OPINI
“Terbukti dalam penerapannya tidak ada diskriminasi terhadap penyediaan fasilitas Pendidikan untuk setiap individu rakyat. Juga tidak ada persyaratan yang menyusahkan rakyat demi mendapatkan fasilitas tersebut,”
Oleh : Zhuhriana Putri
DUNIA pendidikan sekolah tak henti-hentinya terlepas dari silih bergantinya kebijakan pemerintah. Namun, bergantinya kebijakan tahun demi tahun bukan malah membawa kebaikan terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Kualitas pendidikan tidak meningkat. Nampaknya sistem pendidikan negeri ini masih memiliki PR besar dalam mencerdaskan anak bangsa.
Permasalahan dari awal yang menyelimuti sistem pendidikan tak jauh-jauh dari uang. Masalah terkait penyaluran dana pendidikan BOS pun tak kunjung usai. Sedari dulu permasalahan ini terjadi hingga saat ini pun terulang kembali. Penyaluran dana BOS yang dinilai tak sesuai dengan sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan dirasa diskriminatif terhadap beberapa sekolah di Indonesia.
Dilansir dari Republika (5/9/2021), sikap Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tak berubah terkait syarat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler yang mengharuskan sekolah memiliki minimal 60 peserta didik dalam tiga tahun terakhir. Padahal sejumlah organisasi mulai dari Muhammadiyah hingga NU, telah mengkritik dan meminta aturan itu dicabut.
“Diskriminatif, dan tidak memenuhi rasa keadilan sosial. Sebagaimana Permendikbud tersebut terutama Pasal 3 ayat (2) huruf d tentang Sekolah Penerima Dana BOS Reguler tertera ketentuan sekolah yang memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 peserta didik selama tiga tahun terakhir,” ujar Wakil Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno.
Sejumlah sekolah swasta, lanjut dia, mengalami kendala dalam memenuhi jumlah peserta didik yang berjumlah 60 tersebut. Hal ini dikarenakan sekolah swasta banyak berada di daerah-daerah pelosok, yang mana belum terjangkau sekolah negeri (iNSulteng.com, 3/9/2021).
Aturan baru terkait penyaluran dana pendidikan BOS ditolak rakyat karena mensyaratkan jumlah minimal siswa masing-masing sekolah. Persyaratan ini mengancam banyak sekolah swasta karena gagal untuk mendapatkan bantuan.
Dimana hal ini berefek terhadap kemampuan sekolah untuk memberikan fasilitas gedung sekolah yang layak. Akhirnya sekolah terpaksa membiarkan fasilitas gedung sekolah seadanya bahkan dinilai tak layak untuk belajar bagi anak bangsa.
Sejatinya salah satu kendala bagi sekolah-sekolah swasta tersebut untuk mendapatkan siswa adalah karena minimnya kualitas fasilitas gedung sekolah dan prasarana lainnya. Bagaimana mungkin orang tua siswa memilih menyekolahkan anaknya di sekolah yang tidak layak diduduki. Bahkan beberapa kondisi gedung sekolah dapat mengancam jiwa anak sekolah didalamnya.
Padahal salah satu kewajiban negara adalah menjamin pendidikan anak bangsa. Kebijakan pemerintah sangat jauh dari apa yang termaktub di dalam amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Hal ini tidak terlepas dari akibat penerapan sistem demokrasi kapitalisme di negeri ini. Asas manfaat yang menjadi dasar bagi sistem ini lah yang membuat banyak hak warga negara tidak dijamin dan dipenuhi oleh pemerintah.
Akhirnya pemerintah hanya memikirkan untung dan rugi tanpa melihat lagi kondisi yang dialami anak bangsa. Mereka tak bisa mendapatkan haknya dikarenakan permasalahan uang. Terlalu banyak persyaratan pemerintah terhadap rakyat untuk mendapatkan bantuan yang menghalangi rakyat dari kesejahteraan.
Jika kita membandingkan dengan sistem pendidikan Islam, terbukti dalam penerapannya tidak ada diskriminasi terhadap penyediaan fasilitas Pendidikan untuk setiap individu rakyat. Juga tidak ada persyaratan yang menyusahkan rakyat demi mendapatkan fasilitas tersebut.
Rakyat mendapatkan akses terhadap pelayanan dari pemerintah tanpa terhalang apapun. Seperti yang dilakukan salah satu Khalifah dalam masa penerapan sistem Islam yaitu Umar Bin Khattab, dimana Khalifah Umar menetapkan gaji seorang guru di jenjang TK per bulannya sebesar 15 dinar atau setara 63,75 gram emas 24 karat.
Untuk gaji saja sebegitu besarnya pelayanan yang diberikan, apalagi untuk fasilitas pendidikan dan sebagainya. Sudah saatnya kita kembali kepada penerapan sistem terbaik demi terjaminnya hak anak bangsa. [*]
*Penulis Adalah Aktivis Mahasiswa