OPINI
“Fasilitas utama sekolah masih banyak sekali tidak memadai dan kini dana BOS tersebut harus menanggung protokol kesehatan, pun digarisbawahi dengan anggaran yang dikurangi,”
Oleh : Dyandra Verren Pongtiku
RELAKSASI Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) akan berisiko tinggi terjadi klaster baru. Ini terjadi jika sekolah tatap muka dilakukan tanpa penyiapan memadai terhadap infrastruktur dan protokol kesehatan atau adaptasi kebiasaan baru (AKB) di lingkungan satuan pendidikan.
Pemerintah tetap akan melakukan uji coba sekolah tatap muka. Namun, uji coba terbatas sekolah tatap muka, amankah bagi para siswa? Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai April dan Juni 2021 bukanlah momentum tepat untuk melakukan uji coba terbatas sekolah tatap muka.
KPAI mengatakan seharusnya bulan-bulan tersebut digunakan untuk mempersiapkan infrastruktur dan protokol kesehatan di lingkungan sekolah. Seperti yang diberitakan liputan6.com, (03/03/2021), KPAI menyatakan hanya 16,3 persen sekolah yang sudah siap melakukan pembelajaran tatap muka. Persentase tersebut didapatkan dari pengawasan KPAI pada Juni-November 2021 dari 49 sekolah di 21 kabupten/kota pada 8 provinsi.
Adapun pengambilan keputusan tersebut dilatarbelakangi adanya desakan dari publik untuk segera membuka kembali persekolahan. Alasannya banyak pihak merasa PJJ tidak berlangsung dengan efektif untuk siswa-siswi. Pertama, dari pihak orang tua/wali murid yang sudah tidak sanggup mengajar anak mereka sendiri di rumah. Kedua, tidak lupa juga opini baru-baru ini yang disampaikan Menteri Pendidikan terkait meningkatnya kasus pernikahan dini jika belajar tatap muka tak segera digelar.
Dari alasan-alasan tersebut tentu saja menimbulkan pertanyaan yang sebelumnya sudah tidak asing lagi, siapkah sekolah-sekolah ini untuk melakukan pembelajaran tatap muka? Apakah telah memiliki penunjang yang memadai dan merata di seluruh Indonesia atau hanya segelintir saja?
Persiapan Sekolah Tatap Muka
Menurut KPAI ada 5 komponen yang harus disiapkan sebelum sekolah tatap muka dilakukan, yakni: Pemerintah daerah, sekolah, guru, orang tua dan anak. Pemerintah daerah harus melakukan pemetaan masalah sekolah di wilayahnya. Sekolah yang siap dan belum siap harus diketahui datanya oleh pemerintah daerah. Bagi sekolah yang siap, perlu dipastikan melalui pengawasan langsung ke lapangan. Sementara untuk yang belum siap, perlu ada intervensi anggaran untuk membantu penyiapan.
Sekolah perlu menyiapkan seluruh infrastruktur yang dibutuhkan dalam adaptasi kebiasaan baru. Sekolah juga harus memiliki ruang ganti untuk warga sekolah yang naik kendaraan umum dan berganti seragam. Ruang isolasi sementara juga perlu dibuat jika ada warga sekolah yang sakit. Guru, harus siap mengajar di kelas tanpa melepas masker atau meletakkan masker di dagu dan di dada. Para guru harus menjadi model yang dapat dicontoh peserta didik.
Para guru juga wajib melakukan pemetaan materi pembelajaran antara materi yang sulit dan mudah. Sementara orang tua, harus melatih anak-anaknya menggunakan masker setidaknya empat jam tanpa dilepas. Orang tua juga harus bekerja sama untuk memastikan anak-anaknya langsung pulang setelah selesai sekolah. Anak-anak, adalah kelompok utama yang wajib diedukasi untuk mengubah perilaku saat PTM di saat pandemi.
Pada pidato daringnya 30 Maret lalu, Nadiem Makariem menegaskan semua sekolah harus sudah membuka belajar tatap muka pada Juli 2021. Ia juga menegaskan supaya dana BOS diprioritaskan digunakan untuk memenuhi daftar periksa pembelajaran tatap muka (PTM). Namun jika kita melihat alokasi anggaran Dana BOS pada 2021 ini menurun dibanding tahun sebelumnya. Dari sekitar 54,3 T menjadi 52 T.
Selama ini kenyataannya dana BOS sebelum pandemi pun kerap diselewengkan dari hakikatnya. Fasilitas utama sekolah masih banyak sekali tidak memadai dan kini dana BOS tersebut harus menanggung protokol kesehatan, pun digarisbawahi dengan anggaran yang dikurangi. Dari pernyataan Kemdikbud sendiri akan ada kerja sama dengan paguyuban orang tua untuk terpenuhinya prasarana kesehatan.
Ini tentu saja tidak sesuai dengan komitmen pemerintah yang katanya menjamin 100% kesiapan sekolah untuk menjalankan pembelajaran tatap muka. Nyatanya orang tua/wali masih harus dibebankan dengan sumbangan-sumbangan untuk sekolah yang harusnya menjadi tanggung jawab pemerintah penuh. Lalu, alokasi dana daerah untuk pendidikan pun tak jelas bagaimana detailnya. Sementara Pemerintah setempat wajib ikut andil dalam wacana PTM.
Kemudian para pengajar, sampai hari ini nyatanya belum semua guru divaksinasi sekalipun menjadi prioritas. Fakta lapangan menunjukkan lebih banyak guru yang masih dalam daftar tunggu vaksinasi. Terakhir tentu saja anak-anak, tidak ada suatu terobosan baru pemerintah untuk mengedukasi siswa-siswi ini apa saja hal-hal yang mereka harus lakukan jika PTM terjadi.
Kebijakan Negara dalam Sudut Pandang Ideologi Islam
Negara dalam Islam diwajibkan membuat kebijakan bukan berdasarkan desakan publik semata, tapi menimbang faktor jaminan keamanan-keselamatan manusia di atas pertimbangan kemudahan. Hal ini karena Islam memandang aturan Allah sebagai hal tertinggi yang patut diterapkan bukan hanya keinginan hawa nafsu manusia belaka.
Prinsip kebijakan yang terkandung dalam kaidah fikih yang mengarahkan kepada sebuah tanggung jawab kebijakan pada kemaslahatan, yakni تَصَرُّفُ الإِمَامِ عَلَي رَعِيّةٍ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ (kebijakan pemimpin atas rakyatnya harus terkait dengan kemaslahatan). Adanya kebijakan yang ditujukan untuk kemaslahatan rakyat maka dapat terciptalah suatu keadilan.
Oleh sebab itu, Islam memandang penting bagi seorang pemimpin harus memiliki sudut pandang yang tajam dalam menentukan kebijakan untuk kemaslahatan bangsa dan negara. Hal ini sudah diterapkan oleh Rasulullah SAW sejak kepemimpinannya hingga kekhalifahan Utsmani.
Negara selalu mengutamakan kepentingan rakyat di atas apapun, bahkan sekalipun mendapat penawaran yang terlihat menguntungkan, karena kecerdasannya para pemimpin Islam bisa berpikir tajam tidak semua hal yang terlihat mudah dan menguntungkan baik untuk kemaslahatan rakyat. Semua bisa hanyalah kesemuan belaka yang malah bisa menyebabkan petaka.
Khatimah
Tampak sekali suatu kebijakan yang dilaksanakan dari hasil paksaan hanya akan menciptakan permasalahan baru lainnya dan tidak mengatasi permasalahan yang ada hingga ke akarnya. Penerapan Islam secara kafah akan menunjukkan syariat Islam adalah satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan seluruh problematika kehidupan bahkan menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. [*]
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Gunadarma