OPINI
“Anggapan semacam ini sangat berbahaya, sesat bahkan menyesatkan. Tega-teganya pemerintah melabeli orang Islam dengan sebutan teroris. Mengapa pemerintah terlihat sangat anti kepada Islam?”
Oleh : Siti Aisyah, S.Sos.,
ADA yang bertanya, “Kenapa teroris pelakunya orang Islam?” Mungkin pertanyaan ini dapat mewakili apa yang ada di benak sebagian masyarakat. Namun, sebelum menjawab pertanyaan di atas, tentu kita harus tahu terlebih dahulu definisi terorisme. Berdasarkan definisi tersebut kita akan temukan siapa saja orang-orang yang memenuhi kriteria teroris.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 2018, dalam Pasal 1 ayat 2 dijelaskan terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.
Nah, jika dilihat dari definisi di atas, ternyata orang-orang yang memenuhi kriteria tersebut atau pelaku tindakan terorisme tidak ada indikasi pelakunya orang Islam. Bisa saja pelakunya beragama lain. Jadi tidak bisa disebut kalau teroris itu pelakunya orang Islam. Yang pasti ketika seseorang (tanpa melihat agamanya) melakukan perbuatan yang sesuai dengan pasal di atas, maka disebut teroris.
Kita bisa ambil contoh, kasus di Papua. Di Papua ada sekelompok orang yang mempunyai jaringan, mereka kerjaannya menembak dan bakar rumah warga, melakukan pemboman, mereka tidak beragama Islam. Yang pasti mereka sangat meresahkan warga.
Bahkan, Kapolda Papua, Irjen Paulus Waterpauw, seperti yang dilansir detiknews.com (26/6/2020), ada sekitar delapan jaringan yang sering beraksi di Papua, yakni: Kelompok Puncak Jaya pimpinan GT, kelompok Sinak pimpinan LK, ada di Ilaga pimpinan MM, kelompok Timaka pimpinan GB, kelompok di Paniai pimpinan BMY, kelompok Sugapa pimpinan AW meliputi Tembagapura, kelompok Lani Jaya pimpinan POW, kemudian kelompok Nduga pimpinan EK. Mereka semua sedang diikuti polisi.
Jika dilihat dari definisi terorisme sendiri, mereka itu sudah memenuhi kriterianya. Tapi, oleh pemerintah tidak disebut teroris. Pemerintah malah menyebutnya KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) saja.
Tapi anehnya, ketika yang melakukannya orang Islam, pemerintah menyebutnya teroris. Contohnya kasus terbaru, bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Ahad (28/3). Aksi itu dilakukan oleh pasangan suami istri berinisial L dan YSF. Aksi teror kedua berupa penembakan dilakukan oleh ZA di Mabes Polri, Rabu (31/3).
Dua aksi tersebut, dilakukan oleh orang Islam dan pemerintah sendiri menyebutnya teroris. Kok bisa berbeda ya? Padahal, kalau dilihat definisi teroris menurut UU mereka semua melakukan tindakan terorisme baik pelakunya orang Islam atau bukan orang Islam.Tentunya ada yang janggal dan aneh. Mengapa pemerintah mencap teroris hanya ditujukan kepada orang Islam saja? Apakah ini indikasi pemerintah anti Islam?Mengapa? Tak habis pikir memikirkannya.
Berdasar definisi terorisme, pelaku teror itu bisa saja beragama apa pun. Tapi secara politik pemerintah hanya mencap teroris itu bagi yang beragama Islam saja. Sedangkan yang tidak beragama Islam tidak disebut teroris, hanya dibilang kriminal.
Ketika pemerintah sudah menghakimi pelaku teroris itu hanya orang Islam saja, dari situ nanti media massa yang sepaham dengan pemerintah akan memberitakan hal yang sama. Nanti masyarakat akan baca beritanya dan tertanam di benak masyarakat kalau teroris itu ya orang Islam. Sementara yang beragama di luar Islam ketika melakukan perbuatan yang sama hanya disebut kriminal saja. Parah!
Nah, anggapan semacam ini sangat berbahaya, sesat bahkan menyesatkan. Tega-teganya pemerintah melabeli orang Islam dengan sebutan teroris. Mengapa pemerintah terlihat sangat anti kepada Islam?
Patut diduga, pemerintah merupakan kepanjangtanganan Barat yang benci kepada Islam dan kaum Muslimin. Pasalnya, Barat itu fobia terhadap Islam, berbagai cara dilakukannya agar Islam tidak akan pernah bangkit lagi. Maka, isu terorisme merupakan salah satu cara Barat yang dipimpin Amerika untuk memberikan stigma negatif bagi masyarakat dunia terhadap Islam.
Barat melalui anteknya yang tersebar di berbagai dunia, salah satunya di Indonesia, sengaja menggoreng opini melalui media-media mereka bahwa Islam adalah teroris.
Sangat wajar, jika tertanam dalam benak masyarakat umat Islam itu teroris dan teroris itu Islam. Jadi pertanyaan sebagian masyarakat, Kenapa pelaku teroris itu orang Islam?, itu salah satu keberhasilan Barat dalam mencitranegatifkan Islam dan umat Islam.
Adapun terkait umat Islam yang memang melakukan tindakan teroris, dalam ajaran Islam, perbuatan tersebut dilarang dan sebuah dosa besar, baik aksi bunuh diri atau melukai orang lain. Tindakan semacan itu sangatlah keliru jika dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam, yakni untuk berjihad melawan orang kafir. Bisa jadi tindakan itu dilakukan, oleh orang yang tidak paham Islam.
Padahal dalam Islam, jihad adalah memerangi orang kafir untuk meninggikan kalimat Allah. Namun, jihad dilakukan ketika kaum kafir itu terang-terangan mengangkat senjata dan memerangi umat Islam, maka umat Islam harus melawannya. Atau ketika kaum Muslim sudah berusaha melakukan langkah-langkah dalam rangka mendakwahi kaum kafir tapi mereka tidak mau, maka orang kafir itu diminta tunduk dengan aturan Islam dan membayar jizyah.
Tapi kalau tetap tidak mau juga baru diperangi. Itu pun harus dikomandoi oleh seorang pemimpin. Dalam Islam, pemimpin itu tiada lain adalah khalifah.
Untuk kasus bom bunuh diri itu, jelas sekali bukan makna jihad yang sesungguhnya. Jadi, sangat jelas, tindakan terorisme itu bertentangan dengan Islam. Seharusnya kaum Muslimin mulai sadar, ketika ada yang mencitraburukkan Islam itu semata-mata agar Islam tidak bisa bangkit lagi menjadi negara adidaya yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam. [*]
*Penulis Adalah Koordinator Kepenulisan Komunitas Muslimah Menulis Depok