“Covid-19 juga merusak dan melemahkan perekonomian serta keuangan banyak negara di dunia dan merusak rasa kebahagiaan serta suka cita umat manusia di banyak negara di dunia ini dan menciptakan rasa penderitaan yang sangat luar biasa pada umat manusia di bumi ini,”
Oleh: Kan Hiung
Jakarta | Lapan6Online | Sekitar akhir bulan Desember 2019 hanya seorang wanita berumur 57 tahun positif Covid-19 di Wuhan, Hubei, China. Dia penjual udang di pasar makanan dan hewan hidup di Wuhan diklaim sebagai salah satu korban pertama virus corona baru alias Covid-19.
Wanita 57 tahun tersebut diidentifikasi oleh Wall Street Journal sebagai Wei Guixian dan diyakini sebagai ‘patient zero (pasien nol)’ atau orang pertama yang dinyatakan positif terinfeksi Covid-19, dan sekarang wabah Covid-19 sudah menyerang ke semua negara di dunia.
Bayangkan, hanya berawal dari satu orang saja positif, Covid-19 sudah dapat menyerang semua negara di dunia, bagaimana dengan keadaan saat ini yang sudah ada ribuan dan jutaan orang yang sudah positif Covid-19?
Di dunia ini sangat teramat jarang orang mati hanya karena rasa ketakutan, namun secara global hingga saat ini, atau mungkin karena kurangnya rasa takut dan informasi tentang Covid-19 telah membuat 1.853.155 orang positif terjangkit dan sudah terjadi 114.247 kematian. Ada pun 423.625 pasien yang berhasil dipulihkan.
Virus Covid-19 memang patut disebut sebagai iblis, seperti di cerita film ‘Sun Go Kong’.
Mengapa Covid-19 patut disebut sebagai iblis? Karena Covid-19 adalah barang yang tidak terlihat oleh mata, namun dapat menyerang dan menewaskan manusia dengan cara membuat manusia sesak nafas hingga mengalami kematian serta penyerangan terjadi tanpa berwujud dari manusia ke manusia.
Covid-19 juga merusak dan melemahkan perekonomian serta keuangan banyak negara di dunia dan merusak rasa kebahagiaan serta suka cita umat manusia di banyak negara di dunia ini dan menciptakan rasa penderitaan yang sangat luar biasa pada umat manusia di bumi ini.
Ada juga pasien Covid-19 yang sudah sembuh, tetapi dapat terulang terjangkit lagi dan sangat teramat banyak orang yang sudah positif terjangkit Covid-19 yang ternyata belum menimbulkan gejala, namun sudah dapat menular dari manusia ke manusia yang terus menerus seperti mata rantai yang sangat teramat sulit untuk terlacak dan diputuskan.
Secara logika sederhana, kemungkinan besar penularan akan teramat besar terjadi pada mereka yang kurang adanya rasa takut dan kurangnya informasi tentang Covid-19.
Mengapa? Karena tanpa adanya rasa takut dan informasi serta implementasi yang cukup tentang Covid-19, maka upaya dan teknik cara pencegahan Covid-19 akan cenderung semakin rendah, sehinga proses penularan akan jauh lebih cepat dan sangat banyak.
Dengan demikian, terkait Covid-19, apakah lebih baik banyak orang merasa takut atau tidak perlu takut dan/atau cukup sedikit takut saja? Apakah Lebih baik banyak tahu atau cukup tahu sedikit-sedikit saja?
Satu hal perlu diingat dan disadari semua orang di dunia ini, hingga saat ini, belum ada satu orang pun di dunia ini yang berhasil menemukan obat dan vaksin yang pasti untuk mengatasi Covid-19.
Beberapa ahli pengujian dan penelitian obat dan vaksin di beberapa negara maju masih di dalam tahap uji klinis. Ini pun, jika lancar, masih membutuhkan waktu sekitar 6 bulan hingga 18 bulan akan datang baru dapat diedarkan ke seluruh dunia.
Satu-satunya cara paling efektif untuk mengakhiri wabah Covid-19, yaitu dengan cara lockdown atau melakukan penahanan manusia secara keseluruhan dengan sepenuhnya menggunakan kekuatan bagian pertahanan dan keamanan negara.
Cara ini pun harus dikaji secara komprehensif dan melibatkan banyak ahli untuk melakukan persiapan solusi yang cermat, terukur, terstruktur dan target waktu yang jelas serta target utamanya adalah untuk memperoleh kasus Covid-19 hingga ke angka nol. Pertanyaannya, apakah cara ini mampu dilakukan?
Satu hal lagi, apakah kita hanya bisa menunggu adanya mukjizat dari Tuhan Yang Maha Esa yang tiba-tiba mengakhiri kasus Covid-19 di seluruh dunia?
Berarti, secara akal sehat dan hati nurani, kita patut berpikir dan bertindak preventif serta melakukan banyak hal untuk mempersiapkan diri, terutama, bagaimana substansi cara menghadapi Covid-19 dalam waktu paling singkat untuk 6 bulan hingga 18 bulan akan datang? ****
*Penulis adalah Pengamat Sosial dan Hukum