Problematika Kekerasan Pada Perempuan dan Anak di Masa Pandemi

0
149
Ilustrasi/Foto : Net

OPINI

“Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan diantaranya yaitu kekerasan fisik, meliputi tindakan memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik lainnya,”

Oleh : Mita Wulandari

FENOMENA kekerasan pada perempuan dan anak tampaknya sangat sering terjadi di negeri ini, ironi nya tiap tahun selalu terjadi penambahan kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak , miris memang pandemi tidak hanya merenggut banyak korban jiwa dan mengakibatkan ketimpangan sosial akibat ekonomi negara yang mati imbasnya juga mengarah pada faktor psikologis yang disertai kekerasan pada perempuan dan anak tercatat sepanjang 2020 angka kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 6.620 kasus.

Sementara kekerasan pada anak jumlahnya sebanyak 9.513 kasus, naik lebih dari 100 persen dibandingkan data tahun 2019 yang menunjukkan jumlah kasus sebanyak 3.900. Berdasarkan data tersebut, 55 persen di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.

“Kekerasan pada perempuan dan anak meningkat tajam selama pandemi. Seharusnya Presiden memperkuat anggaran dan status serta kewenangan KemenPPPA sehingga bisa maksimal merespons dan mengantisipasi dampak negatif dari kondisi yang sangat memprihatinkan itu,” kata HNW dalam keterangannya, Rabu (detiknews 13/1/2021).

Hasil yang dikemukakan SPHPN 2016 mengungkapkan beberapa jenis kekerasan yang dialami perempuan berumur 15-64 tahun baik oleh pasangan maupun bukan pasangan dalam periode 12 bulan terakhir maupun semasa hidup.

Bentuk-bentuk kekerasan yang dialami perempuan diantaranya yaitu kekerasan fisik, meliputi tindakan memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkram dengan keras pada tubuh pasangan dan serangkaian tindakan fisik lainnya. 18,3% perempuan yang sudah menikah dengan jenjang usia 15-64 tahun telah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual.

Kekerasan fisik mendominasi kasus KDRT pada perempuan yaitu sebesar 12,3% dibandingkan kekerasan seksual sebesar 10,6% (Kemenpppa 19/05/2018).

Bukan main-main kasus kekerasan pada perempuan dan anak selalu menjadi masalah yang kian hari semakin parah, bila sebelum pandemi saja tingkat kekerasan pada perempuan dan anak tergolong sangat tinggi maka tak heran ketika pandemi kekerasan mulai meningkat tajam.

Faktor psikologi yang membuat mental seseorang semakin menurun, faktor ekonomi yang kacau akibat imbas pandemi serta faktor pemicu lainnya yang membuat semakin memungkinkannya seseorang melakukan tindak kekerasan sebagai pelampiasan kemarahan dan derita yang dialami pasca imbas pandemi yang tak kunjung henti, kebijakan kapitalis memang tak pernah beraturan tak ada solusi mengenai kasus yang kian hari kian bertambah semua tampaknya menjadi ilusi di tengah wabah, padahal dapat dikatakan ini adalah kasus yang tidak main main harus ada solusi nyata untuk kasus separah ini.

Tidak jelasnya peran antara laki-laki dan perempuan mengakibatkan adanya diskriminasi terhadap kaum perempuan. Banyaknya kasus di negeri ini yang terjadi terhadap perempuan dan anak disertai kekerasan tentunya akan menjadi bayang suram dalam negeri ini
Perempuan yang seharusnya mampu mendidik generasi dan menciptakan peradaban gemilang seolah terancam keamanannya.

Nyatanya saat ini perempuan sudah berpindah alih dari ibu rumah tangga serta pendidik generasi malah disibukkan dengan karier untuk mencari nafkah, hal tersebut menjadi salah satu hal di antara banyak hal pula yang dapat menimbulkan konflik rumah tangga.

Perempuan butuh perlindungan untuk membebaskan diri mereka dari berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan yang dapat merendahkan harga diri dan kehormatan.

Agar perempuan mampu menjalankan tugasnya sebagai agen perubahan peradaban gemilang untuk sebuah bangsa, sebab hanya sistem Islam lah yang mampu memberikan perlindungan bagi perempuan. Islam memposisikan perempuan sebagai hal penting yang harus dilindungi dan dihormati.

Islam juga menyelamat kan perempuan dari segala tindakan yang merendahkan kehormatan mereka. Dan menjadikan perempuan sebagai ratu dan kunci peradaban. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini