OPINI | POLITIK | MANCANEGARA
“Genosida yang dilakukan Israel di Gaza telah menciptakan krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern. Mereka yang selamat hidup dalam kondisi memilukan—berlindung di tenda-tenda robek atau reruntuhan bangunan, tanpa akses pada perawatan sosial, pendidikan, atau dukungan psikologis yang layak,”
Oleh : Aisyah Nurul Afyna
KETIKA dunia sibuk berdebat soal politik dan strategi, di tanah Gaza, suara tangis anak-anak terus bergema di antara puing-puing reruntuhan. Mereka bukan hanya kehilangan rumah, keluarga, dan masa depan—mereka kehilangan hak mereka untuk sekadar menjadi anak-anak.
Menurut laporan Biro Pusat Statistik Palestina yang dikutip Al Jazeera, lebih dari 39.384 anak Palestina telah menjadi yatim piatu akibat agresi brutal yang sudah berlangsung lebih dari 500 hari. Angka yang mengejutkan ini dirilis menjelang peringatan Hari Anak Palestina pada 5 April 2025, dan menggambarkan tragedi kemanusiaan terbesar di zaman kita.
Genosida yang dilakukan Israel di Gaza telah menciptakan krisis anak yatim terbesar dalam sejarah modern. Mereka yang selamat hidup dalam kondisi memilukan—berlindung di tenda-tenda robek atau reruntuhan bangunan, tanpa akses pada perawatan sosial, pendidikan, atau dukungan psikologis yang layak.
Sejak Oktober 2023, sekitar 17.000 anak kehilangan orang tua mereka. Setiap rumah yang hancur, setiap keluarga yang tercerai-berai, adalah bukti nyata bahwa anak-anak telah dijadikan korban dalam konflik yang kejam ini. Mereka kini berjuang sendiri di tengah reruntuhan, berusaha bertahan hidup dalam dunia yang seolah menutup mata atas penderitaan mereka.
Situasi ini adalah tragedi besar bagi kemanusiaan. Namun lebih dari itu, ia adalah peringatan keras bagi umat Islam. Betapa dunia internasional telah berulang kali memperlihatkan ketidakmampuannya, bahkan ketidakpeduliannya, terhadap darah kaum muslimin yang tertumpah. Fakta ini seharusnya membangunkan kesadaran kita, bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari lembaga-lembaga internasional, beserta seluruh aturan dan mekanisme yang mereka lahirkan.
Di satu sisi, dunia mengaku menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, melindungi anak-anak, dan mengutuk kejahatan perang. Namun di sisi lain, saat ribuan anak Palestina menjadi yatim piatu, dunia justru memilih untuk bungkam atau mengeluarkan kecaman-kecaman kosong tanpa tindakan nyata.
Masa depan Gaza, masa depan Palestina, tidak akan pernah berada di tangan Dewan Keamanan PBB, lembaga HAM internasional, atau perundingan damai yang semu. Masa depan mereka ada di tangan umat Islam sendiri, yakni pada kepemimpinan politik Islam, Khilafah, yang wajib sungguh-sungguh kita perjuangkan.
Khilafah, dalam sejarah panjang umat ini, terbukti menjadi ra’in (pengurus rakyat) dan junnah (perisai pelindung). Selama berabad-abad, Khilafah menjaga darah, harta, dan kehormatan umat, termasuk anak-anak mereka. Di bawah naungan Khilafah, anak-anak dapat tumbuh dengan support system terbaik, menjadi generasi cemerlang yang membangun peradaban emas dari masa ke masa.
Hari ini, tragedi yang menimpa anak-anak Gaza adalah bukti bahwa ketiadaan Khilafah telah membuka peluang bagi kezaliman tanpa batas. Jika umat Islam ingin membebaskan anak-anak itu dari siksa dunia yang mereka hadapi sekarang, maka tidak ada jalan lain selain memperjuangkan kembalinya Khilafah berdasarkan metode kenabian.
Setiap muslim wajib terlibat dalam perjuangan ini, karena setiap suara dan setiap aksi, sekecil apa pun, sangat berarti. Sejarah tidak hanya akan mencatat para pelaku kejahatan, tetapi juga mencatat siapa saja yang memilih diam dan berpangku tangan. Agar kelak, saat anak-anak Gaza menuntut pertanggungjawaban, kita punya hujjah di hadapan Allah dan di hadapan mereka, bahwa kita telah berjuang untuk menegakkan solusi yang hakiki, yaitu jihad di bawah kepemimpinan Khilafah. (**)
*Penulis Adalah Mahasiswi Universitas Gunadarma
Disclaimer :
Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan Lapan6Online.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi Lapan6Online.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.