitu pula jika dilihat bagaimana Rasulullah sangat melarang umat muslim memiliki sikap ashobiyah ini.
Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang keluar dari ketaatan dan memisahkan diri dari jama’ah maka ia mati seperti matinya orang jahiliah, barangsiapa yang mati dibawah bendera fanatisme, marah karena fanatisme, atau ia mengajak menuju fanatisme, atau ia menolong fanatisme kemudian ia terbunuh maka ia mati dalam keadaan jahiliah, barangsiapa yang keluar dari golongan umatku, ia membunuh orang-orang baik dan buruk dari umatku, ia tak berhati-hati atas orang beriman, dan ia tidak memenuhi perjanjian dengan golongan yang berjanji, maka ia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongan mereka”(HR Muslim).
Tentunya Rasulullah sendiri tidak pernah menyalahkan kecintaan terhadap sesuatu seperti cinta kepada tanah air, cinta kepada pasangan, dsb. Tetapi yang menjadi masalah jika cinta itu membuat seseorang membela hal yang tidak jelas arah tujuannya serta hanya berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan sesaat bagi dirinya ataupun golongannya.
Tentunya banyak yang harus dibenahi dari mulai sikap ashobiyah juga aparat yang belum sepenuhnya amanah dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga keamanan negara terkhusus rakyat.
Dari peristiwa ini pula, rakyat menilai aparat begitu kejam bahkan enggan peduli dengan keamanan mereka. Justru aparatlah yang banyak menghilangkan nyawa para pendukung bola dengan menembakkan gas air mata secara brutal walaupun dengan dalih melindungi diri dari kemarahan pendukung bola tersebut.
Inilah penerapan sistem demokrasi yang semakin menampakkan kegagalannya termasuk dari nihil nya peran negara dalam memberikan tanggung jawabnya kepada rakyat. Tidak cukup hanya dengan meminta maaf ataupun memberikan santunan kepada keluarga korban.
Tetapi lebih kepada bagaimana memberikan kenyamanan, keamanan bagi rakyatnya. Dalam hal ini Islam memandang bahwa negara bertanggung jawab atas kebutuhan dan juga jaminan kepada rakyat. Penguasa di dalam Islam adalah penguasa yang taat kepada Allah SWT dengan menjalankan syariatNya. Sehingga mereka senantiasa berhati-hati dalam melaksanakan amanah yang dibebankan di pundaknya. Sebab kepemimpinannya tidak hanya dipertanggung jawabkan kepada rakyat tetapi juga kepada Allah SWT.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,” Setiap kalian adalah pemimpin (ra’in). Dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya” (H.R Muslim).
Maka posisi penguasa dalam Islam merupakan pelayan umat. Bukan hanya bagi seorang muslim saja tapi seluruh warga yang menjadi warganegara dalam Islam, tidak akan dibiarkan jiwanya terbunuh dengan sia-sia. Maka dari itu sudah saatnya untuk kembali kepada sistem Islam, niscaya keamanan rakyat akan terjaga. Umat akan merasa aman disetiap suasana.
Sebab Islam dengan sistemnya lahir untuk mengatur tata kehidupan manusia sesuai syar’iat. Begitu pula dengan fitrah berupa rasa cinta dan kagum terhadap sesuatu diperbolehkan dalam Islam asal tidak melampaui batas yang telah Allah SWT tetapkan dan tentunya harus sesuai dengan syariat Islam. Wallahu’alam bisshowwab. (*)