OPINI
“Kejadian kebobolan data ini bukan hanya sekali ini saja terjadi, melainkan sudah pernah terjadi sebelumnya juga. Salah satunya adalah kebobolan data BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 19,56 juta data yang di jual pada situs dark web,”
Oleh : Yolanda Anjani
SEJAK 20 Juni 2024 lalu, negeri kita, Indonesia telah dihebohkan dengan berita yang sangat tidak disangka, yaitu PDN (Pusat Data Nasional) diretas oleh data Ransomware Lockbit 3.0.
Dimana Ransomware ini adalah istilah jenis malware yang menyerang sistem data. Imbas serangan ransomware Lockbit 3.0 ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber, dan Sandi Negara (BSSN), hingga Telkom Sigma pun berusaha melakukan pemulihan.
Direktur Network & IT Solution PT Telkom Indonesia Tbk, Herlan Wijanarko, mengatakan bahwa terdapat 282 pengguna PDNS 2 (Pusat Data Nasional Sementara) terdampak serangan.
Pemerintah pun kalang kabut dengan apa yang terjadi, sebab sebanyak 210 instansi ikut terdampak, layanan publik yang berbasis digital pun juga terkena serangan ini. Kejadian kebobolan data ini bukan hanya sekali ini saja terjadi, melainkan sudah pernah terjadi sebelumnya juga. Salah satunya adalah kebobolan data BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 19,56 juta data yang di jual pada situs dark web. Dark web populer sebagai tempat jual beli barang illegal seperti data pribadi yang telah dibocorkan oleh peretas.
Miris, bobolnya PDN ini membuat data 800 ribu calon mahasiswa pendaftar Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK) ikut hilang. Akibat hilangnya data tersebut, Kemendikbud meminta kepada mahasiswa baru yang sudah daftar program KIP Kuliah 2024 untuk mengunggah ulang dokumen pendaftaran mereka. Dikutip dari media DPR RI.
Pelaku peretas PDN ini meminta uang tebusan sebanyak USD 8 Juta atau sekitar Rp 131 Milliar. Pihak pemerintah pun menekankan tidak akan membayar uang tebusan tersebut. “Pemerintah tidak akan membayar permintaan peretas”, ujar Budie Arie, Menteri Kominfo. (Kompas.tv, 24/06/24)
Bukannya jera, negara tetap acuh dan tidak peduli dengan apa yang sudah terjadi sebelumnya, sehingga kebobolan data negara kembali terulang. Bahkan dengan maraknya kasus pencurian data di Indonesia, menjadikan negara ini termasuk dalam ketiga kasus kebocoran data terbanyak di dunia.
Besarnya alokasi keuangan APBN untuk PDNS tidak membuktikan besarnya keamanaan data juga. Sebanyak Rp700 Milliar dana yang diberikan, tetapi keamanan data malah asal-asalan sehingga menimbulkan kritik publik bagaimana pengelolaan dan penggunaan anggaran ini digunakan.
“Untuk kominfo ada Rp4,9 tiriliun sudah dibelanjakan. Ini dari mulai pemeliharaan dan operasional BTS 4G Rp1,6 triliun dan Data Center Nasional Rp700 miliar.” Ungkap Bu Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTA secara virtual. (cnnindonesia.com, 28/6/24)
Pemimpin negara ini malah memberikan pendapat bahwa peretasan terhadap sistem pusat dana nasional (PDN) juga pernah terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja. Seakan-akan mewajarkan apa yang telah terjadi dan memakluminya.
“Ini (peretasan PDN) terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja,” ujar Jokowi usai meresmikan pabrik dan ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Indonesia PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power yang berada di Karawang, Jawa Barat pada Rabu (3/7/2024).
Menurut Presiden, Joko Widodo, solusi atas peretasan ini harus dicari agar tidak terulang kembali dan beliau juga menegaskan agar seluruh data nasional memiliki back up (penyimpanan cadangan). Padahal penting untuk menganalisis kembali bagaimana keamanan data sebelumnya agar dapat menjadi evaluasi bagi negara untuk mengembangkan keamanan yang lebih baik kedepannya. Bukan sekadar menggunakan anggaran yang banyak, namun hasilnya nihil, tidak sesuai dengan apa yang telah dikeluarkan.
Setelah kalang kabut dengan data-data nasional yang hilang, kelompok hacker ransomware Brain Chipper ini pun akan membuka kunci Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang telah mereka retas sejak 20 juni kemarin.
“Hari Rabu ini, kami akan merilis kunci enkripsi (PDNS 2) kepada Pemerintah Indonesia secara gratis. Kami harap serangan kami membuat pemerintah sadar bahwa mereka perlu meningkatkan keamanan siber mereka, terutama merekrut SDM keamanan siber yang kompeten,” isi pengumuman yang disampaikan mereka di situs dark web pada Selasa, 2 Juli 2024.
Tampak jelas bahwa kurangnya tanggungjawab negara dalam menjaga keamanaan data negerinya sendiri, bahkan data rakyatnya. Negara menunjukkan ketidakberdayaannya sebagai pemerintahan dalam negeri ini. Sedihnya, ternyata hanya 2% PDNS yang di back-up, sehingga menyebabkan pemerintah kucar-kacir kebingungan dan saling menyalahkan.Anggaran yang besar pun seakan tidak ada gunanya dipergunakan.
Ketahanan negeri ini sedang dalam urgensi. Masalah ketahanan negara bukanlah persoalan main-main. Sebab dalam konteks global saat ini, digitalisasi akan selalu berkembang dan akan menjadi pengelolaan terpenting dalam negara. Aspek keamanan dan ketahanan seharusnya menjadi perhatian pada sebuah negara.
Maka dengan negara yang menerapkan konsep Islam, strategi dalam pertahanan siber merupakan komponen pertahanan yang wajib menjadi perhatian. Tugasnya sebagai pengurus dan pelindung umat, sekaligus sebagai pembawa misi penyebaran risalah ke seluruh dunia melalui dakwah dan jihad.
Negara akan terjamin keamaannya, baik dari segi data mau pun keamanan dalam kehidupannya sebagai warga negara. Sebab paradigma kepemimpinan dan negara islam bertolak belakang dengan paradigma kepemimpinan sekuler saat ini.
Sangat berbeda dengan fokus negara sistem sekuler saat ini yang hanya mengharapkan keuntungan demi kepentingan pribadi tanpa melihat kepentingan rakyat dan negara. Islam adalah sebaik-baiknya pengaturan dan peraturan dalam kehidupan, termasuk dalam bernegara. Wallahu’alam bishawab. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswa, Aktivis Dakwah