Ketapang | Lapan6online : Seorang Debitur kredit mobil di PT Toyota Astra Finance (PT TAF) mengaku mendapat intimidasi dan tekanan dari sejumlah debt collector lantaran belum melunasi cicilan kredit mobilnya.
Debitur berinisial RW, warga Kelurahan Sampit, Delta Pawan, Kabupaten Ketapang ini mengatakan, debt collector telah meminta dia untuk menyerahkan mobilnya hanya karena belum melunasi cicilan mobil yang sudah 12 bulan dikreditnya.
“Saya merasa tertekan atas sikap oknum yang memaksa saya harus menyerahkan unit, hingga mereka datangi saya di tempat kerja, dan ke rumah tinggal hingga malam hari,” kata RW kepada Lapan6online, Jumat (9/4/2021) lalu.
RW mengakui angsuran mobilnya memang tertunggak dua bulan lantaran kondisi perekonomian yang sedang sulit dimasa Pandemi Covid-19.
“Saya memang ada tunggakan selama dua bulan, karena kondisi perekonomian yang saat ini sedang sulit dimasa Pandemi Covid-19. Saat ini saya mau membayar keterlambatan tapi nomor kontrak telah diblokir dan dipersulit,” keluhnya. Akibat diblokir, ia tak bisa melunasi tunggakan iurannya.
Dipaksa Serahkan Mobil
Ia menuturkan, debt collector berinisial DN memaksa dirinya menyerahkan unit, dengan alasan unit dititip dahulu. Mobil baru bisa diambil setelah tunggakan angsuran dibayar. Namun begitu, dalam proses itu, RW mengaku dirinya belum pernah menerima surat atau pernyataan tertulis dari pihak Finance.
Sayangnya, saat ia mau membayar angsuran yang tertunda justru malah dipersulit bahkan fihak Finance tidak menerima pembayaran.
“Mereka (DN dan kawannya) dari kemarin mendesak saya menyerahkan unit sampai menunggu di rumah hingga tengah malam, ibu saya yang punya riwayat menjadi shock, sedang mobil dibawa sepupu saya yang selama ini menjalankan unit untuk usaha. Bahkan saya di suruh menandatangani surat yang saya juga tidak paham,”ujar RW.
Menurut RW, sebelumnya oknum DN memberikan tawaran, unit tetap di tahan oleh pihaknya dan mempersilahkan RW membayar tunggakan ke kantor TAF di Pontinak atau unit di titip ke Polsek.
Atas usulan itu, RW memilih menitipkan unit di Polsek, namun anehnya, oknum DN justru marah-marah kepada dirinya karena memilih titip unit di Polsek.
“Kami mau membayar dengan itikat baik, tapi dipersulit. Ada apa ini..? Kami sudah bayar cicilan selama setahun ga mungkin kami sia-siakan, tunggakan ini bukan karena tidak mau bayar, tapi karena lagi ngumpulkan uang,” katanya.
“Saat ini travel juga sepi karena imbas Covid sehingga harus pinjam dengan saudara untuk menutupi,” tandasnya.
Kredit Tak Bisa Dilanjut?
Pihak debt collector dari PT. Saka Mandiri, Junaidi saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya hanya menjalankan tugas dan menyarankan langsung ke kantor perusahaan. Menurut Junaidi, pihaknya hanya menjalankan tugas.
“Saya tak bisa berbuat apa apa, Kami hanya menjalankan tugas. Langsung saja menghubungi kantor perusahaan di Pontianak,” kata Junaidi.
Sementara itu, Pihak TAF saat di konfirmasi mengatakan bahwa urusan itu sudah diserahkan pada pihak ketiga (Debt Collector).
“Barang ini tidak bisa dibayar sudah terblokir, karena sudah dipindah tangankan, jadi tunggu dulu lah konfirmasi dari Pusat tiga hari ke depan,” kata Hambali yang mengaku dari pihak TAF.
Beberapa hari kemudian pada Rabu(07-04-2021), Hambali dari PT. TAF di konfirmasi untuk kelanjutan, namun memberikan jawaban di luar dugaan, bahwa unit tersebut tidak bisa dilanjut kreditnya kecuali dilunasi keseluruhan.
“Tak bisa dilanjut, harus dilunasi secara keseluruhan,” tulis Hambali melalui pesan WhatsApp.
Dugaan Persengkongkolan
Ada dugaan persengkongkolan antara debt collector dengan pihak TAF soal unit mobil yang dikredit RW. Dan persoalan ini menarik perhatian dari Komisariat Daerah Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintahan dan Keadilan atau Komda LP-KPK.
Sukahar SH MH, Ketua Komda LP-KPK menyayangkan tindakan oknum Dept Collector yang dinilainya tidak memahami serta tidak patuh terhadap aturan ketentuan dan peraturan pemerintah seperti yang disampaikan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) yang telah mengatur stimulus serta keringanan kepada Debitur (Konsumen) yang terdampak adanya pandemi Covid-19.
“OJK telah mengeluarkan Program Restrukturisasi tentang Pemulihan Ekonomi dengan memberikan stimulus atau keringanan terhadap para Debitur untuk dapat meringankan beban hidupnya selama masa pandemi Covid. Hal ini adalah kebijakan yang tidak bisa di bantahkan pemberlakuannya, telah diatur Pemerintah mulai dari pusat sampai ke daerah,” kata Sukahar saat dihubungi Lapan6online, Minggu (11/4/2021).
Sukahar menyebutkan Pembatalan perjanjian harus melalui putusan pengadilan, jika debitur tidak mengakui adanya wanprestasi.
“Tanpa adanya putusan pengadilan tidak boleh ada pembatalan dan tidak boleh ada penyitaan, karena bertentangan dengan aturan Undang-Undang dan bisa dilaporkan atas tindakan pidana sesuai pasal 362 KUHP, mengambil sebagian atau seluruhnya milik orang lain secara melawan hukum,” jelasnya.
Pria yang juga berprofesi sebagai Dosen Hukum ini juga menerangkan, bahwa sebelum adanya pembatalan harus mengikuti prosedur. Terlebih dengan adanya itikat baik dari konsumen .
“Pembatalan itu ada prosedur dan aturannya, tidak bisa serta merta batal. Sebelum pengajuan ke pengadilan, konsumen wajib di sampaikan peringatan. Apalagi ada itikat baik konsumen yang hendak membayar tunggakan, yang mana hal itu bukan karena disengaja tidak membayar tapi karena adanya dampak Pandemi, dimana hampir seluruh masyarakat juga merasakan dampak yang sama,” terang Sukahar.
Ia pun mempertanyakan, kenapa konsumen dipersulit untuk membayar tagihan?
“Ada apa sampai konsumen tidak di beri ruang untuk memenuhi kewajibannya dan seolah saling melempar antara Finance dan Debt Collector,” tanyanya. (JN/Lapan6online)