Yuk Wisata ke Pantai Batu Ular di Kaki Gunung Piapi

0
561
Lokasi wisata Pantai Batu Ular Desa Pulutan
“Respon pemerintah daerah sudah sangat baik, bahkan mereka sudah memerintahkan kami untuk menyiapkan lahan. Tetapi semua harus ditunda karena kondisi negara yang sedang menghadapi pandemi,”

Talaud | Sulawesi Utara | Lapan6Online : Pantai Batu Ular, merupakan tempat wisata yang terletak di Desa Pulutan, Kecamatan Pulutan, Kabupaten Talaud Sulawesi Utara (Sulut). Kompleks wisata yang terletak di bawah kaki Gunung Piapi ini, penuh dengan sejarah dan mistis yang membuat hati pengunjung ketar-ketir mendengarnya.

Terletak kurang lebih 30 km dari Ibu Kota Kabupaten di Melonguane, akses menuju tempat wisata ini sedianya sudah tergolong baik dan mudah dijangkau. Namun sayangnya, perhatian pemerintah desa dan daerah masih kurang, sehingga terkesan terabaikan dan tak terawat.

Menilik kembali sejarah di balik cerita batu yang berbentuk ular tersebut, diketahui bahwa batu tersebut sudah ada sejak ribuan tahun silam. Meski belum ada penelitian pasti soal batu berbentuk ular yang memiliki panjang kurang lebih 100 meter tersebut, namun masyarakat setempat yakin, batu tersebut adalah ular raksasa yang terbunuh oleh leluhur jaman dahulu.

Dari keterangan Soni Batara, salah seorang masyarakat yang diwawancarai di Pantai Batu Ular, diketahui bahwa dari cerita turun temurun yang telah didengarnya sejak kecil, ular raksasa ini merupakan raja yang telah berkelana ke seantero dunia dan tak pernah bisa ditaklukkan.

Namun kata dia, ketika datang di Talaud, ular raksasa tersebut berhasil dibunuh oleh tetua penghuni Gunung Piapi dan mati tergelinding ke pantai, yang kemudian jasadnya menjadi batu di tepi pantai.

“Ceritanya, ular raksasa ini dibunuh dengan tiga buah batu panas, yang dibakar para tetua dahulu dan kemudian diberikan kepada ular. Katanya ular tersebut ditipu bahwa batu panas tersebut adalah pinang, kapur dan sirih, sehingga ketika dia memakannya dia mati,”ujar Soni menceritakan sedikit sejarah tentang batu ular.

Di satu sisi di lokasi wisata, Soni menunjukkan salah satu genangan air yang diyakini adalah empendu dari ular yang mati tersebut. Kata dia, genangan air tersebut dulunya berwarna biru pekat dan berbagai hewan air, seperti ikan dan udang hidup di sana.

Menurut dia, masyarakat percaya bahwa air tersebut bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Namun ada pantangan dan larangan yang harus ditaati pengunjung ketika datang ke tempat tersebut.

Misalnya, lanjut dia, pengunjung dilarang untuk berbuat semaunya ketika berada di pantai tersebut, seperti mengambil tanaman, bebatuan dan lain sebagainya.

“Korban sudah ada, mereka dulu mengambil pasir dan batu dari pantai ini untuk dijual. Kematianm adalah akibat jika tak mematuhi larangan di sini. Dulu juga ada yang memecah batu pinang yang digunakan untuk membunuh ular, tak lama kemudian dengar kabar orang tersebut telah meninggal,” terang Soni.

Tak jauh dari genangan empedu ular, dia juga menunjukkan salah satu tempat bersejarah berbentuk kursi dan meja. Menurutnya, tempat tersebut adalah tempat duduk raja kala itu dan merupakan tempat pertemuan para tetua kampung, untuk mengatur pemerintahan tempo dulu. Namun sayang, dia tak bisa menunjukkan batu yang berbentuk kepala ular. Menurut dia, ketika air pasang pengunjung tak bisa ke sana karena tertutup air.

Sementara itu, Kepala Desa Pulutan Selatan, Wemprit Sumare yang ditemui di kediamannya, mengaku bahwa mereka sedianya telah mengalokasikan dana desa untuk pengembangan pariwisata batu ular, melalui program inovasi desa.

“Sedianya tahun kemarin kami sudah mengalokasikan anggaran untuk pengembagannya dan semestinya tahun ini sudah masuk program prioritas.

Namun kita ketahui bersama bahwa saat ini negara sedang dilanda pandemi dan semua program harus ditahan dulu, untuk fokus terhadap penanganan masalah ini,”ujar Sumare.

Selain itu, sambungnya, mereka juga sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan sudah ada respon baik, untuk mereka segera mempersiapkan lahan wisata pantai.

“Respon pemerintah daerah sudah sangat baik, bahkan mereka sudah memerintahkan kami untuk menyiapkan lahan. Tetapi semua harus ditunda karena kondisi negara yang sedang menghadapi pandemi,” tuntas Sumare.

Pantauan media ini, di lokasi wisata telah dibangun satu terminal untuk pengunjung dan juga toilet umum. Namun sampai saat ini bangunan tersebut tak terawat dan terkesan terabaikan.

Tangan nakal manusia dan minimnya pengawasan pemerintah setempat, masih menjadi kendala utama dari pengrusakan dan tak terawatnya lokasi wisata bersejarah tersebut.

Sampah dan eklpoitasi sumber daya alam di tempat wisata tersebut juga masih menjadi ancaman tersendiri dari rusaknya keindahan wisata batu ular Desa Pulutan. Ndry/kop/Mas Te

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini