Fancy Jugo Warga Malaysia Pembunuh Gofur WNI Terancam Hukum Mati dan Cambuk 12 Kali

0
32
Fancy Jugo, seorang buruh tani berusia 29 tahun di perkebunan kelapa sawit swasta, didakwa di Pengadilan Tinggi Miri, pada 25 September 2024 atas tuduhan pembunuhan terhadap Gafur, 40, warga negara Indonesia/Foto : Ist.

NEWS | HUKUM | PERISTIWA

“Kasus ini menyoroti tantangan yang dihadapi pekerja migran di luar negeri dan menimbulkan pertanyaan mengenai perlindungan hukum yang mereka terima,”

Malaysia | Lapan6Online : Fancy Jugo, seorang buruh tani berusia 29 tahun di perkebunan kelapa sawit swasta, didakwa di Pengadilan Tinggi Miri, pada 25 September 2024 atas tuduhan pembunuhan terhadap Gafur, 40, warga negara Indonesia, yang terjadi pada bulan Juli lalu.

Fancy dijerat dengan Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengancam hukuman mati atau penjara minimal 30 tahun, serta hukuman cambuk minimal 12 kali. Sidang berlangsung tanpa pembelaan dari terdakwa, yang kini berada di bawah yurisdiksi Pengadilan Tinggi.

Kasus ini terjadi antara pukul 08.00 dan 10.00 pada 29 Juli di perkebunan kelapa sawit milik kakek Fancy di Sebubok, Niah. Jaksa, ASP Koay Kok Ping, mengajukan permohonan agar Fancy ditahan lebih lanjut tanpa jaminan. Permohonan ini disetujui oleh Hakim Azreena Aziz, yang memutuskan agar terdakwa ditahan di Penjara Pusat Miri.

Sidang selanjutnya dijadwalkan pada 22 Oktober 2024 di Pengadilan Negeri Batu Niah. Sementara itu, dua tersangka lain yang ditangkap bersama Fancy diizinkan untuk dibebaskan dengan jaminan RM1.000 setelah pengadilan menetapkan jumlah jaminan yang lebih rendah.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching, Raden Sigit Witjaksono, melalui Bapak Alexandri Ligawa staf konsuler dan pratokol kuching menyatakan bahwa pihak KJRI terus memantau perkembangan kasus ini.

“Kami menyampaikan bahwa KJRI di Kuching terus mengawasi perkembangan kasus ini,” ujarnya kepada wartawan, pada Senin 14 Oktober 2024 melalui pesan singkat WhatssApp. Fancy, yang merupakan cucu pemilik perkebunan, kini menghadapi tuntutan serius atas tindakannya.

Kasus ini menyoroti tantangan yang dihadapi pekerja migran di luar negeri dan menimbulkan pertanyaan mengenai perlindungan hukum yang mereka terima. Penegakan hukum yang transparan sangat diharapkan agar keadilan dapat ditegakkan. (*Tasya/Saepul)