Jakarta, lapan6online.com – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDIP, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mengatakan, saat ini pihaknya terus bekerja keras untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP). Apalagi, menurutnya, masyarakat juga turut mendesak agar pemerintah segera memiliki undang-undang yang mengatur soal perlindungan data pribadi tersebut.
Demikian disampaikan TB Hasanuddin saat menjadi narasumber dalam Webinar Forum Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo bekerja sama dengan Komisi I DPR RI dengan tema “Urgensi Perlindungan Data Pribadi”, Selasa (23/8/2022).
Ia mengungkapkan, wacana perlindungan data pribadi muncul di tengah maraknya kejahatan siber berupa pencurian data pribadi. Adapun risiko yang kemudian muncul adalah maraknya tindak kejahatan seperti penipuan dan lain-lain.
“Berangkat dari itu, ada permintaan yang mendesak untuk menyediakan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi,” kata Hasanuddin.
Hasanuddin menilai, keberadaan UU PDP itu menjadi penting lantaran pesatnya perkembangan teknologi dan informasi di Indonesia. Pada 2021 saja, lanjut dia, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 212,35 juta dari 270,63 jiwa.
“Nilai transaksi e-commerce di Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara mencapai 21 miliar dolar AS,” ujarnya.
Narasumber lain, Guru Besar Fisip Unair, Henri Subiakto, mengatakan, data pribadi sangat penting untuk dilindungi karena menjadi incaran perusahaan-perusahaan global. Dirinya pun berharap UU PDP ini bisa segera disahkan oleh DPR RI.
“Untuk UU perlindungan data pribadi ini pemerintah ingin dia ada di bawah presiden atau pemerintah,” kata Henri.
Ia menjelaskan, yang menjadi rebutan perusahaan-perusahaan global adalah data yang spesifik dan dinamis seperti perilaku, hobi, hingga pandangan politik.
“Kita kalau belanja sukanya apa, kalau pergi sukanya ke mana dan lain-lain. Ini Google tahu. Mereka tahu kita berada di mana karena kita share location. Ini yang sering disebut sebagai tambang baru dalam dunia digital,” ujar Henri.
“Jadi perilaku kita ini direkam oleh platform-platform itu. Sehingga mereka tahu kesukaan kita apa, sering pergi ke mana dan lain-lain. Jadi itulah yang harus diatur dan diawasi oleh negara agar tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang merugikan bagi masyarakat,” lanjutnya.
Sementara, akademisi Universitas Bakrie, Yudha Kurniawan, mengatakan, ada dua kategori data pribadi yang ada dalam RUU PDP, yakni bersifat umum dan spesifik. Menurutnya, data pribadi harus dilindungi karena menghindari intimidasi online misalnya bullying dan sebagainya.
“Selain itu juga untuk melindungi data pribadi agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kemudian untuk menghindari upaya pencemaran nama baik. Selanjutnya menghindari pencurian data pribadi. Kita juga harus ada jaminan penggunaan hak kita sendiri. Misalnya ada survei penduduk, kita punya hak untuk menolak memberikan data pribadi kita,” katanya.
Ia menyebutkan, di negara Asia Tenggara ada tujuh negara yang disurvei terkait keamanan data pribadi. Ternyata, lanjut dia, negara yang paling perhatian terhadap data pribadi adalah Singapura.
“Indonesia alhamdulillah saat ini sudah semakin aware dengan keamanan data pribadi. Tetapi ketika disurvei lebih lanjut, banyak juga masyarakat kita yang menganggap bahwa menyebarkan data pribadi itu masih aman,” paparnya.