Apakah BI Bisa Cetak Uang Tanpa Batas, Demi Stabilkan Likuiditas Perbankan dan Keuangan?

0
69
Mr.Kan/Foto : Ist.
“Apabila nilai rupiah terus menerus melemah atau menurun, maka akan memicu harga barang-barang menjadi tinggi, dan pastinya merugikan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, sudah pernah dialami oleh negara Zimbabwe karena mencetak uang yang berlebihan,”

Oleh : Mr. Kan

Jakarta | Lapan6Online : Apakah Bank Indonesia bisa melakukan percetakan uang sebanyak-banyaknya untuk menstabilkan likuiditas Perbankan dan keuangan serta perekonomian bangsa Indonesia di era pandemi Covid-19?

Jawabannya adalah, boleh saja BI mencetak uang yang banyak, karena hingga hari ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur dan membatasi BI dalam hal berapa banyak jumlah uang yang dicetak? Akan tetapi ada sejumlah besar konsekuensi yang akan dihadapi oleh Pemerintah Indonesia, apabila BI mencetak uang yang berlebihan sebagai berikut:

Pertama, menyebabkan “inflasi tinggi”, karena akan meningkatkan harga barang-barang secara umum dan terus menerus. Perlu kita ketahui, bahwa harga barang-barang dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar dan jumlah barang-barang yang tersedia.

Jika jumlah barang-barang lebih banyak dari jumlah uang yang beredar, maka harga barang-barang cenderung akan menurun. Sedangkan, jika jumlah uang yang beredar lebih banyak dari pada jumlah -barang-barang yang tersedia, maka harga barang-barang akan cenderung naik, hal inilah yang disebut inflasi. Apabila terjadi inflasi tinggi, maka masyarakat miskin akan menjadi korban utama, dan tentu merugikan seluruh masyarakat Indonesia.

Kedua, melemahkan atau menurunkan nilai mata uang, karena nilai mata uang asing sangat dipengaruhi oleh jumlah uang yang beredar. Bertambahnya rupiah dapat menyebabkan penurunan nilai kurs, apalagi mata uang rupiah bukan seperti mata uang dollar AS atau Yuan atau Yen yang digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia.

Satu permasalahan, apabila nilai rupiah terus menerus melemah atau menurun, maka akan memicu harga barang-barang menjadi tinggi, dan pastinya merugikan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, sudah pernah dialami oleh negara Zimbabwe karena mencetak uang yang berlebihan.

Di mana pada saat itu selain permasalahan hiperinflasi, nilai mata uang Zibabwe juga anjlok hingga hampir tidak bernilai lagi untuk membeli kurs asing. Hiperinflasi yang dialami oleh Zimbabwe pada tahun 2008 dari 11..250 persen hingga 231 juta persen. Tingginya angka inflasi mendorong negara Zimbabwe melakukan redenominasi mata uang, dengan menyederhanakan uang 10 miliar dolar Zimbabwe menjadi 1 dolar Zimbabwe atau menghilangkan 10 angka nol.

Ketiga, apabila terjadi inflasi tinggi dan anjloknya mata uang rupiah, maka angka kemiskinan akan bertambah signifikan, hal ini akan menciptakan permasalahan besar bagi pemerintah Indonesia. Sebagai contoh sejarah Indonesia pernah mengalami inflasi tinggi hingga 67% pada tahun 1998-1999 karena mencetak jumlah uang yang berlebihan, dan pada saat itu bersamaan timbul kasus krisis moneter serta menimbulkan kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Keempat, menyebabkan utang luar negeri meningkat signifikan, karena ketika pemerintah mengeluarkan uang lebih banyak dari pada mengumpulkan penerimaan uang, maka akan meningkatkan defisit anggaran yang harus ditutup dengan meminjam uang dari sektor swasta dan luar negeri, sedangkan utang negara merupakan akumulasi dari defisit anggaran.

BI berbeda dengan bank sentral AS Federal Reserve yang dapat dengan bebas mencetak dollar AS. Mata uang Negeri Paman Sam dipakai oleh sebanyak 85 persen transaksi ekspor-impor dunia, sedangkan rupiah tidak diakui mata uang yang dipakai secara internasional.

Kelima, menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran, karena jumlah uang yang beredar terlalu banyak akan menurunkan daya beli masyarakat, hal ini disebabkan jumlah uang yang beredar tidak sebanding dengan produksi barang atau jasa.

Keenam, menyebabkan investor lari dari Indonesia, karena dalam keadaan inflasi tinggi dan dampak buruk lainnya maka investor akan memandang hal-hal tersebut sebagai resiko tinggi, sehingga investor akan menarik modalnya dari Indonesia.

Ketujuh, secara logika, bahwa setiap negara tidak dapat bebas dan tanpa batas mencetak jumlah uang, karena, apabila bebas, maka di dunia sudah tidak ada lagi yang namanya bank dunia atau Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund; IMF), karena setiap negara yang kekurangan uang akan bebas cetak uang sendiri sebanyak-banyaknya, dan tidak ada lagi negara yang mau mendirikan pabrik-pabrik, sebab setiap negara bisa cetak uang yang sebanyak-banyaknya dan memberikan kepada rakyatnya untuk belanja keluar negeri sesuai kebutuhan dan keinginan, tentu kedua hal tersebut tidak demikian.

Oleh sebab itu secara logika bahwa setiap negara tidak dapat bebas dan tanpa batas dalam hal mencetak jumlah uang. Kendati demikian, hingga hari ini di Indonesia belum ada peraturan perundang-undangan khusus yang mengatur ketentuan batas-batas berapa dan keadaan seperti apa jumlah uang yang boleh dicetak dan berapa jumlah uang yang tidak boleh dicetak.**

*Salam NKRI!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini