Begal Makin Marak, Keselamatan Masyarakat Jadi Taruhan

0
22
Irayani /Foto : Ist.

OPINI | HUKUM

“Merampas harta orang lain dianggap sebagai jalan pintas menyelesaikan masalah hidup. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan iman pelaku luntur. Rasa takut kepada Allah pun hilang,”

Oleh : Irayani

RASULULLAH shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak benar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dan mengeluarkannya dari surga.” (h.r. Ibnu Majah)

Akhir-akhir ini, marak terjadi kasus pembegalan yang membuat masyarakat resah dan takut untuk beraktivitas di luar rumah. Aksi begal bisa terjadi kapan saja, baik malam hari saat warga sedang terlelap maupun pagi buta ketika lalu lintas sedang padat. Tak hanya masyarakat sipil yang menjadi korban, aparat keamanan pun tak luput dari sasaran para pelaku.

Salah satu kasus terjadi pada Rabu, 4 April 2025, sekitar pukul 05.00 WIB di Jalan Inspeksi Kalimalang, Kampung Pasir Limus, Desa Mangunharja, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Seorang anggota Sat Samapta Polres Metro Bekasi, Briptu Abdul Aziz, dibegal saat hendak pulang ke rumahnya dari arah Cikarang menuju Bekasi.

Ia dipepet oleh pelaku yang mengendarai motor matic. Kompol Onkoseno Grandiarso Sukahar, Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, menyampaikan, “Kunci kontak di sebelah kanan dimatikan, kemudian korban terjatuh. Pelaku membacok bagian lengan kiri korban hingga menyebabkan luka robek.” (tribunnews.com, 4/4/2025).

Dari sini kita bisa melihat bahwa keamanan negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Maraknya aksi pembegalan dan kejahatan lainnya menandakan bahwa rasa aman masyarakat berada dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan.

Masyarakat hidup dalam bayang-bayang rasa cemas. Keamanan dan kenyamanan pun menjadi hal yang sulit didapatkan.

Parahnya lagi, sebagian pelaku begal adalah residivis yang pernah dihukum atas kasus serupa. Seperti yang disampaikan oleh Kombes Pol Mustofa, “Salah satu tersangka, DE, ternyata merupakan residivis kasus serupa dan pernah ditahan di lapas selama tiga tahun.” (tribunbekasi, 14/4/2025)

Data dari Pusiknas Bareskrim Polri menunjukkan bahwa tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat) merupakan kasus kriminal paling sering terjadi di Indonesia. Pada 2024 saja, penanganan kasus curat mencapai 40,44 persen dalam lima bulan pertama. Tercatat 25.350 kasus curat terjadi dari Januari hingga Juni 2024 (EMP Pusiknas Bareskrim Polri).

Faktor ekonomi dan sulitnya mendapatkan pekerjaan sering kali menjadi alasan klasik para pelaku. Merampas harta orang lain dianggap sebagai jalan pintas menyelesaikan masalah hidup. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan iman pelaku luntur. Rasa takut kepada Allah pun hilang, sehingga mereka berani melakukan tindakan kriminal yang membahayakan orang lain.

Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini memperlebar jurang kesenjangan. Orang miskin makin bertambah karena sulitnya mendapatkan penghidupan yang layak. Demi memenuhi kebutuhan hidup, banyak orang tak lagi peduli mana yang halal dan mana yang haram. Akibatnya, mereka tergelincir dalam dosa dan melakukan kejahatan.

Di sisi lain, aparat keamanan di negeri ini belum mampu memberikan perlindungan maksimal kepada rakyat. Sulitnya mendapatkan keadilan hukum membuat kepercayaan masyarakat terhadap aparat sangat rendah. Hukum dalam sistem demokrasi kapitalis yang menjunjung tinggi hak asasi manusia tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku kriminalitas. Maka, kejadian serupa pun terus berulang.

Allah Swt. berfirman:
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi hanyalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu merupakan kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat (kelak) mereka mendapat azab yang sangat berat.” (QS. Al-Maidah [5]: 33)

Dalam sistem pemerintahan Islam, negara berkewajiban memberikan perlindungan dan pelayanan kepada rakyat. Negara bertanggung jawab atas keselamatan, kenyamanan, dan keamanan masyarakat. Kehormatan, harta, dan nyawa warga harus dijaga. Negara wajib menegakkan hukum sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an, Sunnah, Ijmak, dan Qiyas.

Hukuman terhadap pelaku pembegalan ditentukan berdasarkan tindakan yang dilakukan. Jika hanya merampas harta tanpa kekerasan, pelaku dikenakan hukuman potong tangan kanan dan kaki kiri secara bersilangan. Jika hanya menakut-nakuti, maka pelaku diasingkan dari tempat tinggalnya. Jika melakukan pembunuhan, maka pelaku akan dibunuh. Jika membunuh dan merampas harta, pelaku akan dibunuh dan kemudian disalib di hadapan umum untuk memberi efek jera.

Inilah bentuk nyata keadilan dan ketegasan Islam dalam menjaga keamanan masyarakat. Hukum Islam memberikan efek jera dan menjaga agar kriminalitas tidak berkembang.

Dengan kembali menerapkan hukum Islam secara kafah, insya Allah masyarakat akan merasakan hidup yang aman, tenteram, dan diberkahi.
Wallahualam bissawab. (**)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah