Perpanjangan Ijin Freeport, Kepentingan Rakyat Atau Para Oligarki?

0
24
Sutiani A. Md /foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Rakyat dipaksa menerima karena negara hanya sebagai regulator megesahkan kebijakan mereka dengan diciptakannya UU,”

Oleh : Sutiani, A. Md

PRESIDEN Joko Widodo ( Jokowi ) resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Melalui aturan tersebut, Jokowi resmi memberikan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada PT Freeport Indonesia sampai dengan masa umur cadangan tambang perusahaan. Namun demikian, Freeport harus memberikan saham 10% lagi kepada Pemerintah Indonesia, sehingga kepemilikan Indonesia di PT Freeport Indonesia menjadi 61% dari saat ini 51%.

Ketentuan perpanjangan IUPK Freeport termuat pada Pasal 195A dan Pasal 195B dalam PP yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dan ditetapkan dan berlaku efektif pada 30 Mei 2024 tersebut. Pada Pasal 195A tertulis bahwa, IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 merupakan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.

Kemudian pada pasal 195B Ayat 1 dijelaskan, IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 195 ayat (1) yang merupakan perubahan bentuk dari KK sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. (Sindonews.com, 31/05/2024).

Baru baru ini Indonesia memperpanjang kontrak kerja bersama PT. Freeport tentu ini jelas memudahkan asing mengambil SDA di wilayah Papua. Walaupun data yang kita lihat terjadi penambahan saham namun pada hakikatnya tetap merugikan rakyat Indonesia karena secara logika ditengah SDA yang melimpah harusnya sudah sejahtera tidak ditemukan problem kemiskinan misalnya tidak semua pendidikan dinikmati rakyat Indonesia serta kesehatan yang masih membeda bedakan pelayanan sesuai kesanggupan rakyat yang memberikan iuran.

Tak hanya itu akibat pengelelolan tambang tentu akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan seperti hilangnya vegetasi hutan, polusi tanah, udara maupun air akhirnya kehidupan rakyat Papua menjadi sengsara.

Lantas tidak ada kebaikan dari pengelelolaan harta tambang tersebut karena Indonesia menggaungkan sistem kebebasan kepemilikan sehingga membuat perusahaan leluasa menguasai SDA yang semestinya milik harta rakyat. Inilah yang dinamakan prinsip ekonomi kapitalisme yang dilakukan penguasa bekerja sama para oligarki untuk menguasai SDA. Rakyat dipaksa menerima karena negara hanya sebagai regulator megesahkan kebijakan mereka dengan diciptakannya UU.

Jauh berbeda konsep pengelelolaan tambang yang dianut ekonomi islam Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nizham Iqthisadi menjelaskan syariat membagi harta kekayaan di muka bumi menjadi tiga golongan : Pertama, harta kepemilikan individu. kedua, harta kepemilikan negara dan ketiga harta kepemilikan umum.

Harta kepemilikan individu adalah semua harta yang boleh dimiliki individu dan dimanfaatkan oleh individu seperti harta wakaf, warisan, ladang pribadi dan sejenisnya. Kemudian harta kepemilikan negara adalah semua harta yang boleh dimiliki atas nama negara misalnya usyur, jizyah, kharaj, fai’, ghanimah, iqtha’, ihyaul mawat dan lainnya.

Sedangkan harta kepemilikan umum adalah harta serikat yang tidak boleh dimonopoli oleh individu contohnya sumber daya alam. Konsep kepemilikan ini tentu tidak memberikan kerugian pada rakyat. Mereka mendapatkan kehidupan yang sejahtera dan berkah karena harta mereka tidak bercampur dan tidak saling dikuasai oleh yang lain sehingga SDA diatur sebaik mungkin atas kemaslahatan rakyat.

Dalam SDA termasuk harta milik umum yang haram dikuasai oleh perusahaan swasta. Rasaululah saw bersabda :
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api. ” (h.r. Abu Dawud dan Ahmad).

Hadis tersebut menyatakan bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api, dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu. Seperti pemanfaatan air, padang rumput, api, jalan umum, laut, danau, samudra, dan sungai. Sebab, semuanya itu akan dikelola oleh negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat untuk diberikan pelayanan dan fasilitas secara gratis.

Jikalau syariat ini di langgar maka lahirlah monopoli harta rakyat yang akhirnya dampak kemiskinan dan kebodohan nyata kita lihat sekarang. Kewajiban negara mengelola tambang sampai mencetak barang jadi sehingga rakyat merasakan manfaat dari harta tersebut. Andaikan saja tambang emas dan sekitarnya dikelola mandiri oleh syariat islam maka Indonesia tidak mengalami kemiskinan khususnya wilayah Papua yang hari ini hidupnya jauh dari kata sejahtera.

Ini masih dari tambang emas belum lagi hasil tambang yang lain seperti inilah harusnya pengelolaan yang dijalankan penguasa jika rakyatnya hidup sejahtera bukan dengan penambahan saham seolah olah adalah kebijakan yang benar.

Harta rakyat dikelola dengan sistem islam dapat menjadikan negara kaya, berdaulat dan adidaya. Tidak mungkin satu negara pun tidak membutuhkan emas jikalau tidak ada maka mereka membeli kepada negara yang mengelola emas. Transaksi ini akan memberikan efek pemilik SDA sebagai kekuatan internasional. Pengelolaan tambang dalam islam memberikan maslahat untuk semua rakyat. Wallahualam bissawab. (**)

*Penulis Adalah Aktivitas Muslimah