TV Analog Dihentikan, Siapa Diuntungkan?

0
27
Dian Sefianingrum/Foto : Ist.

OPINI

“Jika dulu hanya berkutat pada korespondensi surat menyurat dengan teknologi modern yang serba digital, semua akses informasi dapat dilihat dengan cepat dan lebih luas,”

Oleh : Dian Sefianingrum

PEMERINTAH, lewat kementerian komunikasi informatika secara resmi menghentikan siaran TV analog dan menggantinya dengan siaran digital untuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi (Jabodetabek) per Kamis, 3 November 2022.

Kebijakan tersebut seperti ditulis tempo.co (4/11/2022) dinilai double standard oleh Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo (HT). Diperkirakan 60 persen masyarakat di Jabodetabek tidak bisa lagi menikmati tayangan televisi analog, kecuali dengan membeli set top box (STB) atau mengganti televisi digital atau berlangganan TV parabola.

Sementara Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD sebagaimana dikutip Republika.co.id, (05/11/2022), menyatakan 98 persen masyarakat di Jabodetabek sudah siap menggunakan TV digital. Untuk masyarakat yang tidak siap, kementerian komunikasi dan informatika menyiapkan posko.

TV analog memakan sumber daya yang besar pada spektrum 700 MHz sedangkan TV digital hanya membutuhkan 176 MHz sehingga akan ada dividen digital 112 MHZ. Adanya dividen akan digunakan untuk kepentingan lainnya seperti peningkatan kualitas internet 4G dan 5G, menambah besar peluang berkembangnya ekonomi digital, dan lainnya.

Teknologi dalam Pandangan Kapitalisme VS Islam
Perkembangan teknologi memang tidak bisa dipungkiri termasuk dalam bidang telekomunikasi. Jika dulu hanya berkutat pada korespondensi surat menyurat dengan teknologi modern yang serba digital, semua akses informasi dapat dilihat dengan cepat dan lebih luas. Adanya perkembangan internet, TV digital dan sebagainya menjadi bukti fisik perkembangan tersebut.

Sayangnya, tidak semua masyarakat dapat menjangkau perkembangan teknologi saat ini seperti transformasi TV digital. Masyarakat belum semuanya siap dengan perubahan ini.

Pengamat Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda menilai masyarakat belum 100% siap menghentikan TV analog atau bermigrasi ke TV digital. Ketidaksiapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor ekonomi.

Untuk bermigrasi dari TV analog ke TV digital sebagian masyarakat menengah ke bawah akhirnya terpaksa membeli Set Top Box (STB) alat konversi siaran TV digital. Tentu hal tersebut mengharuskan mereka merogoh kantong semakin dalam apalagi saat ini hampir seluruh sektor kebutuhan publik termasuk telekomunikasi juga menjadi bahan komersil. Layanan telekomunikasi tidak murni disediakan oleh pemerintah namun juga ada kendali industri.

Maka efisiensi frekuensi akan menguntungkan korporasi telekomunikasi seperti penilaian pengamat ekonomi Indef, Nailul Huda bahwa migrasi ini dapat menguntungkan dari sisi pengembangan telekomunikasi dari 4G ke 5G, meski hanya terbatas di daerah-daerah tertentu. Karena pita frekuensi dapat dipakai industri telekomunikasi.

Alhasil di balik gemerlap kecanggihan teknologi digital akan ada masyarakat yang tidak melek teknologi dan tetap harus berkutat dengan hidup berteknologi manual atau beban hidup mereka semakin bertambah hanya karena untuk mendapatkan layanan tersebut.

Inilah atmosfer kehidupan dalam sistem kapitalisme, pemilik teknologi adalah yang memiliki modal besar dan mayoritas mereka adalah swasta. Bagi kapitalisme, teknologi adalah komoditas ekonomi yang menguntungkan sehingga orang harus mengeluarkan sejumlah uang untuk dapat menikmati teknologi. Akibatnya, lambat laun manusia dianggap tidak memiliki fungsi hanya karena mereka gagap teknologi (gaptek).

Islam memiliki pandangan khas terkait urusan teknologi. Faktanya, teknologi adalah instrument pendukung aktivitas kehidupan manusia. Semakin luas teknologi semestinya berbanding lurus dengan penyediaan lapangan kerja dan pengelolaan hidup yang membaik. Kondisi seperti inilah yang menjadi dasar dan tujuan pemimpin muslim mengembangkan teknogi sebagai wujud layanan kepada warga negara.

Dalam konsep Islam, teknologi adalah bagian dan sekaligus sebagai kebutuhan penting telekomunikasi yang dikategorikan sebagai jenis infrastruktur.

Syekh Abdul Qadim Zallum menjelaskan bahwa sarana pelayanan pos, surat menyurat, telepon, kiriman kilat, teleks, sarana televisi, perantara satelit, dan lain-lain merupakan salah satu jenis infrastruktur milik negara yang disebut dengan marafiq.

Marafiq adalah bentuk jamak dari kata mirfaq yaitu seluruh sarana yang dapat dimanfaatkan di pedesaan, propinsi maupun yang dibuat oleh negara selama sarana tersebut bermanfaat dan dapat membantu. Marafiq ‘ammah adalah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Maka perkembangan TV analog ke digital dan efisiensi pengguna frekuensi sejatinya dikembangkan untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi.

Pengembangan ini dibiayai oleh negara yang dananya berasal dari Baitul Mal pos kepemilikan negara. Sumber pos kepemilikan negara berasal dari harta usyur, kharaj, ghanimah, jizyah, dan sejenisnya.

Tanggung jawab penuh pemerintah menyediakan layanan telekomunikasi bagi publik membuat masyarakat siap dengan berbagai transformasi teknologi. Apalagi telekomunikasi sebagai salah satu perangkat media akan menjadi perhatian. Maka efisiensi frekuensi yang mempercepat perkembangan internet digunakan untuk kepentingan media.

Media dalam Islam memiliki peran strategis melayani dan mendistribusikan ajaran atau dakwah Islam. Di luar negeri, media islam berfungsi menyebarkan Islam baik dalam suasana perang maupun damai untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur buatan manusia.

Sehingga semakin tampak kewibawaan islam di kancah politik internasional.

Sedangkan di dalam negeri, media digunakan sebagai sarana membangun masyarakat Islam yang kokoh yaitu mengedukasi umat dengan tsaqafah Islam, berita keseharian, ilmu sains dan teknologi maupun informasi politik dalam dan luar negeri yang dikemas secara positif.

Kemajuan teknologi adalah keniscayaan, termasuk perkembangan teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi mempermudah kehidupan manusia menjangkau informasi. Namun, zaman sekarang teknologi menjadi bahan komersil sehingga untuk dapat menikmatinya harus mengeluarkan anggaran yang justru menambah beban hidup semakin pelik.

Sungguh sangat berbeda jika dibandingkan dengan Islam, yang memandang perkembangan teknologi sebagai sarana yang dapat digunakan negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Maka pemimpin dalam Islam bertanggung jawab menyediakan intsrumen penyedia layanan tayangan media dan tidak akan membiarkan para pemilik kapital menjadi pengendali media informasi apalagi sampai membisniskannya dengan rakyat. [*GF/RIN]

*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Al-Azhar Indonesia