OPINI | HUKUM
“Penyebabnya banyak hal, terutama masyarakat ekonomi lemah, terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras,”
Oleh : Karin Kurniawan
SUNGGUH miris melihat penduduk Indonesia yang mayoritas muslim saat ini ternyata masih banyak terjerat kasus judi online. Menko Polhukam, Hadi Tjahjanto, mengungkapkan transaksi judi online di Indonesia meningkat. Bahkan pada tiga bulan pertama 2024 saja, perputaran uangnya mencapai Rp 100 triliun.
Berdasarkan data di PPATK, pada tahun 2023 sebanyak 3,2 juta warga negara bermain judi online. Berdasarkan survei Drone Emprit, sistem monitor dan analisis media sosial, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai negara dengan warga pengguna judi online terbanyak di dunia.
Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sepanjang tahun 2022-2023 perputaran judi online di Nusantara tembus Rp 517 triliun. Sebanyak 3,3 juta warga Indonesia bermain judi online. Prihatinnya lagi, lebih dari 2 juta warga yang terjerat judi online adalah masyarakat miskin, pelajar, mahasiswa, buruh, petani, pedagang kecil hingga ibu rumah tangga.
Penyebabnya banyak hal, terutama masyarakat ekonomi lemah, terjerat judi online adalah karena kerusakan cara berpikir berharap bisa meningkatkan penghasilan tanpa perlu kerja keras. Apalagi mereka bisa ikut taruhan tanpa perlu modal besar.
Padahal kerusakan akibat candu permainan haram itu sudah nyata yakni depresi bahkan nekat bunuh diri sebagaimana yang diberitakan oleh Media Indonesia bahwa kasus bunuh diri karena Judi Online dalam 1,5 Tahun sejak dari tahun 2023 hingga saat ini sebagaian besar berumur 19 tahun hingga 30 tahun.
Diketahui bahwa seorang pria yang bekerja sebagai ojek online di kota Semarang, Jawa Tengah nekat gantung diri di rumahnya karena terjerat judi online. Pria yang diduga frustasi setelah sempet main judi online dan menghabiskan uang hasil dari menggadaikan sertifikat rumah.
Sungguh miris melihat masyarakat yang terjebak dalam kasus judi online ini, belum lagi dampak lain dari judi online adalah pencurian dan perampokan yang semakin meningkat demi bisa bermain judi online. Ditambah semakin maraknya kehancuran keluarga dan pernikahan diakibatkan oleh judol ini juga.
Sejumlah Pengadilan Agama daerah melaporkan perceraian akibat judi online terus bertambah di tanah air. Permainan judi nyata memiskinkan dan menyengsarakan.
Hal ini memberikan gambaran betapa seriusnya masalah yang ditimbulkan judi online terkhusus bagi anak-anak. Fenomena judi online ini tidak hanya menjerat orang dewasa, bahkan sudah merembet ke anak-anak di bawah umur.
Dikutip dari nasional.tempo bahwa sebelumnya pemerintah mencatat jumlah pemain judi online di Indonesia sebanyak 80 ribu adalah usia di bawah 10 tahun, dan 440 ribu dari usia antara 10-20 tahun. Sementara untuk di usia dewasa, sebanyak 520 ribu dari usia antara 21-30 tahun, 1,64 juta dari usia antara 30-50 tahun, dan 1,35 juta pemain adalah usia di atas 50 tahun.
Dalam sistem kehidupan berbasis ideologi Kapitalisme, perjudian diperbolehkan karena mendatangkan keuntungan. Menguntungkan secara materi bagi bandar dan pemain yang menang, serta mendatangkan pajak untuk negara. Padahal judi hanyalah menguras harta rakyat dan hanya memberi keuntungan kaum kapitalis pemilik bisnis perjudian tersebut.
Meski judi online ini sudah lama menjamur di tanah air dan menyengsarakan masyarakat, namun baru belakangan Pemerintah mulai serius menanganinya. Ini setelah Presiden Jokowi beberapa waktu lalu menyatakan akan membentuk satgas pemberantasan judi online.
Namun, faktanya judi online masih terus marak di tengah masyarakat. Pemerintah melalui Menkominfo Budi Arie Setiadi menyatakan upaya menghadapi judi slot adalah tantangan berat. Ini karena banyak pelaku atau bandar judi online bersembunyi di luar negeri. Ia mengibaratkan pemberantasan judi online seperti menghadapi hantu. Alasannya, judi online itu lintas negara. Servernya bisa ada di mana-mana.
Pernyataan Pemerintah ini jelas sulit diterima. Sebabnya, masyarakat sendiri sampai hari ini masih bisa dengan mudah mengakses berbagai situs judi, termasuk yang berkedok permainan. Begitu pula sejumlah selebritis dan aktor nasional sekalipun masih terus mempromosikan judi online di berbagai platform media sosial. Belum ada satu pun dari mereka yang dijerat hukum.
Karena itu keseriusan Pemerintah memberantas judi online hingga ke akarnya jadi diragukan. Apalagi pada tahun lalu Menkominfo pernah mewacanakan untuk memungut pajak dari permainan judi online. Alasannya, agar uang dari Indonesia tak lari ke negara lain. Sebabnya, di negara ASEAN hanya Indonesia yang tidak melegalkan perjudian.
Syariah Islam telah mengharamkan judi secara mutlak tanpa ’illat apapun, juga tanpa pengecualian. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (TQS al-Maidah [5]: 90).
Dalam ayat di atas Allah SWT menjelaskan judi, minuman keras, berhala dan mengundi nasib (azlam) adalah haram. Ini menunjukkan keharamannya secara mutlak. Karena kerasnya keharaman tersebut hingga Allah menyebutnya sebagai perbuatan setan. Karena itu Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk menjauhi semua perbuatan tersebut agar mendapatkan keberuntungan.
Allah SWT juga berfirman:
اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
“Sungguh setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian melalui minuman keras dan judi; juga (bermaksud) menghalangi kalian dari mengingat Allah dan (melaksanakan) shalat. Karena itu tidakkah kalian mau berhenti?” (TQS al-Maidah [5]: 91).
Syaikh Ali ash-Shabuni menyatakan bahwa penyebutan berbagai keburukan pada ayat di atas mengisyaratkan adanya bahaya besar dan kejahatan materi dari kriminalitas perjudian dan minuman keras, yaitu: “Sungguh setan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu; juga (bermaksud) menghalangi kalian dari mengingat Allah dan menunaikan shalat. Karena itu berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).”
Beliau juga menyebutkan bahaya judi tidak lebih ringan dibandingkan dengan minuman keras, yakni menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara para penjudi, menghalangi orang dari mengingat Allah dan dari menunaikan shalat, merusak masyarakat, membiasakan manusia di jalan kebatilan dan kemalasan, mengharapkan keuntungan tanpa kerja keras dan usaha, menghancurkan keluarga dan rumah tangga. Berjudi termasuk ke dalam cara memperoleh harta haram. Sementara itu harta haram hanya akan mengantarkan pelakunya pada ancaman Allah SWT.
Di dalam Syariat Islam, keharaman judi dan sanksinya ini mengikat semua warga negara, Muslim maupun non-Muslim (ahlu dzimmah). Negara tidak boleh membiarkan atau memberikan izin perjudian online maupun melokalisasi perjudian. Contohnya seperti yang dilakukan oleh sebagian negeri Muslim hari ini yang menyediakan kawasan judi untuk non-Muslim.
Memberikan izin perjudian walaupun kepada kalangan non-Muslim sama artinya dengan menghalalkan perjudian. Karena itu memungut pajak dari perjudian juga haram. Nabi saw. bersabda:
لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِى الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ، أَمِنْ حَلاَلٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
“Akan datang suatu zaman saat manusia tidak lagi peduli dari mana mereka mendapatkan harta, apakah dari usaha yang halal atau yang haram.” (HR al-Bukhari)
Larangan berjudi dalam Islam bukanlah sekadar himbauan moral belaka. Allah SWT pun telah mewajibkan kaum Muslim untuk menegakkan sanksi pidana (’uqûbât) terhadap para pelakunya. Mereka adalah bandarnya, pemainnya, pembuat programnya, penyedia servernya, mereka yang mempromosikannya dan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Sanksi bagi mereka berupa ta’zîr, yakni jenis sanksi yang diserahkan keputusannya kepada Khalifah atau kepada qâdhi (hakim).
Syaikh Abdurrahman Al-Maliki di dalam Nizhâm al-’Uqûbât fî al-Islâm menjelaskan bahwa kadar sanksi yang dijatuhkan disesuaikan dengan tingkat kejahatannya. Atas tindak kejahatan atau dosa besar maka sanksinya harus lebih berat agar tujuan preventif (zawâjir) dari sanksi ini tercapai.
Beliau juga menjelaskan bahwa Khalifah atau qâdhi memiliki otoritas menetapkan kadar ta’zîr ini. Karena itu pelaku kejahatan perjudian yang menciptakan kerusakan begitu dahsyat layak dijatuhi hukuman yang berat seperti dicambuk, dipenjara bahkan dihukum mati.
Hukum yang tegas ini adalah bukti bahwa syariah Islam berpihak kepada rakyat dan memberikan perlindungan kepada mereka. Dengan adanya pengharaman atas perjudian maka harta umat dan kehidupan sosial akan terjaga dalam keharmonisan. Umat juga akan didorong untuk mencari nafkah yang halal, tidak bermalas-malasan apalagi mengundi nasib lewat perjudian.
Negara juga harus hadir menjamin kehidupan rakyat seperti pendidikan yang layak hingga tingkat pendidikan tinggi, lapangan kerja yang luas serta jaminan kesehatan yang memadai secara cuma-cuma. Dengan perlindungan hidup yang paripurna dalam syariah Islam maka kecil peluang rakyat terjerumus ke dalam perjudian.
Semua ini hanya bisa terwujud dalam kehidupan yang ditata dengan syariah Islam di dalam naungan Khilafah, bukan dalam sistem kehidupan yang kapitalistik seperti hari ini. Dalam sistem kehidupan yang kapitalistik, negara minim hadir dalam kehidupan rakyat, sementara berbagai bisnis kotor seperti perjudian terus menjamur seperti tidak bisa dihentikan. (**)