OPINI
“Siswa-siswi yang seharusnya berangkat sekolah untuk menuntut ilmu malah menjadi korban rundung atau bahkan menjadi pelaku perundungan,”
Oleh : Lainatus Syifa Hasibuan
DILANSIR dari Disdik Purwakarta, bullying adalah perilaku agresif yang berulang, disengaja, dan memiliki tujuan untuk menyakiti, merendahkan, atau mendominasi orang lain secara emosional, fisik, atau mental. Tindakan bullying bisa terjadi dalam berbagai konteks, seperti di sekolah, tempat kerja, lingkungan online (cyberbullying), atau di tempat umum.
Hari ini, kasus bullying sudah menjadi hal yang sangat sering kita saksikan, baik secara langsung maupun melalui pemberitaan media televisi maupun media sosial. Kasus bullying ini dilakukan oleh beragam tingkatan siswa, mulai dari tingkat dasar sampai jenjang mahasiswa. Seolah-olah bullying dianggap sebagai hal yang biasa dan dijadikan trend.
Salah satu kasus bullying yang tengah viral adalah kasus pembulian seorang siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dimana korban ditelanjangi kemudian dipukul dan ditendang beramai-ramai. Pembulian ini direkam oleh pelaku dan disebarkan di sosial media.
Dilihat detikJabar, menuturkan pada Rabu (6/3/2024), video berdurasi 2 menit 14 detik itu memperlihatkan aksi tidak terpuji. Terlihat korban yang sudah tidak mengenakan pakaian berusaha keluar dari salah satu ruangan. Namun, beberapa anak laki-laki yang memakai seragam olahraga tampak memojokkan korban, dari mendorong, hingga menendang tubuh korban, aksi tersebut dilakukan pada Sabtu, 24/02/2024 saat jam istirahat.
Dan berikut kasus-kasus perundungan lainnya yang terjadi di Tanah Air kita. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sepanjang 2023 terjadi 30 kasus perundungan di satuan pendidikan. Jumlah ini meningkat sembilan kasus dari tahun sebelumnya. Hingga tahun 2024 kasus perundungan yang terjadi mencapai 87 kasus diluar kekerasan pada siswa lainnya.
Miris sekali bukan? Siswa-siswi yang seharusnya berangkat sekolah untuk menuntut ilmu malah menjadi korban rundung atau bahkan menjadi pelaku perundungan. Padahal dampak negatif dari perundungan atau bullying ini sangatlah banyak dan berpengaruh pada kehidupan korban dan pelaku sendiri. Korban dapat menderita luka fisik, kecemasan emosional, melukai diri sendiri, dan dalam kasus yang paling merugikan, kematian.
Bullying juga dapat menghambat nilai akademis para korban perundungan, diambil dari penelitian yang dilakukan oleh Dwipayanti & Indrawati (2014) dan Al-Raqqad dkk (2017) menyebutkan bahwa korban tidak berani untuk pergi kesekolah dan kehilangan kesempatan dalam kegiatan sekolah dikarenakan korban takut pada pemberi perilaku bullying.
Ketakutan dalam pergi kesekolah dan melakukan kegiatan pembelajaran, berpengaruh terhadap penurunan kehadiran dari korban. Apabila korban datang ke sekolah, membuat konsentrasi belajar menjadi menurun. Hal tersebut bisa berpengaruh terhadap penurunnya prestasi belajar dan menurunnya nilai akademis siswa.
Efek jangka Panjang juga dapat timbul dari pengalaman bullying yang berulang-ulang. Anak-anak yang di-bully mempunyai kemungkinan empat kali lebih besar menderita gangguan kecemasan serta gangguan mental lainnya termasuk PTSD (gangguan stres pasca-trauma), yang dapat berkembang sebagai akibat dari kekerasan terus-menerus yang akhirnya dapat menimbulkan sikap menghindar dan kewaspadaan berlebihan.
Efek ini dapat berlanjut hingga masa dewasa, dengan menimbulkan depresi dan kecemasan berkelanjutan. Para pelaku bullying juga kemungkinan besar akan mendapatkan dampak buruk. Mereka berisiko lebih tinggi mengalami antisosial, yang dapat mengakibatkan perilaku berbahaya seperti mencuri, memukul dan kurangnya rasa empati terhadap orang lain. Dan banyak dampak buruk lainnya.
Beginilah kondisi negeri kita sekarang, dimana bullying menjadi suatu perbuatan yang biasa dilakukan. Padahal hal tersebut adalah sebuah perilaku tak terpuji dan tidak bermoral. Berbagai kalangan masyarakat bisa dengan bebas menindas dan merundung pihak yang mereka rasa lebih lemah atau lebih rendah tanpa memedulikan efek yang terjadi.
Tentunya, bullying bukanlah sesuatu yang terjadi tanpa adanya alasan yang melatarbelakangi pelakunya. Banyak sekali alasan yang mendasari pelaku melakukan perundungan. Mulai dari keadaan keluarganya yang tidak baik, orangtua yang sibuk bekerja, melalaikan pendampingan pada anak yang akhirnya menimbulkan proses sosialisasi antara ibu dengan anak ataupun anak dengan keluarga menjadi buruk. Belum lagi orangtua sering bertengkar di hadapan anaknya. Permasalahan internal dalam keluarga membuat proses sosialisasi orangtua dan anak menjadi tidak maksimal sehingga mengganggu perkembangan anak secara psikologis.
Bullying juga tentunya dapat terjadi akibat ekosistem sekolah yang bebas pada anak didiknya. Sekolah tidak dapat membangun suasana psikologis yang sehat bagi seluruh anggota, kontribusi guru yang kurang maksimal dalam menangani permasalahan siswa, kurangnya perhatian guru pada siswa yang diampu, ketidakjelasan atau ketidakkonsistenan peraturan sekolah, dan relasi antarsiswa yang buruk menandakan bahwa sekolah tersebut memiliki iklim sekolah yang negatif sehingga sangat berpotensi terjadinya bullying (perundungan).
Belum lagi ditambah dengan lingkaran pertemanannya yang merusak dan memberikan pengaruh buruk. Gemar melakukan kekerasan, suka mengolok-olok, suka berkelahi, sama-sama mau terlihat keren dan ingin ditakuti akhirnya membuat seseorang cenderung menindas pihak yang menurutnya lebih lemah, baik secara verbal maupun kekerasan fisik. Bullying seperti ini terus saja berjalan karena tidak adanya tindakan tegas atau hukuman yang membuat pelaku merasa jera.
Dalam perspektif Islam, tindakan perundungan (bullying) dianggap sebagai perbuatan yang sangat tercela. Islam adalah agama yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan, termasuk prinsip untuk menghormati dan peduli terhadap sesama manusia.
Oleh karena itu, Islam melarang segala bentuk perilaku yang dapat menyakiti atau merendahkan orang lain, termasuk perundungan. Hal itu sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Surah Al-Hujurat ayat 11 dimana ayat tersebut dengan jelas melarang kita untuk mengejek, mencemooh, apalagi melukai fisik orang lain.
Islam telah menaungi tiap individunya dengan kesempurnaan berakhlak dan berperilaku. Dari kecil, setiap masyarakatnya diberikan pendidikan terbaik sesuai dengan ajaran islam sehingga menciptakan lingkungan yang bersyakhsiyah islamiyah. Anak-anak dididik dengan baik, difahamkan bahwa tidak boleh menzalimi teman, diberikan perhatian dan penjagaan yang ketat sehingga tidak memungkinkan terjadinya perundungan, begitu pula dengan Tingkat pelajar yang lain. Di rumah, orangtua juga memberikan peran terbaiknya dalam mendidik anak. Orangtua memberikan cinta dan kasih sayangnya, menciptakan sosialisasi yang baik dalam keluarga, tidak pernah melakukan kekerasan fisik dan kekasaran verbal.
Sehingga dengan kasih sayang tersebut, sang anak juga terbiasa memberikan kasih sayang kepada orang lain.
Tiap individunya faham bahwa sebagai muslim yang baik dan dicintai Allah SWT adalah muslim yang saling menghormati dan saling menghargai manusia terutama sesama muslim yang bersaudara, tidak mengolok-olok apalagi melakukan kezaliman seperti kekerasan fisik dan sebagainya.
Pemahaman islam pada individu melahirkan masyarakat yang selalu menyeru kepada kebaikan dan gemar melakukan amar ma’ruf. Sehingga ketika terjadi kekhilafan perundungan, masyarakat akan segera mengamar ma’rufi hal tersebut dan memberikan nasehat dan penyadaran sebaik-baiknya kepada pelaku agar tidak melakukannya lagi, bukan malah bersifat apatis dan tidak memerdulikan sesuatu yang terjadi disekitarnya.
Tidak hanya individu dan masyarakat, negara islam juga berperan besar membentuk masyarakatnya menjadi masyarakat yang memiliki ketaqwaan individu. Negara juga yang akan memberikan sangsi jika ada yang melakukan kekerasan pada orang lain. Hanya negara islam lah menjaga agar masyarakatnya saling mencintai, menyayangi dan menjaga ukhwah islamiyyahnya. Karena pada faktanya, tanpa negara islam saat ini, pem-bully-an semakin marak dan tidak ada sama sekali solusi yang tepat. Apalagi yang diharapkan pada negara dengan sistem kufur saat ini? (**)