Sragen, Lapan6online.com – Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah tentunya sangat bertanggungjawab dengan mengalokasikan 20% dari total anggaran negara dengan harapan pendidikan bisa terjangkau dan berkualitas. Namun di tengarai masih banyak penyimpangan yang terjadi di lembaga sekolah.
Anggaran pendidikan cukup besar ternyata tidak pula mengurangi pelanggaran dan penyimpangan anggaran. Bahkan, di luar itu masih banyak lembaga sekolah yang melakukan pungutan yang tidak mempunyai dasar hukum jelas sehingga membebani masyarakat dalam hal ini walimurid.
Hal tersebut terungkap dari pengakuan walimurid SMKN 1 Miri, sebut saja Warsito dengan gamblang disebut anaknya ditarik Komite Sekolah sebesar Rp 3 juta.
”Waktu rapat wali murid, kepala sekolah menerangkan bahwa diminta untuk sumbangan komite dengan kisaran 3,5 juta rupiah dan untuk orang miskin minimal 1 juta rupiah,” ungkapnya.
Masih kata Warsito, yang rada aneh dan patut dicurigai yakni pada saat Kepala Sekolah SMKN 1, Sarno pidato tampak tidak fokus dan seusai itu buru–buru mau pergi.
“Itu jelas dikatakan pada pidatonya dengan diakhiri, dia mengatakan mau cepat-cepat undur diri karena sudah ditunggu 4 orang berbaju hitam-hitam di luar ruangan, ” ungkap Warsito yang juga seorang jurnalis tersebut.
”Jujur kita sebenarnya keberatan dengan pungutan ini, namun apa daya tak kuasa protes karena takut anak kita nanti dikucilkan di sekolah, ya terpaksa kita bayar, ” kata Warsito sambil menunjukkan bukti kwitansi pembayaran.
Selain tarikan komite dengan nilai jutaan tersebut rupanya SMKN 1 Miri diduga juga menjual kain seragam sekolah dengan nominal Rp 900.000 setiap siswa.
Ketika murid baru masuk, tiap siswa yang tentunya itu melanggar PERPRES no 17 tahun 2010 tentang larangan jual-beli bahan seragam dan buku LKS baik perseorangan, lembaga maupun satuan pendidikan lainya.
Dari penjualan kain seragam dan buku LKS itu bukan menjadi rahasia umum lagi karena ada fee-nya. Tentu ini menjadi pertanyaan besar, apakah cara itu tidak termasuk gratifikasi? Dan bila melalui koperasi apakah koperasinya sudah berbadan hukum atau belum. Apabila sudah berbadan hukum tentu ada rapat anggaran tahunan (RAT) dan pembagiaan deviden.
“Sedang untuk buku LKS apa itu sudah ada pengesahan SNI bukunya Sudahkah rekanan membayar pajaknya, ” ungkap Warsito geram.
Seperti dilansir dari beritaistana.com, Kepala sekolah SMKN 1 Miri, Sarno ketika dikonfirmasi awak media, Minggu (23/02/2020) melalui sambungan HP dengan panjang lebar menjelaskan bahwa yang terkait komite sudah mengacu pada rekom KCP kantor cabang pendidikan wilayah 6 sebesar Rp 2,5 juta.
”Kta tidak memaksa namun sukarela, ada kok surat pernyataan kesanggupanya. Makanya hari Selasa besok akan kita kumpulkan walimurid untuk rapat,” jelas Sarno.
Keterangan Kepala Sekolah
Sementara mengenai pembelian kain seragam diakui oleh kepala sekolah sebesar Rp 900.000 namun itu melalui koperasi. Sedang terkait buku LKS, Sarno beralasan tidak mengetahui dan akan dicek pada guru.
Ketika ditanyakan lagi penggunaan anggaran dana BOS, dikatakan bahwa semua sudah sesuai mekanisme dengan item-item sesuai pagu. Namun Sarno mengakui belum memasang penggunaan dana BOS di papan depan sekolah. “ Senin kita perintahkan untuk dipasang,” katanya.
Perlu diketahui untuk anggaran pembelajaran dan ekstra kurikuler menyentuh angka Rp 400 juta per tahun. Wow., angka yang cukup fantastis dengan total anggaran penerimaan dana BOS keseluruhan Rp. 838.807.900 per /tahun.
Berdasarkan regulasi yang ada, komite sekolah dilarang melakukan pungutan pada peserta didik. Ini berlaku untuk komite di semua jenjang pendidikan baik komite sekolah wajib belajar 9 tahun (SD dan SMP/sederajat) dan begitu juga untuk komite SMA/SMK/sederajat.
Dan yang diperboleh hanya mengambil sumbangan sukarela dan mencari bantuan dari pihak luar sekolah. Kendatipun komite hanya sebagai pemungut atas permintaan sekolah tetap saja tidak diperbolehkan.
Berpedoman pada Permendikbud Nomor 75 tahun 2016, komite menjadi pemungut saja atau sekolah menggunakan nama komite untuk melakukan pungutan tetap saja tidak diperbolehkan. Dalam Permendikbud tersebut telah menengatur batasan serta larangan komite sekolah secara terperinci. Untuk detail batasan serta larangan bagi komite sekolah sebagaimana diatur dalam pasal 10, ayat 1 dan ayat 2,serta pasal 12.
LP3K-RI Siap Usut
Sementara itu, menanggapi adanya dugaan Pungli dan penyimpangan anggaran pendidikan di SMKN 1 Miri Sragen, Wakil Ketua Umum LP3K-RI (Lembaga Pendidikan, Pemantauan dan Pencegahan Korupsi Republik Indonesia) S. Tete Marthadilaga akan turun langsung ke Sragen bersama Tim Investigasi. Apabila dugaan Pungli dan penyimpangan dana BOS terbukti dan memenuhi unsur pidana, maka dipastikan Kepala Sekolah dan Komite Sekolah bisa masuk penjara. Bahkan, pihak manapun yang terlibat Pungli dan korupsi akan diseret ke meja peradilan tanpa pandang bulu,
“Kami memastikan LP3K-RI akan turun langsung untuk mengawal proses dari awal hingga para terduga korupsi pendidikan masuk penjara. Ini namanya menghambat pendidikan, menghambat mencerdaskan bangsa. Rakyat terkendala pendidikannya bukan karena ketidakmampuannya, karena pemerintah mengalokasikan dana yang cukup, melainkan karena adanya penyimpangan dari pihak lembaga sekolah atau pun instansi yang bersangkutan,” tandas Mastete, sapaannya. (Red-Lapan6online.com)