OPINI | POLITIK
“Generasi harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai syariat Islam. Dengan begitu, mereka akan memiliki bekal menjalani kehidupan dan mengatasi persoalan yang melingkupinya dengan cara pandang Islam,”
Oleh : Halizah Hafaz Hutasuhut S.Pd
HASRAT bunuh diri kian meningkat di Indonesia. Sudah ada tiga kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa sepanjang Oktober 2023. Peristiwa terbaru terjadi pada seorang mahasiswi Universitas Negeri Semarang (Unnes) di hari Selasa 10 Oktober 2023. Selanjutnya mahasiswa perguruan tinggi di Kupang juga mengakhiri hidupnya beberapa saat sebelum wisuda pada tanggal yang sama.
Tidak hanya itu, kasus sebelumnya pun terjadi pada seorang mahasiswi UMY Yogyakarta yang ditemukan tidak bernyawa setelah diduga menjatuhkan diri dari lantai empat asrama putri University Residence UMY pada Senin 2 Oktober 2023.
Dan beberapa bulan lalu seorang siswa SD berusia 11 tahun di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri di rumahnya pada Senin 27 Februari 2023 sore, dikarenakan mengalami depresi karena perundungan atau bully.
Banyaknya kasus bunuh diri menyita perhatian publik termasuk kasus bunuh diri yang terjadi pada mahasiswa. Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI drg R Vensya Sitohang M Epid menyampaikan catatan kasus bunuh diri di tahun kemarin yaitu tahun 2022, menyentuh 826 orang.
Jika dibandingkan dengan 2018, angka ini meningkat 6,37 persen yakni 772 kasus. Sepanjang 2023 berdasarkan catatan bunuh diri di Indonesia juga relatif jauh lebih tinggi dibandingkan rekor kasus terbanyak Singapura yang mencapai 476 korban. (health.detik.com, 13 Oktober 2023)
Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang darurat kesehatan mental. Kematian selalu dijadikan jalan pintas ketika seseorang dihinggapi masalah hidup yang begitu pelik. Bunuh diri seolah menjadi solusi atas keputusasaan dalam menyelesaikan masalah atau mencari jalan keluar terbaik dari masalah yang ada. Hidup seakan tidak ada artinya lagi dengan semakin tinggi nya angka bunuh diri.
Faktor Sistem
Berdasarkan hellosehat.com, penyebab seseorang bunuh diri karena beberapa faktor; depresi, perilaku impulsive, problem sosial, mengonsumsi alkohol dan obat-obatan, gangguan mental, dan stress traumatis. Salah satu faktor terbanyak yang melatarbelakangi seseorang nekat bunuh diri adalah depresi karena persoalan hidup yang tidak kunjung usai.
Gambaran generasi hari ini pun diketahui dengan semakin banyaknya pemuda yang bunuh diri. Mereka mengangap penyelesaian masalah hanya dengan mengambil satu jalan pintas yaitu bunuh diri.
Generasi yang mudah menyerah dalam menghadapi gelombang kehidupan ada pada mereka. Penyakit mental pun mudah menghinggap dalam kehidupan mereka seperti sikap putus asa, hopeless, stres, hingga depresi. Alhasil mereka berpikir dengan bunuh diri, semua beban masalah dan mental mereka akan terlepas dan berakhir.
Mengapa generasi menjadi seperti ini? Penyebab utamanya ialah penerapan sistem sekuler kapitalisme yang gagal mewujudkan generasi kuat dan tangguh. Sistem ini menghilangkan peran tiga pilar pembentuk generasi.
Pertama, keluarga. Lingkungan keluarga broken home, fatherless, motherless, atau hidup berjauhan dengan orang tua membuat mental generasi kian rapuh. Sebab peran dan kehadiran ayah dan ibu baik secara fisik maupun psikis tidak dapat dirasakan oleh anak.
Kedua, sekolah. Kurikulum sekuler yang merupakan kurikulum pendidikan saat ini telah menjauhkan manusia dari aturan Allah Taala. Alhasil, generasi terdidik dengan cara pandang kapitalisme sekularisme. Kebahagiaan hidup tertinggi hanya berstandarkan pada tercapainya materi sebanyak-banyaknya dan kesenangan duniawi. Ketika mereka tidak mampu meraihnya, depresi menjadi hal yang tidak terhindarkan. Standar halal dan haram tidak ada pada perilaku mereka.
Ketiga, peran negara. Penggambaran tidak pantas mengenai bunuh diri dan masalah kesehatan mental kerap ditayangkan oleh media informasi berupa internet. Maka dari itu media berperan sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa tiap individu. Apalagi dengan melihat tayangan/tontonan yang mengangkat perihal bunuh diri. Kemudian adanya kasus perundungan yang marak akhir-akhir ini juga salah satunya disebabkan oleh penggunaan negatif media.
Akhirnya, berbagai program antiperundungan maupun aturan resmi dari pemerintah sebagaimana Permendikbud 46/2023 pun di buat. Namun sayangnya, program ini belum efektif untuk mengatasi kasus perundungan di satuan pendidikan secara tuntas.
Dengan demikian peran negara sangat dibutuhkan dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap media untuk menyebarkan informasi dan tontonan yang baik. Melalui media, negara harus menciptakan suasana iman dan tontonan yang menuntun pada ketaatan, bukan yang mengarah pada kemaksiatan.
Peran negara tidak hanya sebatas membatasi akses konten, tetapi akar masalahnya, yakni pemikiran dan gaya hidup kapitalisme sekuler, justru tidak dihilangkan. Sedangkan akibat gempuran pemikiran inilah generasi kita memiliki mental dan kepribadian rapuh dan lemah. Mereka terbiasa dengan kesenangan sesaat hingga lupa cara menjalani hidup dan menyelesaikan masalah dengan cara pandang Islam.
Solusi Islam
Masalah bunuh diri adalah problem sistemis, maka untuk menyelesaikannya juga harus dilakukan secara sistemis. Islam adalah solusi persoalan hidup. Tidak ada manusia hidup tanpa masalah dan tidak ada masalah tanpa ada solusinya. Bagaimana mekanisme Islam mencegah bunuh diri?
Pertama, sejak dini anak-anak harus ditanamkan akidah Islam. Dengan penancapan akidah yang kuat, setiap anak akan memahami visi dan misi hidupnya sebagai hamba Allah Taala, yakni dengan menaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Seluruh keluarga muslim harus memahami prinsip ini sebab orang tua adalah pendidikan pertama bagi anak-anaknya. Orang tua akan di bina dan di edukasi oleh negara agar menjalankan fungsi pendidikan dan pengasuhan sesuai akidah Islam.
Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam. Kurikulum pendidikan Islam mampu melahirkan generasi kuat iman, tangguh mental, dan cerdas akalnya yang telah dibuktikan oleh sejarah Islam. Pembentukan syakhsiyah Islam menjadi tujuan pendidikan yang akan dikondisikan oleh negara. Generasi harus memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai syariat Islam. Dengan begitu, mereka akan memiliki bekal menjalani kehidupan dan mengatasi persoalan yang melingkupinya dengan cara pandang Islam.
Ketiga, memastikan para ibu menjalankan kewajibannya dengan baik. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Kaum ibu dalam sistem Islam (Khilafah) akan diberdayakan sebagai ibu generasi peradaban, bukan mesin ekonomi seperti halnya dalam sistem kapitalisme yang malah menghadapkan para ibu pada persoalan ekonomi dan kesejahteraan.
Khilafah akan membuat kebijakan ekonomi yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dari kalangan laki-laki. Alhasil, peran ayah dan ibu dalam keluarga dapat berjalan seimbang seiring pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin negara. Penerapan sistem Islam kafah yang paripurna akan membentuk individu bertakwa, masyarakat yang gemar berdakwah, dan negara yang benar-benar me-riayah. Dengan begitu, masalah bunuh diri akan selesai karena setiap individu muslim dapat memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dengan menjadikan Islam sebagai the way of life.
Ketika Islam menjadi jalan hidup bagi setiap muslim, tidak akan ada generasi yang sakit mentalnya, mudah menyerah, atau gampang putus asa. Mereka akan menjadi generasi terbaik dengan mental sekuat baja dan kepribadian setangguh para pendahulunya. (*)
*Penulis Adalah Praktisi Pendidikan dan Aktivis Dakwah