“Belum lagi soal NIK error yang menghambat vaksinasi. Ini seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah guna memperbaiki sistem penunjang,”
Jakarta | Lapan6Online : Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar menyikapi dengan bijaksana petisi penolakan kartu vaksin yang telah ditanda tangani lebih dari 32 ribu orang.
“Pemerintah tidak bisa menyalahkan begitu saja kelompok masyarakat yang menyetujui petisi penolakan kartu vaksin sebagai syarat administrasi. Sikapi dengan bijaksana dan jadikan sebagai input bahan evaluasi dalam meningkatkan realisasi vaksinasi,” kata Netty dalam keterangan media, Sabtu (11/09/2021).
Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, adanya petisi tersebut justru menunjukkan bahwa masih banyak problem dalam realisasi vaksinasi.
“Misalnya soal cakupan masyarakat yang menjadi target vaksinasi. Berdasarkan data 8 September lalu, baru 33,22 persen masyarakat yang disuntik dosis pertama, sementara yang menerima dosis kedua hanya 19,07 persen. Artinya masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan hak vaksinasinya,” ujarnya.
Dengan realisasi target yang masih rendah, lanjut Netty, bagaimana mungkin semua orang diwajibkan memiliki kartu vaksin untuk beraktivitas di tempat publik. “Jangan sampai kewajiban kartu vaksin jadi kebijakan yang diskriminatif bagi masyarakat yang belum divaksin. Pastikan ada solusi yang bijaksana”
Dalam pandangan Netty, ada banyak sebab yang membuat masyarakat belum divaksin, antara lain, kesulitan untuk mendapatkan vaksin gratis, terkendala komorbid, atau belum lama sembuh dari terinfeksi Covid-19.
“Belum lagi soal NIK error yang menghambat vaksinasi. Ini seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah guna memperbaiki sistem penunjang,” tambahnya.
Selain itu kata Netty orang dengan komorbid juga harus mendapatkan perhatian khusus karena tidak atau belum boleh divaksin. “Jika memang harus membawa surat keterangan dokter, maka pastikan mudah diakses dan tidak ada pemungutan biaya,” ungkapnya.
Persoalan lain yang membuat masyarakat belum memiliki kartu vaksin, kata Netty, adalah aplikasi pedulilindungi yang digunakan untuk mendapatkan kartu vaksin seringkali tidak bisa digunakan atau error.
“Ada kasus di mana penumpang pesawat gagal terbang gara-gara aplikasinya error. Lalu keamanan data di aplikasi tersebut juga menjadi sorotan publik karena diduga bocor. Akhirnya masyarakat enggan mengisi aplikasi dan tidak bisa menunjukkan kartu vaksin,” tambahnya.
Hal-hal semacam itu, menurut Netty, harus diantisipasi oleh pemerintah agar tidak menurunkan kepercayaan masyarakat yang dapat memperlambat tercapainya kekebalan populasi.
“Kebijakan penggunaan kartu vaksin maupun aplikasi pedulilindungi harus ramah ke semua kelompok masyarakat. Bukan hanya bagi masyarakat perkotaan tapi juga yang di desa. Apakah memang penggunaan aplikasi itu bisa diterapkan kepada mereka yang tidak terkoneksi internet maupun smartphone? Bahkan di kota seperti Jakarta pun masih ada pekerja harian dari desa yang tidak memiliki smartphone,” katanya. (*Red)