Layak Diapresiasi, Kini Giliran 21 Perkara Dihentikan Penuntutannya Berdasarkan RJ

0
14
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana

HUKUM | NUSANTARA

“Hanya dalam tempo 3 hari, sejak Selasa (14/03/2023) hingga hari ini, Kamis (16/03/2023), setidaknya 80 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ,”

Lapan6Online | Jakarta : Kinerja Jaksa Agung Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum), Fadil Zumhana, dalam penerapan kebijakan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ), layak diapresiasi.

Bagaimana tidak! Hanya dalam tempo 3 hari, sejak Selasa (14/03/2023) hingga hari ini, Kamis (16/03/2023), setidaknya 80 perkara pidana umum dihentikan penuntutannya berdasarkan RJ, yakni penyelesaian perkara secara damai di luar pengadilan.

Kini, Jampidum Kejaksaan Agung (Kejagung), Fadil Zumhana, menghentikan penuntutan sebanyak 21 perkara pidana umum berdasarkan RJ.

“Penghentian dilakukan setelah gelar perkara (ekspose) secara virtual yang dihadiri Jampidum Fadil Zumhana,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam siaran persnya di Jakarta, pada Kamis (16/03/2023).

Adapun ke 21 perkara itu adalah:

– Tersangka Andi Lusiana dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Hawa alias Mams Gode dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Ziyad dari Kejaksaan Negeri Palu yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 75C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

– Tersangka Diki als Diki bin Mamat dari Kejaksaan Negeri Pelalawan yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

– Tersangka Jhon Very Pasaribu anak dari Wilson Pasaribu dari Kejaksaan Negeri Rokan Hulu yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

– Tersangka Firman Zailani dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

– Tersangka Muhammad Riansyah dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

– Tersangka Muhyiddin bin Mss’ud (alm) dari Kejaksaan Negeri Bungo yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

– Tersangka Henra alias Hendra alias Bapak Radit bin Jamal dari Kejaksaan Negeri Berau yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka I Ucok Ramadani bin Bachtiar dan Tersangka II Sunardi bin Abdullah dari Kejaksaan Negeri Samarinda yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Andre Angga Rekss alias Andre bin Nurdin dari Kejaksaan Negeri Tarakan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

– Tersangka Albert Rutumalessy dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Helmi Haurissa dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Hendrik Stania dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Rudolf Hautissa dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Roland Pattinama dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Simon Haurissa dari Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Risaldo Metufuan alias Risal dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Aru yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Yohanes dari Kejaksaan Negeri Jayapura yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Lilis alias Lili binti Laruha dari Kejaksaan Negeri Konawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atau Pasal 352 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

– Tersangka Irmayanti alias Irma bin Amiruddin dari Kejaksaan Negeri Konawe Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

– Tersangka belum pernah dihukum;

– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;

– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;

– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;

– Pertimbangan sosiologis;

– Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. (*Kop/Syamsuri/MasTe/Lpn6)