“Hilangnya moral para pelajar, tindakan-tindakan kecurangan dalam pelaksanaan pendidikan yang bisa kita lihat dari PPDB bersistem zonasi misalnya, semua tidak terlepas dari peran negara yang mengesampingkan peran agama (Islam), mata pelajaran agama direduksi karena dianggap bukan hal utama,”
Oleh : Melani Widaningsih, S.Pd
Jakarta, Lapan6Online : Sesuai dengan ketetapan Kementrian Pendidikan dalam Permendikbud No.51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB), pada tahun ajaran 2019/2020 PPDB masih diharuskan menggunakan sistem zonasi dalam penerimaan calon peserta didik baru di sekolah-sekolah Negeri. Sistem zonasi ini mengharuskan calon peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya masing-masing.
Sejak dijalankannya sistem zonasi dalam PPDB ini memang banyak menuai protes dari berbagai kalangan khususnya dari para orang tua yang berharap anak-anaknya bisa mengecam pendidikan di sekolah negeri. Hal ini mengingat tidak sedikit diantara mereka merasa kecewa karena anaknya tidak bisa masuk sekolah negeri yang diharapkan hanya gara-gara berdomisili jauh dari lokasi sekolah meskipun secara umum anaknya merupakan siswa berprestasi dengan pencapaian nilai diatas rata-rata misalnya.
Hal ini tentu menjadi wajar. Ditengah kualitas pendidikan yang semakin menurun, mahalnya biaya pendidikan dan berbagai persoalan pendidikan lain yang belum mampu diselesaikan oleh para pemangku kebijakan, menyekolahkan anak mereka di sekolah-sekolah negeri setidaknya menjadi harapan agar anak mereka mampu mengecam pendidikan yang layak dengan biaya yang tidak terlalu membengkak. Meskipun tentu para orang tua tidak bisa serta merta mempercayakan sepenuhnya pendidikan anak ke sekolah sekalipun sekolah tersebut berstatus sebagai sekolah negeri.
Dalam Islam pendidikan adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki: (1) Kepribadian Islam; (2) Menguasai pemikiran Islam dengan handal; (3) Menguasai ilmu-ilmu terapan (pengetahuan, ilmu, dan teknologi/PITEK); (4) Memiliki ketrampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Hal ini tentu saja mampu dilaksanakan oleh setiap sekolah, baik sekolah negeri ataupun swasta selama standar pelaksanaan pendidikannya benar.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Negera belum benar-benar serius memberikan pelayanan pendidikan bagi masyarakat, tak jarang salah kaprah dalam memberikan solusi bagi setiap permasalahan pendidikan yang terjadi hari ini. Hilangnya moral para pelajar, tindakan-tindakan kecurangan dalam pelaksanaan pendidikan yang bisa kita lihat dari PPDB bersistem zonasi misalnya, semua tidak terlepas dari peran negara yang mengesampingkan peran agama (Islam), mata pelajaran agama direduksi karena dianggap bukan hal utama, hingga hilanglah adab dan keberkahan dari pelaksanaan pendidikan yang di dalam Islam merupakan penopang utama dalam keberlangsungan generasi yang mampu menguasai berbagai bidang keilmuan dan berkepribadian Islam.
Pendidikan dijalankan sebagai sarana beribadah kepada Allah, yang berlandaskan aqidah Islam. Maka negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda: “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rakyatnya”. (HR al-Bukhari dan Muslim).Wallahu’alam Bi Shawwab. GF
*Sumber : Radarindonesianews.com