Dana Wakaf Untuk Menopang Ekonomi Negara, di Mana Peran Penguasa?

0
32
Murdiyah/Foto : Istmewa

OPINI

“Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah dengan mendorong masyarakat untuk berwakaf. Kalau kita lihat sepertinya pemerintah seperti memanfaatkan wakaf demi keuntungan negara,”

Oleh : Murdiyah

SUNGGUH miris, dalam negeri demokrasi sekuler beberapa syariat Islam dipermasalahkan seperti pemakaian jilbab, penggunaan dinar-dirham, para ulamanya dikriminalisasi dan ormas Islam dibubarkan.

Namun disaat yang sama, dana umat seperti wakaf yang berkenaan dengan materi, diapresiasi.

Seperti yang terjadi saat ini, pemerintah sedang fokus pada potensi wakaf yang menjadikan Indonesia berpredikat sebagai ‘negara paling dermawan di dunia’ versi Charities Aid Foundation (CAF). Seperti yang dikutip finance.detik.com, (26/1/2021), dalam acara peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GWNU) dan Brand Ekonomi Syariah pada Senin 25/1/2021 di Istana, Presiden Jokowi mengatakan bahwa potensi wakaf di Indonesia per tahun mencapai Rp2000 triliun dan potensi wakaf uang bisa menembus Rp188 triliun.

Maka, dengan potensi yang besar itu, pemanfaatan wakaf tak boleh hanya bertujuan untuk ibadah saja, tapi harus bisa dikembangkan dalam sosial dan ekonomi dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan di dalam masyarakat.

Wapres Ma’ruf Amin pun mengapresiasi GNWU untuk bisa dikelola dengan profesional dan modern agar bisa lebih diminati kalangan menengah ke atas, seperti kaum milenial ataupun sosialita. Ia pun optimis dalam mengembangkan dana wakaf karena menganggap tingkat kedermawanan masyarakat Indonesia yang cukup tinggi. Sehingga butuh upaya serius untuk mengoptimalkan potensi wakaf masyarakat Indonesia guna menopang ekonomi negara.

Kemenkeu pun berpendapat, literasi masyarakat di Indonesia terkait wakaf masih sangat rendah, sekitar 54,48 persen. Maka, sangat penting mengoptimalkan dana wakaf, apalagi pemerintah butuh uang banyak untuk mengatasi pandemi.

Jika kita lihat fakta di atas, sebenarnya dana wakaf itu untuk kepentingan siapa? Kita tahu, keuangan negara tertekan akibat anjloknya penerimaan pajak, sementara pemerintah butuh dana besar untuk menangani dampak pandemi. Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah dengan mendorong masyarakat untuk berwakaf. Kalau kita lihat sepertinya pemerintah seperti memanfaatkan wakaf demi keuntungan negara.

Jika kita lihat, memang ada peluang yang besar dari potensi umat Islam lewat dana wakaf dan pemerintah mengambil keuntungan atasnya. Tapi yang dilakukan pemerintah itu sebenarnya menunjukkan kegagalannya dalam menyejahterakan rakyat.

Dana wakaf untuk menopang ekonomi negara, di mana peran penguasa? Seharusnya, negara yang bertanggung jawab menyejahterakan rakyat, bukan sebaliknya rakyat malah diminta untuk menopang ekonomi negara. Itulah faktanya, di negara yang menganut sistem demokrasi kapitalis, peran dan fungsi negara sudah berbolak-balik.

Indonesia sebagai negara paling dermawan di dunia pun digembar-gemborkan untuk mendapatkan perhatian umat agar berwakaf. Tapi, pemerintah tak menyadari fungsinya sebagai penanggung jawab utama memperbaiki ekonomi negara. Memang betul, Indonesia negara paling dermawan di dunia sampai-sampai SDA diserahkan untuk dikelola asing.

Padahal, bangsa Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan sejahtera dengan modal kekayaan alam yang tiada terkira. Namun, kenyataannya SDA negeri ini banyak dikuasai asing dan aseng sehingga tidak berimbas pada peningkatan taraf hidup rakyatnya. Lebih anehnya lagi, penguasa negeri ini pernah menyatakan bahwa SDA tidak menjamin kesejahteraan bangsa. Di luar nalar bukan?

Faktanya saat ini, mayoritas penduduk Indonesia miskin dan 40 juta penduduknya berada di bawah garis kemiskinan absolut. Sementara itu, penduduk pendatang non pribumi (salah satunya Cina) menguasai 80 persen aset ekonomi Indonesia.

Wajar rakyat bertanya-tanya, di mana tanggung jawab negara menjaga kekayaan SDA yang dimilikinya? Pemerintah malah sibuk mengarahkan rakyatnya untuk berwakaf demi menopang ekonomi negara. Dengan kekayaan yang ada, seakan rakyat tidak berhak menikmatinya malah merelakan pihak asing untuk mengelolanya. Jika saja SDA dikelola dengan baik, tak ada ceritanya negara kesulitan ekonomi sampai sampai melirik dana wakaf. [*]

*Penulis Adalah Aktivis Dakwah di Kota Depok

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini