OPINI | EKONOMI | HUKUM
“Paradigma sekuler kapitalisme dalam sistem pendidikan saat ini telah menjauhkan pemuda dari posisi strategisnya sebagai penggerak perubahan menuju terbentuknya peradaban gemilang,”
Oleh : Sri Astuti S.M
BELUM lama ini dikabarkan banyaknya mahasiswa yang berbondong-bondong mendatangi pihak berwajib untuk melaporkan kasus penipuan pinjaman online dengan dalih investasi.
Bahkan kabar yang beredar sampai ratusan mahasiswa dari universitas yang terkemuka di negeri ini tertipu dengan pinjol, padahal untuk masuk ke dalam universitas tersebut bukan lah hal yang mudah dan bisa didapatkan semua orang.
Dan hal yang paling menyedihkan adalah tidak hanya berasal dari satu universitas melainkan ada beberapa universitas lainnya yang juga mahasiswa nya tertipu dengan pinjol. Hal ini sudah terjadi pada 2021 di jember, tetapi baru viral ketika ratusan mahasiswa IPB yang akhirnya terkena penipuan ini juga.
Karena viral nya berita yang menjerat mahasiswa IPB ini, akhirnya pihak universitas pun mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan akhirnya didapatkan informasi bahwa mahasiswa IPB yang terlibat merupakan korban penipuan transaksi pinjol. Hingga saat ini, sebanyak 116 mahasiswa IPB yang jadi korban dari total sekitar 300 orang dari sejumlah perguruan tinggi.
Rektor IPB prof. Arif Satria menegaskan, pada kasus ini, tidak ada transaksi yang sifatnya individual yang dilakukan mahasiswa IPB University. Dia juga menjelaskan bahwa terjeratnya para mahasiswa diduga berawal dari tawaran keuntungan 10 persen oleh terduga pelaku dengan melakukan suatu ‘projek’ bersama.
Mahasiswa IPB diminta untuk mengajukan pinjaman online ke suatu aplikasi penyedia pinjaman. Lalu pelaku diduga meminta dana tersebut digunakan untuk melakukan transaksi di toko online milik pelaku.
Dari setiap nominal transaksi itu, mahasiswa dijanjikan mendapatkan komisi 10 persen dan cicilan dibayarkan oleh pelaku. Namun, hingga saat ini, pelaku tidak pernah memenuhinya. Arif juga menekankan bahwa kejadian ini menjadi pelajaran bagi warga IPB. Karena itu, tindakan preventif dengan melakukan peningkatan literasi keuangan dan fintech kepada mahasiswa perlu dilakukan. Hal itu dilakukan agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali. (Republika.co.id/16/11/2022).
Dengan kejadian yang terjadi ini membuktikan bahwa inilah potret pemuda hari ini yang telah teracuni oleh pemikiran kapitalis. Kesuksesan seseorang hanya di ukur ketika dia bisa meraih materi sebanyak-banyaknya, tak perlu menunggu lulus kuliah dan mendapatkan kerja.
Mahasiswa mandiri yang mampu membiayai dirinya tanpa bergantung pada orang tua lebih sukses dibanding mahasiswa yang masih bergantung pada orang tua. Hasil survei UGM menyatakan banyak diantara mereka (korban) tidak merasa dirugikan, karena menurut mereka kerugian itu hanya berdasarkan kepada financial, mereka tidak memperhitungkan perkara waktu, kesempatan dan martabat.
Paradigma sekuler kapitalisme dalam sistem pendidikan saat ini telah menjauhkan pemuda dari posisi strategisnya sebagai penggerak perubahan menuju terbentuknya peradaban gemilang. Target pemberdayaan potensi pemuda hanya pada hitung-hitungan ekonomi dan minus tentang berpikir benar, sistematis, solutif dan berkah.
Pendidikan tinggi memberi ruang begitu luas bagi mahasiswa yang ingin menyalurkan potensinya dalam dunia usaha. Keberhasilan kebijakan pendidikan sekuler-kapitalis saat ini hanya diukur dari seberapa banyak output yang terserap dalam dunia kerja.
Kondisi ini tentu saja tidak bisa dibiarkan terus menerus, pemuda harus dilepaskan dari berpikir pragmatis dan memandang kebahagian hanya semata-mata dari materi. Pemuda Muslim harus di kembalikan pada jati dirinya sebagai muslim.
Dengan menjadikan Islam adalah solusi dari setiap penyelesaian masalah kehidupan. Memandang bahwa hidupnya tidak hanya terbatas pada kepentingan diri yang bersifat materi dan mengejar kebahagian dunia yang semu. Tetapi memiliki visi keumatan untuk menyongsong lahirnya kesejahteraan bagi seluruh umat manusia.
Pemuda Muslim harus menyibukkan dirinya pada aktivitas yang mengantarkan pada visi tersebut, mereka akan menjadi sosok yang berani menyatakan visinya secara terang-terangan ke masyarakat.
Ke arah inilah pemberdayaan pemuda muslim harus di arahkan, mereka mampu berpikir sebelum berbuat dan berbuat untuk mencapai tujuan yang bersandarkan kepada halal dan haram juga keridhoan Allah semata.
Untuk mewujudkan pemuda dengan kepribadian tersebut, maka dibutuhkan sebuah sistem shohih yang berasal dari sang pencipta yakni sistem Islam yang diterapkan secara kaffah dalam institusi negara. Wallahu’alam. (*)
*Penulis Adalah Guru