OPINI | POLITIK
“Negara ini yang semakin kuat harus memberikan jaminan rasa aman dan menjadi pelindung serta penopang kehidupan rakyat sebagai hak konstitional setiap warga negara, sesuai konsensus yang tercantum dalam Konstitusi Negara,”
Oleh : Burhanuddin Zein, S.H.MH
SETELAH mencermati keributan rakyat Rempang di tanah melayu dengan Pemerintah Negara, maka seketika terlintas dalam benak saya sebagai Akademisi Hukum Tata Negara, secara jujur saya sangat prihatin dengan keputusan pemerintah yang kemudian berdampak atau mengakibatkan hubungan negara dan rakyat kemudian bermasalah.
Pemikiran saya ini kemudian diperkuat dengan dengan adanya pengakuan dari Menteri Investasi yang mengatakan bahwa ada yang salah dalam prosedur penerbitan ijin dan kurangnya sosialisasi, kalaulah demikian yang terjadi, maka lagi lagi ini domeinnya Hukum Adminstrasi Negara, karena terkait erat dengan pelaksanaan atau penerapan satu kewenangan.
Menurut saya hari ini Pemerintah Negara telah melukai Hati Anak Bangsa, yang adalah pemilik sah setiap jengkal tanah di wilayah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik bagaikan kacang lupa kulit, Pemerintah Republik lupa atau kah memang tidak paham, bahwa Negara Republik ini hanya salah satu pihak dari Konsensus Hidup Bersama antara Pemerintah Republik dengan Rakyat Bangsa Bangsa Se Nusantara.
Dan perlu disadari bahwa tidak ada konsensus yang abadi dan artinya dapat diputuskan atau di batalkan, apabila nyata nyata salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban sebagaimana yang tertuang dan disepakati dalam Dasar Hukum Konsensus yaitu Konstitusi Negara.
Dan konsekwensi yuridis, bila salah satu pihak merasa dirugikan maka konsensus dapat dibatalkan akibat salah satu pihak mundur atau keluar mencabut diri sebagai pihak dalam konsensus.
Untuk itu Pemerintah Republik harus paham dan mampu memberikan jaminan Hak hak rakyat sesuai Akte Konsensus atau yang kita sebut Konstitusi Negara. Bila Pemerintah Negara mengkhianati Rakyat, maka Rakyat pasti akan bersikap melawan, karena Rakyat sejatinya adalah Pemilik Wilayah Nusantara ini.
Sesungguhnya rakyat berhak menarik kembali Hak hak Kenusantaraan ya, Hak hak Kebangsawanannya dan kedaulatanya yang telah diserahkan kepada Pemerintah Republik di awal Kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Pemerintah Negara saat ini wajib melek sejarah, karena faktanya yang tertulis dalam sejarah, sang Proklamator Soekarno dan Muhammad Hatta, membacakan Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 itu mengatasnamakan Bangsa Indonesia, itu artinya Negara Republik Indonesia belum terbentuk alias belum ada, yang ada saat itu yaitu rakyat bangsa bangsa senusantara.
Setelah Proklamasi baru kedua tokoh Proklamator itu mendatangi atau mengelilingi Wilayah Nusantara untuk menemui Raja dan Sultan SE Nusantara, untuk mengajak dan menyatukan Persepsi tentang kelanjutan dari Proklamasi tersebut, yaitu sama sama sepakat membentuk negara, yang namanya Negara Republik Indonesia yang berwujud Negara Kesatuan, bukan negara bagian.
Sejarah pun mencatat, bagaimana awal mula negara berdiri, begitu banyak kontribusi atau sumbangsih Raja dan Sultan se Nusantara untuk memperkuat dan memperkokoh ketahanan politik dan Ekomoni dan aspek lainnya.
Dan hari ini bentuk konsensus itulah yang kita sebut Konstitusi Negara atau UUD 1945 yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah Proklamasi.
Seharusnya hari ini ketika diusia 78 tahun Proklamasi Kemerdekaan, Negara ini yang semakin kuat harus memberikan jaminan rasa aman dan menjadi pelindung serta penopang kehidupan rakyat sebagai hak konstitional setiap warga negara, sesuai konsensus yang tercantum dalam Konstitusi Negara.
Untuk mewujudkan kehidupan warga negara yang semakin kuat maka, saya teringat satu ungkapan yang saya kutip dari pernyataan seorang senior yang mengatakan ” kekuatan bukan untuk menindas, tetapi kekuatan untuk mengangkat dan menopang kehudupan rakyat menuju kesejahteraan yang sebenar-benarnya sejahtera. (*)
*Penulis Adalah Kandidat Doktor pada Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) UB Malang