NSEAS : 4 Tahun Jokowi Gagal “Bidang Pangan” Jadi Presiden, Layakkah Lanjut Jadi Presiden Pasca Pilpres 2019?

0
60
“Sudah 4 tahun berkuasa, Jokowi masih gagal menciptakan swasembada pangan. Masih berlangsung ketergantungan impor 29 komoditas pertanian dari beragam negara seperti: beras dan beras khusus, jagung, .kedelai, biji gandum, tepung trigu, gula pasir, gula tebu, daging lembu, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, kelapa, kelapa sawit, lada, kentang, teh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, tembakau, singkong, dan telor unggas, mentega, minyak goreng, bawang putih, lada, dan kentang,”

Oleh : Muchtar Effendi Harahap, Ketua Tim Studi NSEAS

Lapan6Online : Pelaksanaan Debat Publik Pertama ttg Hukum, Pemberantasan korupsi, penegakan HAM dan Terorisme dari segi kualitas sangat baruk. Kedua belah pihak tidak mampu menyajikan program atau rencana aksi segaligus strategi Yang diambil agar sasaran program dapat dicapai.

Semua peserta Pilpres seragam tidak bicara program dan strategi program Yang akam dimuat kelak di RPJMN setelah Mereka berhasil Jadi Presiden.

Pada Debat Publik kedua akan mengambil topik urusan pemerintahan yakni : Energi, pangan, sumber daya alam, lingkungan hidup, dan infrastruktur.

Sebagai Capres incumbent atau pernah menjadi Presiden 4 Tahun tentu punya pengalaman urus di budang2 Yang diperdebatkan ini. Namun , sekalipun punya pengalaman bisa Jadi Kinerja Buruk Dan Gagal mencapai target ditentukan. Berdasarkan hasil Studi Tim Studi NSEAS, Realitas obyektif menunjukkan bahwa Jokowi mengalami Kegagalan menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang “pangan”.

ISSU KEBIJAKAN IMPOR BERAS
Polemik publik dan kelembagaan negara terkait issu kebijakan jutaan impor beras telah melibatkan Kementerian Pertanian. Keterlibatan Kementerian ini karena dalam kebijakan apalagi impor beras, harus mendapatkan setidaknya rekomendasi atau persetujuan Kementerian ini. Di lain pihak, Kementerian Pertanian harus bertanggungjawab memproduksi beras nasional agar bisa swasembada dan tidak bergantung pada produksi luar negeri.

Polemik terkait issu kebijakan impor beras hanyalah refleksi dari kiprah Pemerintahan Jokowi-JK di bidang pertanian. Karena, bagaimanapun, Kementerian Pertanian merupakan institusi negara dipimpin seorang Menteri sebagai pembantu dan bertanggungjawab terhadap Presiden Jokowi. Semua pujian dan kritik terhadap kiprah Kementerian Pertanian, hal itu berarti pujian dan kritik terhadap kiprah Jokowi di bidang pertanian.

KEBIJAKAN PERTANIAN
Dalam realitas obyektif era Jokowi, kebijakan dan pembangunan di bidang pertanian tidak luput dari di samping sanjungan, juga kecaman dan kritik. Khusus kritik, beberapa di antaranya mencuat di publik baik via medsos maupun media massa, yakni:

1. Jokowi semakin yakin swasembada pangan dan kedaulatan pangan akan dicapai dalam kurun waktu, diperkirakan 4-5 tahun. Jokowi mengaku tidak akan segan-segan memecat Menteri Pertanian Amran Sulaiman jika gagal mencapai target swasembada pangan. Terapi, sudah 4 memasuki 5 tahun Jokowi menjadi Presiden RI, faktanya ? Target capaian masih belum terealisir alias dlm keinginan ! Masih belum mencapai target diharapkan. Amran Sulaiman masih tetap Menteri Pertanian. Jokowi omdo !

2.Ombudsman Republik Indonesia (RI) menilai, selama ini Kementerian Pertanian memberikan data tidak akurat terkait stok ketersediaan beras. Di lain pihak, Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menyebut data mengenai produksi beras nasional dimiliki BPS dan Kementerian Pertanian saling berbeda signifikan.

3. Ketergantungan impor beras sejauh ini, berbanding terbalik dengan target swasembada pangan dicanangkan Jokowi. Sepanjang era Jokowi, tercatat Pemerintah telah melakukan impor beras senilai USD1,17 miliar atau Rp15,58 triliun yang setara dengan 2,74 ton beras (Juli 2017). Pd 2018 ini Rezim Jokowi tiga kali menerbitkan izin impor beras kepada Bulog. Pertama, 500 ribu ton; kedua 500 ribu; ketiga, 1 juta ton. Total beras impor masuk ke Indonesia 2018 ini mencapai 2 juta ton. Impor beras bukan berhenti, malah tambah banyak.

4. Anggaran kedaulatan pangan melonjak 53,2 % dari Rp 63,7 triliun pd 2014 mencapai Rp 103,1 triliun pd APBN 2017. Namun, tingginya alokasi anggaran tsb ternyata belum optimal dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Adapun anggaran senilai ratusan miliar rupiah paling banyak dialokasikan untuk peningkatan produksi dan produktivitas pangan.

Kinerja Jokowi di bidang pertanian, dapat dievaluasi buruk atau baik, berhasil atau gagal, dari standar kriteria berdasarkan janji kampanye lisan Pilpres 2014, janji dlm dokumen NAWACITA, rencana kerja dlm RPJMN 2015-2019, dan Renstra dll.

Kriteria standar sebagaimana seharusnya terealisir dibandingkan dgn apa sesungguhnya terealisir oleh Rezim Jokowi. Seberapa lebar kesenjangan antara seharusnya dan apa terealisir merupakan dasar penentuan kinerja Jokowi di bidang pertanian baik atau buruk, berhasil atau gagal. Berdasarkan kerangka berpikir ini, Tim Studi NSEAS mengajukan hanya sebagian standar kriteria evaluasi kinerja Jokowi di bidang pertanian. Tentu saja semakin banyak standar kriteria bisa digunakan maka semakin memperkuat kesimpulan diambil.

STANDAR KRITERIA EVALUASI
Beberapa standar kriteria evaluasi kinerja Jokowi dimaksud adalah:

Pertama, di bidang pertanian, ada pembangunan bertujuan agar tercipta ” swasembada pangan”.
Makna swasembada pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan bahan makanan sendiri tanpa perlu mendatangkan dari pihak luar. Jokowi berjanji, takkan impor pangan dan akan mewujudkan swasembada pangan dan lepas ketergantungan dari jeratan impor. Tetapi, faktanya, sudah 4 tahun berkuasa, Jokowi masih gagal menciptakan swasembada pangan. Masih berlangsung ketergantungan impor 29 komoditas pertanian dari beragam negara seperti: beras dan beras khusus, jagung, .kedelai, biji gandum, tepung trigu, gula pasir, gula tebu, daging lembu, garam, mentega, minyak goreng, susu, bawang merah, bawang putih, kelapa, kelapa sawit, lada, kentang, teh, kopi, cengkeh, kakao, cabai, tembakau, singkong, dan telor unggas, mentega, minyak goreng, bawang putih, lada, dan kentang.

Kedua, perbaikan irigasi rusak dan jaringan irigasi di 3 juta Ha sawah. Utk luas irigasi di atas 3.000 Ha, pembangunan jaringan irigasi menjadi kewenangan KemenPUPR. Luas irigasi 1.000-3.000 Ha, pembangunan jaringan irigasi menjadi kewenangan Pemprov dan di bawah 1.000 Ha kewenangan Pemkab/Pemkot. Bagaimana realisasi rencana perbaikan dan pembangunan jaringan irigasi yg dicanangkan Jokowi?

Dirjen SDA KemenPUPR Imam Santoso sebutkan (28/5/17), realisasi pembangunan irigasi Kemen PUPR 43,91 % dari target. Masih jauh dari capaian kinerja. Progres Pemprov 7,05 % dan Pemkot/Pemkab 8,55 %. Juga Jokowi masih gagal meraih target.Bila dihitung dari target total 1 juta Ha, baru tercapai 28,04 %. Kinerja Jokowi sangat buruk urusan irigasi ini. Utk memperbaiki jaringan irigasi rusak, dari target 3 juta Ha, menjadi tanggung jawab KemenPUPR 1,3 juta Ha dan telah selesai direhab 961 ribu Ha (70,14 %).

Rehabilitasi Pemprov, Kab, Kota, rehabilitasi baru 136 ribu Ha atau sekitar 8 %. Intinya, atas standar kriteria ini kinerja Jokowi buruk dan masih gagal meraih target di bidang pertanian.

Ketiga, pembangunan 1 (satu) juta Ha lahan sawah baru di luar pulau Jawa. Info realisasi rencana kerja ini masih gelap. Belum ada data resmi Pemerintah, sudah seberapa luas realisasi target tercapai.

Keempat, Pendirian Bank Petani dan UMKM. Janji ini sama sekali dingkari Jokowi. Tak satupun terbentuk lembaga ini hingga 4 tahun Jokowi duduki jabatan Presiden RI.

Kelima, penyediaan gudang dgn fasilitas pengolahan pasca panen di tiap sentra produksi. Pemerintah masih belum memberikan data akurat sejak 4 tahun, seberapa unit gudang sudah terbangun. Hingga kini data realisasi masih gelap.

Keenam, Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga petani dengan indeks harga dibayar petani dinyatakan dalam persentase. NTP merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani.

Jokowi berencana, akan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP). Faktanya? Menurut Ekonom Faisal Basri, kesejahteraan petani terus mengalami penurunan. NTP mencerminkan daya beli petani turun dalam 3 tahun era Jokowi; dari 102,87 (2014) menjadi 101,60 (2016). Selama 3 tahun Jokowi berkuasa, petani semakin tidak sejahtera, khususnya petani pangan (Kompas.com, 26/9/2017). Diperkirakan, 4 tahun era Jokowi tidak ada peningkatan kesejahteraan petani.

Apa yang dapat Kita simpulkan dari uraian pembahasan singkat di atas, yaitu setelah 4 tahun berkuasa, Rezim Jokowi gagal di bidang pertanian dan juga gagal mencapai swasembada pangan. Padahal, Jokowi gembor2 awal kekuasaannya, swasembada pangan akan tercapai 4-5 tahun ini. Faktanya? Gagal !

Pengalaman kegagalan Jokowi di bidang pertanian dan swasembada pangan ini, tentu bisa mengundang pertanyaan ikutan: Masih layakkah Jokowi lanjut sebagai Presiden RI pasca Pilpres 2019? (****)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini