Disintegrasi Papua, Solusi Hakiki?

0
62
Putri Hanifah, CHt., C.NNLP/Foto : Istimewa
“Akar permasalahan Papua hari ini adalah marjinalisasi dan diskriminasi, kegagalan pembangunan, sejarah dan status politik Papua, HAM, tidak lepas dari implementasi sistem kapitalis,”

Oleh : Putri Hanifah, CHt., C.NNLP

JAKARTA | Lapan6Online : Tahun 2020 sudah hampir berakhir, ternyata banyak target yang belum bisa terealisir. Optimisme untuk keluar dari pandemi ternyata belum membuahkan hasil yang signifikan.

Jauh lebih mengherankan lagi di awal Desember kemarin kita dikagetkan dengan pernyataan Benny Wenda “Kami siap untuk mengambil alih wilayah kami, dan kami tidak akan lagi tunduk pada aturan militer ilegal Jakarta. Mulai 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami,” ujar beliau dalam keterangan tertulis ULMWP.

Seperti dilansir detik.com (3/12/2020), Prof. Mahfud MD merespon, “Benny hanya berilusi, memang didukung Negara kecil di Pasifik, namanya Vanuatu, tapi kecil itu” (news.detik.com, 3/12/2020).

Rakyat kata Menkopolhukam seperti dikutip Kompas TV (3/12/2020), tidak perlu takut, itu hanya ilusi saja. Deklarasi kemerdekaannya hanya lewat twitter.

Mahfud dengan enteng merespon pernyataan Benny Wenda karena hanya sebuah ilusi dan deklarasi di twitter.

Apakah bangsa ini lupa bahwa konflik Papua adalah konflik yang tak berujung sejak 1964? Pada tahun 1964 orang asli Papua elite yang berpendidikan Belanda meminta bahwa Papua harus bebas tidak hanya dari Belanda tetapi juga dari Indonesia.

Keterbelakangan terus terjadi baik dari sisi ekonomi, pembangunan, sarana dan prasarana dan kehidupan penduduk berada dalam lingkaran kemiskinan. Padahal sumber daya alam Papua sangat melimpah ruah.

Kemarahan rakyat Papua dan sikap Benny Wenda hari ini bukanlah akibat percikan konflik sehari dua hari, tapi akibat dari kumpulan masalah yang tumpah menjadi bom waktu.

Jangan sampai nantinya nasib Papua ini sama dengan Timor Timur yang akhirnya lepas dari Indonesia. Menjadi wajar bukan jika Benny Wenda bersikap demikian?

Hanya saja yang perlu digaris- bawahi, apakah masalah Papua ini akan selesai dengan mengambil jalan disintegrasi saja?

Belajar dari Timor Timur (sekarang Timor Leste) setelah 21 tahun memilih lepas dari Indonesia apakah menjadikan Negara tersebut melejit? Ternyata tidak. Skor kebebasan ekonomi Timor Leste adalah 4,9. Peringkat ke 171 negara di dunia dalam indeks 2020.

Laporan resmi bank dunia tahun 2020 menyebutkan pertumbuhan ekonomi Timor Leste masih lambat dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara bahkan menjadi salah satu Negara termiskin di dunia (kompas.com 30/08/2020).

Tapi bila tetap bertahan di Indonsia apakah juga menjadi solusi? Itulah mengapa sebelum kita mencari solusi hakiki, penting bagi kita untuk mencari tahu akar permasalahannya.

Sebenarnya akar permasalahan Papua hari ini adalah marjinalisasi dan diskriminasi, kegagalan pembangunan, sejarah dan status politik Papua, HAM, tidak lepas dari implementasi sistem kapitalis yang menguntungkan korporasi dan mencekik rakyat.

Pembangunan baik SDM maupun fisik – dengan sumber daya alam Papua yang begitu berlimpah – seharusnya sama dengan Provinsi lain di Indonesia.

Pembangunam Papua baik dari segi pendidikan, ekonomi dan politik sejatinya merata tanpa perbedaan namun realitas berbicara lain.

Maka tak ada alasan untuk mencari solusi mendasar dan hakiki yang datang dari pencipta alam semesta dan juga negeri ini. Solusi Islam.

Islam dengan sistem paripurna akan menghapuskan diskriminasi. Sistem yang berdiri tegak dengan konsep keadilan bagi seluruh umat manusia.

Hanya ketakwaan yang menjadi standar mutlak bagi Allah dalam memandang hambanya, tidak ada embel-embel yang lain.

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu” (QS. Al Hujurat: 13).

Islam juga mengatur bagaimana mengatasi kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi dengan sistem ekonomi yang luar biasa. Islam mewajibkan setiap laki-laki baligh, berakal dan mampu untuk bekerja.

Negara wajib menyediakan lapangan pekerjaan kepada rakyatnya, jika dia termasuk orang yang wajib dan mampu, sistem Islam juga menerapkan sanksi kepada laki-laki baligh, berakal dan mampu bekerja tapi tidak bekerja.

Selain itu Islam juga mengatur berbagai kepemilikan (pribadi, umum maupun negara) yang pemanfaatan tersebut harus sesuai dengan keadilan Islam itu swndiri. Tidak boleh ada kapitalisasi sumber daya alam milik umum yang seharusnya terdistribusi kembali kepada rakyat, sehingga tak akan ada kesenjangan seperti jurang yang membebani hidup rakyat.

Peran mahasiswa menjadi garda terdepan agen perubahan sangat penting memainkan peran dan fungsinya.dwmi keadilan yang merata di seluruh NKRI.

Mari bersuara dan turut memperjuangkan kembalinya peradaban Islam yang adil dan mulia itu sebagai solusi hakiki demi keadilan di tengah tuntutan disintegrasi ini. [GF/RIN]

*Penulis Adalah Praktisi Hipnoterapi, Mahasiswa Sastra Arab Universitas Negeri Malang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini