“Ketundukan negara terhadap dikte negara asing pun juga adalah ‘keharusan’. Sebagai negara pengikut, yang dikatakan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab Mafahim Siyasi bahwa negara pengikut adalah negara yang tidak memiliki ideologi, tapi mengikuti ideologi negara tertentu,”
Oleh : Fani Ratu Rahmani
Lapan6Online : Virus Corona, sebuah wabah kuman baru yang kembali menghantui dunia (pandemi). Karakteristik genetik 2019-nCoV sudah terkonfirmasi mampu menularkan di antara sesama manusia. Komisi Kesehatan China melaporkan hingga Kamis (6/2) kasus penyebaran virus corona tercatat 28.018 di seluruh dunia.
Kasus baru di Wuhan tercatat bertambah 4.110. Dalam sehari, lebih dari 70 orang meninggal dunia dan menjadikan total kematian mencapai 549 di Provinsi Hubei.
Penyebaran virus yang begitu cepat menjadikan setiap negara melakukan antisipasi dan deteksi terhadap berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Dinas Kesehatan Kota Balikpapan siaga mengantisipasi virus Corona.
Ia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Kota Balikpapan agar selalu menjaga perilaku hidup sehat atau menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), agar tidak mudah tertular penyakit di antaranya dengan selalu mencuci tangan ketika selesai beraktifitas dan tidak langsung memegang wajah ketika belum mencuci tangan. (Sumber : kapefm.com).
Memang sudah terlafadzkan dan dilakukan upaya mengantisipasi dan pencegahan di berbagai sisi, namun Pemerintah Indonesia bisa dikatakan lamban dalam mengambil tindakan.
Hingga Rabu (29/1/2020), Pemerintah baru memiliki opsi untuk mengevakuasi WNI di Provinsi Hubei yang berjumlah 243 orang itu. Begitu pula untuk urusan logistik baru akan dicarikan solusi 4-5 hari setelahnya.
Adapun Menteri Kesehatan Terawan Agung Putranto, hanya mengimbau WNI, terutama yang berada di Wuhan tidak stres. Dia menyebut virus corona bersifat swasirna. Artinya, pasien terjangkit corona bisa sembuh sendiri bila kondisi tubuhnya cukup baik.
Ditambah lagi virus ini dikatakan oleh Dinas Kesehatan Kota Balikpapan bisa dicegah melalui Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), tentu kita tidak boleh terlena hanya mengandalkan solusi ini. Di era kapitalisme ini, PHBS tentu sulit diwujudkan karna ini dianggap sebagai tanggung jawab individu saja bukan menyeluruh hingga negara.
Bahkan banyak aspek yang menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya, seperti makanan yang sehat, air bersih, dan sebagainya. Tapi, upaya ini hanya diserahkan pada individu masyarakat.
Lalu, tidak dipungkiri bahwa Indonesia juga pengikut setia WHO. Bahkan Indonesia tekankan dukungan bagi WHO dalam menghadapi darurat kesehatan. Indonesia berpartisipasi pada sidang Executive Board (EB) WHO ke-146 yang bertempat di Jenewa, Swiss.
Selaku ketua forum Foreign Policy and Global Health (FPGH) tahun 2020, Indonesia dan beberapa negara yang tergabung di dalamnya memberikan dukungan bagi upaya WHO menghadapi situasi-situasi health emergencies termasuk dalam kerangka International Health Regulations (IHR) 2005.
Bahkan, akan terus bekerja sama dengan para ilmuwan dan pakar kesehatan dalam jejaring global untuk mencegah semakin menyebarnya n-CoV, termasuk dalam hal pemberantasan hoax seputar n-CoV serta upaya mitigasi n-CoV sesuai dengan kerangka IHR 2005. (Sumber : Kemenlu.go.id)
Padahal, sejatinya WHO hanyalah berdedikasi dalam rangka kepentingan korporasi farmasi milik negara-negara nonmuslim.
Kemunculan wabah baru seringkali diikuti dengan penjualan vaksin yang harganya selangit, untuk mendapatkannya bisa dipastikan negara harus merogoh kocek yang tidak sedikit. Ditambah lagi, kemunculan wabah baru identik dengan ketergantungan dunia pada korporasi industri farmasi, obat-obatan, dan vaksin.
Seperti AS yang tengah mengembangkan vaksin untuk melawan virus Corona Wuhan yang mematikan. Untuk itu, AS mendesak Beijing untuk meningkatkan kerja sama dengan otoritas kesehatan internasional.
Pemerintah AS ingin menempatkan timnya sendiri di lapangan untuk meninjau data mentah dan mempelajari lebih lanjut tentang patogen, yang sejauh ini telah merenggut lebih dari 100 nyawa. (Sumber : sindonews.com).
Ini tentu akan meneguhkan posisi Indonesia sebagai pengikut arahan dan pangsa pasar dari negara nonmuslim dengan korporat raksasanya.
Melihat gerak-gerik penguasa yang lamban sebenarnya merupakan keniscayaan, pasalnya penguasa yang kini menjabat tidak lain adalah pelaksana dari sebuah ideologi yang diterapkan di negeri khatulistiwa ini.
Negeri yang berkiblat pada barat dengan ideologi Kapitalismenya ini telah sukses mewujudkan negara yang hanya sebagai fasilitator dan regulator bukan ‘berdiri’ untuk mengurus masyarakat.
Dalam kitab Nizhamul Islam, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani telah mengatakan bahwa kapitalisme adalah ideologi yang tolok ukurnya manfaat, ini pun diamini oleh setiap negara yang menjalankannya.
Segala kebijakan dinilai dari sisi manfaat dan mengurus masyarakat dengan prinsip untung rugi. Bahkan, semua ini sejalan dengan konsep good governance, mencetak para penguasa yang tidak tulus melayani masyarakat tapi berpihak penuh pada korporat. Apakah potret negara seperti ini yang masyarakat inginkan?
Selain itu, ketundukan negara terhadap dikte negara asing pun juga adalah ‘keharusan’. Sebagai negara pengikut, yang dikatakan Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab Mafahim Siyasi bahwa negara pengikut adalah negara yang tidak memiliki ideologi, tapi mengikuti ideologi negara tertentu.
Dengan menjadi ‘Follower’, negara kita tentu akan bergerak menurut arahan dari negara adidaya saat ini. Ia tidak akan bertindak di luar arahan karna terikat program dan kebijakan secara internasional.
Sungguh negara ‘follower’, tidak ada kemandirian dalam segala persoalan. Lalu, bagaimana dengan negara yang berlandaskan islam dalam menghadapi wabah penyakit di tengah masyarakat?
Islam sebagai sebuah aturan paripurna mengatur berbagai aspek kehidupan. Islam sangat memerhatikan hal-hal yang terkait dengan kesehatan sebagai kebutuhan yang wajib terpenuhi dalam urusan pengaturan masyarakat. Negara memiliki konsep pencegahan dan karantina yang bisa diterapkan sempurna.
Berikut gambaran komprehensif Islam mencegah wabah penyakit di tengah umat, termasuk virus Corona.
Pertama, negara dan pemerintah (Khilafah) adalah pihak yang paling bertanggung jawab melakukan tindakan pencegahan bahaya apa pun termasuk wabah virus mematikan 2019-nCoV.
Khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah Saw. bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Tentu dengan memahami peran sebagai raa’in akan menjadikan pengurusan terhadap umat sebagai tanggung jawab hukum syara’. Kelak berbagai urusan rakyat akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah kelak. Jauh dari prinsip untung rugi sebagaimana ideologi kapitalisme yang berjalan saat ini.
Kedua, negara wajib melarang masuk warga negara yang terbukti menjadi tempat wabah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bertutur melalui lisannya yang mulia, “Jika kalian mendengar suatu negeri dilanda wabah, maka jangan kalian memasukinya. Jika wabah itu terjadi di negeri yang kalian berada di dalamnya, maka jangan kalian keluar darinya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketiga, negara wajib melakukan langkah praktis produktif untuk peningkatan daya tahan tubuh masyarakat. Mewujudkan hidup sehat dari segi makanan, minuman, dan lingkungan yang sehat menjadi tanggung jawab bersama antara individu, masyarakat, dan negara.
Keempat, khilafah adalah negara yang independen bukan negara pengikut. Sehingga khilafah akan jauh bahkan steril dari dikte negara asing yang berkuasa dengan ideologinya sebagaimana larangan Allah dalam al Qur’an, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (TQS An-Nisa: 141)
Kelima, ketersediaan fasilitas kesehatan terbaik dengan jumlah yang memadai lagi mudah diakses kapan pun, di mana pun, oleh siapa pun. Ini pun akan terwujud dengan menetapkan pos anggaran kesehatan berbasis baitul mal dan bersifat mutlak.
Artinya, negara harus berupaya keras agar kesehatan yang merupakan Hajah ini tetap terpenuhi di setiap individu masyarakat.
Sungguh, kita merindukan tatanan kehidupan yang penuh dengan nafas ketaatan kepada Allah. Wallahu’alam. GF/Lapan6 Group
*Penulis adalah Praktisi pendidikan