Tuntutan UKT Mahasiswa: Idealisme Tersandera Pragmatisme

0
41
Oleh: Rissa Septiani Mulyana, S.Psi

Jakarta, Lapan6online.com – Pandemi Covid-19 yang mengawali 2020 ini memberikan dampak signifikan pada berbagai bidang. Duka dan kesedihan tak hanya dirasa oleh para korban dan keluarga yang terdampak pandemi, tetapi juga melanda dunia kampus. Di tengah pandemi, hampir seluruh kampus di Indonesia membuat kebijakan yang menyulitkan dan mengundang reaksi protes dari mahasiswa. Bagaimana tidak, saat kondisi ekonomi sedang terpuruk, kampus membuat kebijakan untuk menaikkan uang kuliah tunggal (UKT). Bahkan tagar “Mendikbud Dicari Mahasiswa” sempat merajai trending Twitter dua bulan lalu.

Ragam aksi dan upaya dilakukan oleh mahasiswa di berbagai kampus, seperti melakukan aksi media, audiensi dengan pihak kampus, bahkan aksi turun ke jalan pun sempat dilakukan. Hal ini diharapkan mampu memberikan solusi bagi persoalan UKT ini. Pada 1 Agustus 2020, Aliansi Kolektif Mahasiswa UI (Akoma UI) telah menyerahkan sebuah petisi yang diisi oleh 5.237 mahasiswa UI kepada beberapa dekanat fakultas yang berisi dukungan untuk memperjuangkan rekomendasi kebijakan dan kritik mahasiswa terkait pernasalahan ini.

Sebelumnya juga sempat diadakan audiensi terbuka, namun Rektorat UI tidak hadir dalam agenda tersebut sehingga semakin menambah kekecewaan mahasiswa. Di kampus PNJ dan Gunadarma pun senada, permasalahan UKT selama pandemi terus diperjuangkan oleh mahasiswa. Beberapa pekan lalu, BEM PNJ merilis hasil audiensi bersama Pudir 2 dan 3 yang isinya menjelaskan tentang mekanisme bantuan dana untuk mahasiswa terdampak pandemi.

Dari fakta tersebut, dapat kita saksikan bahwa untuk bisa mengakses pendidikan tinggi (PT) saat ini dibutuhkan biaya yang tinggi juga. Terlebih dalam kondisi pandemi pun, kampus tak bisa berbuat banyak dan seringkali berujung dengan kekecewaan mahasiswa karena kampus tak bisa memberikan relaksasi pembiayaan apalagi membebaskannya.

Mahalnya biaya pendidikan sesungguhnya merupakan hal yang wajar dalam sistem sekuler kapitalis. Dalam sistem ini, pendidikan menjadi komoditi dan masuk ke dalam faktor produksi. Seringkali kita mendengar bahwa kampus telah dikomersialisasi. Kapitalisme meniscayakan adanya liberalisasi pendidikan, karena kampus diberi otonomi penuh dalam pembiayaan dan penyusunan kurikulum. Negara hanya bertugas sebagai regulator dan tidak turut campur tangan dalam pembiayaan, kalau pun ada, hanya sedikit saja dan selebihnya diserahkan kepada kampus dan pihak swasta melalui berbagai kerja sama. Maka dalam kondisi pandemi seperti ini, maupun kondisi normal, kampus memang tidak akan mampu membebaskan biaya pendidikan karena harus mencari dana untuk membiayai operasional.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan sistem pendidikan dalam Islam di bawah naungan khilafah. Dalam Islam, pendidikan adalah hak rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Negara harus bertanggung jawab penuh atas penyediaan, pembiayaan dan penyelenggaraan pendidikan. Khalifah akan berupaya memberikan pendidikan berkualitas terbaik bagi rakyatnya. Segala upaya ini dilakukan menggunakan kekayaan dari baitul mal. Tentu kekayaan khilafah Islam sangat berlimpah karena sistem ekonominya yang sehat tanpa riba. Pembiayaan pendidikan dari dasar hingga perguruan tinggi terjamin pemenuhanya bagi seuruh rakyat dan disalurkan dengan cara yang tepat. Negara betul-betul mengerahkan kemampuannya untuk menghasilkan pendidikan berkualitas tinggi tanpa menyulitkan rakyatnya.

Maka, sebetulnya berbagai tuntutan mahasiswa saat ini hanya akan terjebak pada pragmatisme.
Alih-alih menginginkan kondisi ideal, yakni gratisnya pendidikan dengan kualitas terbaik, dalam sistem kapitalisme kondisi tersebut mustahil terwujud. Alhasil gerakan yang diserukan berbuah pragmatisme belaka, berupa solusi yang tak mencapai akar permasalahannya yakni sistem kapitalisme batil.

Permasalahan UKT hanya sebagaian kecil bukti dari rusaknya sistem kapitalisme yang berlaku saat ini. Pergerakan dan idealisme yang dimiliki mahasiswa haruslah menuju kepada perubahan hakiki tanpa jeratan pragmatisme. Sudah sepatutnya sebagai mahasiswa Muslim memperjuangkan sistem berkehidupan yang sahih dan mampu menjadi pemecah berbagai persoalan umat manusia, yakni sistem Islam dalam naungan Khilafah. Wallahu’alam bishawab.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini