Penulis: M Rizal Fadillah, (*)
Lapan6online.com – Setelah menyatakan mundur dari jabatan Menteri Hukum dan HAM konon ingin fokus di DPR RI, ternyata yang bersangkutan diangkat jadi Menteri lagi. Orang bertanya ada permainan apa. Alasan agar dibuat wajar adalah Yasona menyadari “berat” nya menjalankan roda kementrian. Akan tetapi karena “diminta” Presiden maka tak dapat menolak jabatan tersebut. Fakta sebenarnya selayaknya Yasona yang sudah mundur tidak dipakai lagi karena ia termasuk menteri yang gagal.
Diujung masa jabatan Yasona bertanggung Jawab atas persetujuan Pemerintah mengenai revisi UU KPK, pengajuan RUU Pemasyarakatan, dan RUU KUHP yang memuat aturan aturan kontroversial. Diprotes keras aksi mahasiswa dan kalangan perguruan tinggi. Dua RUU di atas ditunda pembahasannya. UU KPK menggantung sebab ada tuntutan pencabutan. Keluar atau tidak Perppu, Yasona Laoly akan ikut bertanggungjawab pula.
Sebagai Menteri Hukum dan Ham catatan permasalahan hukum yang ada lima tahun ke belakang cukup buruk. Hukum tidak mandiri dan berwibawa. Menjadi alat kepentingan politik. Memilih dan memilah milah. Tumpul ke atas tajam ke bawah. Meski berhubungan dengan instansi lain, Kepolisian misalnya, tetapi wajah hukum Pemerintah tercermin lewat pelaksanaan tugas Kemenhukham. Dukungan pada lawan politik cepat jadi target pesakitan hukum. Sementara pendukung, meski kena kualifikasi delik, sulit untuk diproses. Armando, Denny Siregar, Abu Janda dan lainnya seperti kebal hukum.
Pengangkatan Wakil Menteri dari kalangan politisi bukan dari ASN di kementrian tersebut adalah melanggar UU No 39 tahun 2008 tentang Kementrian Negara. Hal ini tentu merupakan pengabaian hukum. Menhukham mestinya mengingatkan Jokowi. Nyatanya pelanggaran hukum di awal masa jabatan ini berjalan mulus. Wamen menjadi kursi politik yang dibagi bagi.
Sebagai Menteri HAM lebih amburadul lagi. HAM tidak terlindungi. Hampir 700 petugas Pemilu tewas dianggap angin lalu. Terbunuh dan teraniaya aktivis di aksi aksi unjuk rasa tak terinvestigasi. Mahasiswa ditembak pun “salam wala kalam” dianggap lumrah. Korban di Papua lebih tragis. Yasona dan Jokowi santai santai saja. Warga pendatang dibantai sadis tanpa proteksi aparat yang memadai. Bahkan separatisme dimaklumi dianggap sebagai “overmacht”. Betapa tak adilnya penegakkan Hukum dan HAM di negeri Pancasila ini.
Yasona Laoly adalah Menteri gagal yang dipertahankan tanpa prestasi.
Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Hukum dan Ham adalah profil menteri gagal. Ironi di antaranya masih saja dipakai seolah olah berprestasi. Ini bagai kampret yang tidur terbalik atau kodok yang nyaring bersahutan dan melompat lompat. Besok diprediksi tak jauh berbeda.
Jika nuansa posisi Menteri itu berbagi kue, maka wajar jika publik melihat masing masingnya juga berbagi dosa. Sanksi harus berlaku bagi para penyimpang yang hilang rasa malu dan salah. Yasona dan teman temannya sebenarnya tak layak untuk diangkat lagi.
Tapi mau apa dikata, nyatanya pemilihan Menteri Jokowi sekarang ini terkesan asal asalan dan hanya mengakomodasi kepentingan kroni. (Bandung, 27 Oktober 2019).
*) Penulis adalah Pemerhati Politik, (*)