Tuntutan Kenaikan Upah Buruh Di Sistem Kapitalisme, Solutif kah?

0
19
Oleh : Sutiani, A. Md/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Jika tidak memiliki ahli waris dan memiliki ahli waris, tetapi tidak mampu, maka menjadi tanggung jawab negara yang akan memberikan nafkah,”

Oleh : Sutiani, A. Md

BARU-baru ini warga kita dikejutkan dengan tuntutan upah buruh ditengah himpitan ekonomi yang serba naik ini membuktikan penguasa belum mampu menyelesaikan problem tersebut sehingga angka kemiskinan masyarakat akan terus meningkat.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh mendesak pemerintah menaikkan upah minimum sebesar 15% pada 2024. Buruh mengancam akan melakukan aksi mogok bila keinginan itu tak dipenuhi.

“Tuntutan kita sebesar 15% harga mati,” kata Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sabilar Rosyad saat berorasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. (cnbc.indonesia, 27/10/2023).

Rosyad mengatakan buruh telah melakukan demonstrasi berjilid-jilid untuk menuntut upah mereka naik minimal 15% dari upah minimum 2023. Namun, dia menganggap pemerintah belum memenuhi aspirasi kaum buruh.

“Upah minimum 2024 sudah di depan mata kita,” kata dia.

Dia mengatakan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah sudah menyatakan bahwa perhitungan upah buruh 2024 mempertimbangkan 3 aspek. Pertama daya beli buruh, kedua mengatasi inflasi dan ketiga mengatasi disparitas upah antar wilayah.

Namun, kata dia, buruh merasa formulasi perhitungan upah 2024 belum memenuhi 3 pertimbangan tersebut. Dia mengatakan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan 2024, formula perhitungan upah tahun depan hanya memungkinkan buruh naik gaji sebesar Rp 70 ribu.

Dia mengatakan buruh harus melakukan konsolidasi guna menuntut kenaikan upah minimal 15%. Bila tuntutan itu tak dipenuhi, dia meminta buruh mempersiapkan diri melakukan mogok kerja.

“Siapkan diri kalian untuk keluar dari pabrik, untuk menghentikan produksi, matikan seluruh mesin produksi,” kata dia. (cnbc.indonesia, 27/10/2023).

Upah buruh yang minim pada hari ini tidak lain yaitu diciptakan secara sistemik yang diberlakukan oleh negara atau penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme, maka sebab penerapan sistem inilah kekayaan milik rakyat dinikmati para segelintir oligarki dengan bebasnya.

Buktinya, separuh dari aset nasional hanya dikuasai oleh segelintir orang kaya di Indonesia. Dalam laporannya, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyatakan satu persen orang kaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. (tempo.co, 10/10/2019).

Negara lepas tangan akan jaminan hidup rakyat. Misalnya, dalam kesehatan warga menjamin dirinya sendiri melalui iuran BPJS yang tiap bulan rutin untuk dibayar. Belum lagi, soal pendidikan ada kalangan masyarakat miskin di bawah umur yang harus bekerja untuk mencari nafkah dan membantu orang tuanya. Padahal, anak seusianya masih dibangku sekolah.

Mustahil kapitalisme menyelesaikan problem upah buruh alhasil kemiskinan terus menjamur karena hal ini memang disebabkan secara struktural, sebab masih berdirinya sistem kapitalisme yang berlandaskan manfaat yaitu untung atau rugi yang menjadi pilihan penguasa hari ini.

Maka, Islam menjadi solusi tuntas untuk mengatasi masalah upah buruh yang sesuai karena dalam Khilafah kebutuhan pokok baik sandang, pangan, dan papan menjadi tanggung jawab negara maupun kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan yang menjadi hak warganya. Negara juga ikut serta dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya.

Alhasil itu semua kita dapatkan dalam sistem Islam yang menerapkan sistem ekonomi yang memang sesuai dengan fitrah manusia juga bersandarkan atas kehidupan rakyat yang sejahtera, terpenuhinya kebutuhan pokok, dan dasar yang menjadi tujuan utama. Negara seharusnya sangat dominan pada mekanisme gaji upah buruh bukan malah dikuasai oleh para oligarki jadi upah buruh tidak dibuat semena-mena.

Rasulullah saw. bersabda:
“Pemimpin setiap manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (h.r. Al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Dalam mekanisme tercapainya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, penguasa memerintahkan setiap kepala keluarga untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya karna hukumnya fardu, dan negara akan memfasilitasi hal ini, menciptakan lapangan pekerjaan yang layak dan gaji yang layak pula.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 233).

Negara juga mewajibkan ahli waris yang mampu untuk memenuhi nafkah kerabat yang tidak mampu. Namun, jika tidak memiliki ahli waris dan memiliki ahli waris, tetapi tidak mampu, maka menjadi tanggung jawab negara yang akan memberikan nafkah. Bahkan, jika pemasukan negara kurang, maka mengambil pintas yaitu pengambilan pajak bagi orang kaya.

Islam juga menetapkan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tentunya pemenuhan ini membutuhkan dana yang tidak sedikit. Negara pertama kali mengambil pemasukan dari kepemilikan umum seperti air, api, dan padang rumput yang dikelola oleh negara sehingga tidak boleh dimiliki individu sedikit pun atau bahkan asing dan seluruh hasil keuntungan sumber daya alam dialokasikan kepada rakyat guna memberikan fasilitas pelayanan yang terbaik tentunya sesuai syariat.

Hasil pengelolaan fai, kharaj, ghanimah, jizyah, usyur dan harta milik negara lainnya serta BUMN selain yang mengelola harta milik umum. Selain itu sistem negara Khilafah tidak berbasis riba dan pajak akan tetapi, berbasis emas dan perak sehingga angka inflasinya nol persen. Demikianlah politik ekonomi Khilafah yang menjamin kesejahteraan upah buruh bagi seluruh warga negaranya baik muslim maupun non muslim. Begitu indahnya pemandangan ketika Islam kafah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka, marilah bersegera memperjuangkannya! Wallahualam bissawab. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Dakwah Muslimah