“Penggagas dari HWPL yaitu Bapak Man Hee Lee adalah seorang veteran yang pernah merasakan dampak dari perang, sehingga beliau membuat langkah-langkah perdamaian yang lebih sistematis untuk menghentikan perang dengan baik melalui DPCW.”
Ciputat/Banten, Lapan6Online : Heavenly Culture, World Peace and Restoration of Light (HWPL) menggelar World Peace Summit 2019 di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Banten, pada Selasa (10/9/2019).
Tujuan diselenggarakannya World Peace Summit 2019 ini adalah memberikan masukan dan solusi untuk mendukung DPCW mengaplikasian perdamaian dunia dan penghentian perang oleh setiap negara.
Acara WARP Summit biasanya diadakan di Korea, tetapi untuk tahun ini diselenggarakan di masing-masing negara, dengan satu tujuan agar segera bisa mendapat dukungan dan langsung diaplikasikan di setiap negara. DPCW yang terdiri dari 10 Artikel dan 38 Klausa tidak bertentangan dengan UU yang berada di Indonesia.
Hadir dalam kesempatan HWPL World Peace Summit 2019 di UIN Ciputat tersebut antara lain, Prof DR. Amany Lubis (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), H.E Mayjen Pol (Purn) Drs. Sidarto Danusubroto, S.H (Anggota Watimpres), Dr. Wawan H. Purwanto (Pengamat/Peneliti Intelijen LPKN), Dr. Elza Syarif, S.H, MH (Ketua HAPI), Parlindungan Purba, S.H, M.H (Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah RI).
Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof. DR. Amany Lubis yang hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan, UIN adalah kampus pembaharuan dan sudah mengadakan pendekatan kerukunan perdamaian, harmonisasi yang sudah dilakukan sejak lama.
Ditambahkan Amany, terkait upaya perdamaian ini, dirinya telah bergabung dan bertasipiasi dalam organisasi perdamaian dunia di Abu Dhabi baru-baru ini (Declaration of Humanity and Frathernity), di mana umat Islam dan umat beragama di dunia ingin mengadakan perdamaian dengan cara resolusi konflik.
“Penggagas dari HWPL yaitu Bapak Man Hee Lee adalah seorang veteran yang pernah merasakan dampak dari perang, sehingga beliau membuat langkah-langkah perdamaian yang lebih sistematis untuk menghentikan perang dengan baik melalui DPCW.” Ujar Amany.
Ditambahkan Amany, pembahasan tentang Point 10 (Spreading Culture of Peace), apakah juga memasukkan penghormatan terhadap tradisi dan budaya setempat dengan tujuan untuk mengajak perdamaian global, sehingga melalui kearifan lokasl bisa mengajarkan budaya perdamaian untuk menghindari perdamaian.
Drs. Sidarto Danusubroto, S.H (Anggota Watimpres) sebagai pembicara dalam kesempatan tersebut mengatakan, perdamaian adalah mimpi segala bangsa. Perang sudah dialami dan telah memakan banyak korban, termasuk Indonesia.
Budaya perdamaian adalah sifat yang mulia. UUD Indonesia berbunyi “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan atas berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social”. Beliau memberikan saran supaya UUD ini dapat menjadi salah satu landasan dalam pembentukan hukum perdamaian dunia.
Selain itu, Parlindungan Purba, S.H, M.H (Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah RI) mengatakan, langkah-langkah yang perlu diambil dalam mengaplikasikan DPCW adalah dengan menjalin komunikasi dengan delegasi Indonesia yang sudah pernah mengikuti kegiatan HWPL di Korea.
Dr. Elza Syarif, S.H, MH (Ketua HAPI) menyinggung soal faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya peperangan antara lain; media, karena bisa menyebarkan secara cepat hal-hal negative Melalui media juga bisa menyebarkan sentimenisasi terhadap SARA. Melalui media, beberapa orang mendapat keuntungan dari beberapa tayangan kekerasan dimana orang banyak lebih suka menontonnya
Dari beberapa penyebab tersebut, maka Elza Syarif memandang perlunya pendidikan budaya (anak kecil oleh para ibu, dan penyelenggaraan pendidikan perdamaian di sekolah).
Paparan lain dalam HWPL World Peace Summit 2019 itu, Dr. Wawan H. Purwanto (Pengamat/Peneliti Intelijen LPKN) mengungkapkan nilai-nilai Kebinekaan dan filosofi yang dianut oleh bangsa Indonesia yang mengajarkan nilai-nilai luhur untuk mencapai perdamaian dan membentuk perilaku.
Dengan adanya nilai-nilai luhur tersebut, tambahnya, maka masyarakat dapat menyelesaikan konflik yang terjadi tanpa harus menunggu campur tangan dari pemerintah.
Syaifullah Amin Syafii menambahkan bahwa perdamaian dunia hanya bisa terjadi dengan penegakan keadilan bagi rakyatnya dengan cara meminimalisasi kekerasan oleh penguasa. Dengan adanya kampanye perdamaian, diharapkan semua masyarakat bisa merasakan keamanan dan kedamaian dengan penanganan konflik yang meminimalisasi kekerasan. Memberikan penghargaan yang nyata kepada identitas setiap agama, hukum yang berkontribusi nyata terhadap perdamaian.
Dalam paparan secara bersama yang digelar secara khusus antar pembicara dalam World Peace Summit 2019 itu Prof. Drs. Andi M Faisal Bakti, M.A, Ph.D lebih mengidentifikasi konflik seperti muslim dan muslim, pemerintah dan daerah, sipil dan militer, pribumi dan nonmuslim, sekkularisme, modern dan tradisional, gender dan aliran sektesekte keagamaan.
Selain itu tambah wakil rektor bidang kerjasama UIN Syarif Hidayatullah ini, ada pula konflik perdagangan yang berdampak pada dunia seperti AS dengan china sehingga menyebabkan kehancuran perkenomian, budaya dan filsafat.
Sebelum usai, acara dilanjutkan dengan penandatanganan dan ikrar perdamaian yang dibacakan oleh Ketua BEM mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah untuk Jokowi. GF