OPINI | SOSIAL
“Itu adalah salah satu akibat dilegalkannya minuman keras. Apalagi diperkuat oleh kebijakan Permendag tentang minol bagi tamu asing. Sangat miris,”
Oleh : Ummu Rofi’
“KERUGIAN karena miras banyak sekali. Mabuk berat bertengkar dan berkelahi. Ada yang buta banyak yang mati. Merusak dan menurunkan kualitas generasi.” (bernuansaislami, 20/01/2015).
Minuman keras (miras,red) atau minuman alkohol (minol,red) adalah minuman dari proses fermentasi. Pada masa dahulu bahannya terbuat dari anggur dan kurma, yang hasilnya bisa memabukkan bagi yang mengonsumsinya. Islam secara tegas mengharamkan minuman alkohol (minol), akan tetapi kapitalisme melonggarkan masuknya minuman beralkhohol dengan dalih hanya untuk tamu asing.
Dengan dilonggarkan masuknya minol ke dalam negeri, jelas itu suatu kebijakan yang akan merusak akal masyarakat, khususnya generasi bangsa. Karena dari Mendag (Menteri Perdagangan) itu sendiri mengeluarkan kebijakan dalam Permendag No. 20/2021 tentang kebijakan dan pengaturan impor minol bagi tamu asing yang berkunjung ke Indonesia. Tapi kebijakan tersebut tidak memikirkan generasi bangsa untuk ke depannya.
Padahal MUI sudah mengkritisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Impor dan Kebijakan Minol untuk tamu asing yang datang ke indonesia. Menurut Cholil Nafis, Ketua MUI, dalam keterangannya, kebijakan yang dikeluarkan oleh mendag tentang minol tertuang dalam Permendag RI No. 20/2021 soal Pengaturan dan Kebijakan Impor Minol memang untuk memihak kepentingan tamu asing yang berkunjung ke Indonesia, namun merusak generasi bangsa dan pendapatan negara.” (m.kumparan.com, 7/11/2021).
Miris, kebijakan Mendag hanya memikirkan tamu asing yang datang ke Indonesia, bahkan tidak peduli dengan akal generasi bangsa. Melihat dari perubahan kebijakan Permendag No. 27/2014 untuk pengecualian bawaan minol bagi tamu asing hanya dibolehkan membawa 1000 ml, akan tetapi di Permendag No.20/2021 ada pelonggaran terhadap bawaan minol bagi tamu asing menjadi 2500 ml, sungguh sangat kentara pro asing!
Jelas dari kebijakan yang merusak itu meski hanya sedikit atau ditambah jumlahnya, tetap saja minol itu memabukkan dan akan menghilangkan kesadaran akal bagi yang mengonsumsinya.
Pelonggaran atau pelegalan minol itu lahir dari sistem kufur, yakni sistem kapitalisme-sekularisme-liberalisme yang aturannya hanya memikirkan untuk mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya dan penguasa bebas melakukan hal itu karena ingin mengambil pemasukan dari tamu asing yang datang ke Indonesia, padahal dengan kebijakan Permendag No. 20/2021 pun Indonesia tidak mendapatkan untung. Itulah sistem kapitalisme hanya memihak kepada asing dan golongan elite. Sama sekali penguasa tidak menjaga akal masyarakat dan generasi bangsa ke depannya.
Dari segi hukum Allah, minol sudah sangat jelas haram, baik sedikit maupun banyak. Namun, karena saat ini yang diterapkan sistem kufur yakni memisahkan agama dari kehidupan dan menganut ide kebebasan (liberalisme), maka kebijakannya sangat bertentangan dengan hukum Allah Swt. Seharusnya minol dilarang, tetapi malah dilonggarkan, bahkan dilegalkan.
Berbeda dalam sistem Islam, tentang minol atau khamar Allah sangat tegas dalam urusan menjaga akal dan jiwa masyarakat dan generasinya. Islam tidak kompromi soal mengonsumsi minol atau khamar meski sedikit. Apalagi demi materi, tidak akan ada hal semacam itu dalam sistem Islam.
Allah Swt. membuat hukum pelarangan minol karena efek dari minol atau khamar itu salah satunya membuat kecanduan. Pasti jika minum sekali maka akan terus minum lagi dan lagi hingga membuat hilang akal.
Itulah akibat dari sistem kapitalisme, sangat berbeda dengan Islam. Jika Islam diterapkan pasti Islam akan menjaga akal masyarakat dengan aturan Allah Swt, yakni dengan aturan pelarangan minol yang haram dan memabukkan.
Dalam QS. Al-Baqarah 2: Ayat 219. Allah Swt. berfirman:
يَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ کَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِ ۖ وَاِثْمُهُمَآ اَکْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَا ۗ وَيَسْــئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَـكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّکُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, kelebihan (dari apa yang diperlukan). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan.”
Ayat tersebut sangat gamblang menjelaskan bahwa mengonsumsi khamar akan mendapatkan dosa yang sangat besar dan bisa menghilangkan kesadaran hingga membuat hilang akal, ketika hilang akal otomatis aktivitas yang ia lakukan tanpa ia sadari. Misal orang yang hilang akal tidak boleh melakukan aktivitas sholat sampai ia sadar/sudah tidak mabuk. (lihat TQS. An-Nisa: 43).
Mengutip dari perkataan sahabat Rasul saw. yaitu Ustman bin Affan ra. ia berkata: “Bahwa jauhilah minuman keras (khamar), dikarenakan khamar itu adalah induk dari segala kemaksiatan (biang keburukan).”
MenukilKitab Tanbihul Ghafilin dari Imam Abu Laits As-Samarqandi (wafat, 373 H), ia menceritakan dari ucapan Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu tentang ahli ibadah yang tergelincir dalam minuman keras : Dahulu ada seorang ahli ibadah, selalu pergi ke masjid, suatu ketika dijalan bertemu dengan seorang perempuan pelacur, lalu ia dipanggil oleh pelayannya dan dimasukkan ke dalam rumahnya, lalu ditutup pintunya. Di samping perempuan itu ada seorang anak kecil dan segelas minuman keras (khamar).
Maka, wanita itu bercakap kepada ahli ibadah tersebut, ahli ibadah itu dilarang keluar sebelum memilih apakah mau meminum khamar, berzina pada wanita itu atau membunuh anak kecil ini. Wanita itu mengancam jika tidak, maka saya akan teriak dan berkata: Bahwa ada seorang masuk ke dalam rumahku.”
Lalu si ahli ibadah berkata: “Saya tidak mau memhunuh dan tidak juga zina, akhirnya ia memilih untuk minum khamar, karena ia menganggap meminum khamar merupakan kemaksiatan yang paling ringan dibanding membunuh dan zina. Tetapi, selesai minum khamar ia tidak sadar alias kehilangan akal sehatnya, lalu ia melakukan zina dan membunuh anak kecil tersebut.” Na’udzubillah min dzalik.
Seharusnya negara dan masyarakat bisa belajar dari kisah di atas dan dari perkataan Ustman bin Affan bahwa khamar adalah induk dari segala kemaksiatan yang harus kita jauhi.
Jika sistem Islam diterapkan pasti akan diberikan sanksi tegas bagi pelanggar larangan minol atau khamar, pelakunya akan dijatuhi had. Menukil dari kitab Minhajul Muslim, oleh Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, tentang had bagi pelanggar larangan minuman khamar, yakni di cambuk 80 kali di bagian punggungnya seperti yang pernah di contohkan Rasul saw bagi pelaku minuman keras.
Tujuan hukum Allah Swt. dalam pelarangan minuman keras adalah untuk menjaga akal, jiwa, harta, dan akidah umat muslim. Sanksi tersebut hanya boleh dilakukan oleh lembaga pengadilan resmi dalam Islam, tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang oleh warga biasa meski ada dua orang saksi yang adil.
Jadi, harus negara yang menghukum pelaku pelanggaran minol atau khamar tersebut, seperti khalifah/pemimpin dan para qadhi/pengadilan.
Maasyaa Allah, jika seperti itu maka pasti tidak akan ada yang melanggar larangan minuman keras tersebut dan tidak akan ada kriminalitas yang terjadi saat ini. Itu adalah salah satu akibat dilegalkannya minuman keras. Apalagi diperkuat oleh kebijakan Permendag tentang minol bagi tamu asing. Sangat miris.
Sungguh sangat disayangkan bagi generasi saat ini, yang seharusnya menjadi generasi umat terbaik, tetapi di sistem kapitalisme-liberalisme penguasa malah melegalkan kebijakan seperti itu, yaitu pelonggaran terhadap minol yang nanti akan berakibat pada akal menjadi nol bagi generasi bangsa dan masyarakat.
Akal yang nol akan menghasilkan generasi yang memiliki tempramen tinggi, melakukan maksiat kepada Allah Swt., melakukan kejahatan atau tindak kriminal, dan lain-lain. Yang pasti dengan ia minum khamar berakibat akal menjadi nol, otomatis ia melakukan aktivitas tanpa ia sadari benar atau salahnya alias hilang akal.
Maka, sudah waktunya kita sebagai umat muslim kembali kepada aturan Islam secara kaffah yang akan menjaga akal, jiwa, harta dan akidah umat Islam. Dengan begitu keberkahan yang akan kita dapatkan, karena akal telah dijaga dari minuman beralkohol yang memabukkan.Semoga ketaatan negara, masyarakat dan individu akan kita raih, jika kita kembalikan kepada sistem Islam. Wallahu a’lam bishshawab. [GF/RIN]
*Penulis Adalah Pemerhati Publik