OPINI | POLITIK
“Sebelum era 2018-2019 Indonesia hanya memegang saham 10 persen, namun diakhir tahun 2019 Indonesia telah berhasil dengan memegang saham hingga 51 persen,”
Oleh : Puji Sartika
Presiden Jokowi memberi sinyal akan memperpanjang kontrak Freeport hingga 20 tahun lagi setelah berakhirnya IUPK di tambang Grasberg, Papua, pada 2041.
Menurut Lukman Noerochim, Ph.D., analis senior Forkei, banyak pengusaha kelas kakap dan pemilik modal asing yang mulai menuntaskan agendanya sebelum berakhirnya pemerintahan Jokowi pada 2024, salah satunya Freeport.
Kabarnya kini, pemerintah akan memperpanjang kontrak PT. Freeport hingga tahun 2061. Setelah kontrak berakhir pada tahun 2041, dengan kompensasi penambahan saham 10 persen. Total saham yang dimiliki pemerintah di PT. Freeport saat ini 61 persen, ini yang disampaikan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dalam rangka kuliah umum bertajuk Potensi Investasi di IKN dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Universitas Lambung Mangkurat Banjar Baru Kalimantan Selatan, kamis 02 Mei 2024 Tempo.com.
Penambahan saham tersebut dilakukan demi bisa mengembalikan milik Indonesia, katanya sih pemerintah lagi berupaya untuk bisa menguasai Freeport Indonesia. Sebelum era 2018-2019 Indonesia hanya memegang saham 10 persen, namun diakhir tahun 2019 Indonesia telah berhasil dengan memegang saham hingga 51 persen.
Bahlil juga mengatakan bahwa Bapak Jokowi tidak sia-sia membeli saham tersebut. Ternyata sumber dana yang dipakai untuk menaiki saham di PT. Freeport Indonesia merupakan BUMN yang ternyata dari Obligasi Internasional dan Amerika termasuk pemegang obligasi tersebut.
Menurut dari sumber penulis yang berasal dari AS, Lisa Pease yang dimuat oleh majalah Probe pada Maret 1996, bahwa JFK, Indonesia, CIA, and Freeport Sulphur, menjelaskan bahwa jejak penjajahan Freeport di Indonesia, melalui dasar UU Penanaman Modal Asing(PMA) pada 7 April 1967. Indonesia telah menandatangi kontrak izin eksploitasi tambang di Papua bagi Freeport.
Intervensi AS di negeri ini merupakan fakta bahwa keberadaan Freeport sudah ada sejak awal. Bahkan rezim Orba saat ini diduga kuat tidak ada yang berani untuk mengevaluasi keberadaan Freeport. Jika Indonesia telah memegang saham dengan 61 persen, dengan nilai valuasi Freeport hampir US$D, 20 miliar atau setara dengan 300 triliun, kemana semua hasil sahamnya?
Lalu bagaimana nasib gunung emas yang ada di Papua sekarang? Sungguh rakyat sekarang ini tidak berdaya, karena SDA Indonesia yang kita punya kini sudah diambil alih oleh pihak asing. Seharusnya kita bisa menikmati hasil SDA kita, banyak hasil bumi di Indonesia namun rakyatnya harus menahan rasa lapar.
Dalam Islam, negara (khilafah) sudah mengatur seluruh pengelolaan SDA kita, dengan mengembalikan kepada rakyat dalam bentuk barang murah, subsidi kebutuhan primer, pendidikan, dan kesehatan dan fasilitas umum (An Nizham, Al Iqtishadi Fi Al Islam, halaman 215-220).
Islam juga memiliki aturan dalam mengelola SDA, karena SDA merupakan harta milik umum, yang tidak hanya untuk dinikmati satu individu saja, atau yang bisa diambil keuntungannya dari korporasi. Pengelolaan tambang yang dilakukan oleh individu atau korporasi adalah sebuah keharaman.
Tata kelola tambang yang dilakukan negara (khilafah) bisa dirasakan langsung oleh rakyatnya. Negara akan memberikan kepada masyarakat dalam bentuk uang, barang, membangun sekolah gratis, rumah sakit gratis, dan juga pelayanan umum lainnya. Negara pun akan menjamin rakyatnya tidak ada lagi yang kelaparan, menjaga kesejahteraan hidup rakyatnya, serta memenuhi segala kebutuhan rakyatnya.
Kita menginginkan dunia ini untuk bisa kembali diatur oleh Islam, karena hanya Islamlah yang memberikan bukti nyata dalam mengurusi rakyat dan mengelola SDA dengan benar. Rasullullah Saw. pernah bersabda ‘Tidak sempurna keimanan bagi orang yang tidak amanah dan tidak sempurna bagi seseorang yang tidak menepati janji'(HR.Ahmad). Wallahu alam bhi ash shawab. (**)
*Penulis Adalah Ibu Rumah Tangga