OPINI | POLITIK
“Penderitaan Gaza dari tahun ke tahun tidak pernah berhenti dari ancaman genosida Israel. Padahal seorang muslim wajib menolong saudara muslim lainnya ketika sedang mengalami kezaliman,”
Oleh : Sutiani, A.Md
GELOMBANG serangan udara yang mengakhiri gencatan senjata di Gaza menandai eskalasi besar dalam konflik Israel-Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memperingatkan bahwa serangan ini “baru permulaan” dan akan terus berlanjut hingga Israel mencapai tujuan perangnya, yakni menghancurkan Hamas dan membebaskan seluruh sandera yang ditahan oleh kelompok militan tersebut.
Negosiasi gencatan senjata lebih lanjut, kata Netanyahu dalam pidato televisi Selasa (18/3/2025) malam, akan berlangsung “di bawah tembakan”. Ini adalah pernyataan pertamanya setelah serangan yang menewaskan lebih dari 400 orang dalam satu hari, menjadi hari paling berdarah sejak awal perang pada 2023.
“Hamas sudah merasakan kekuatan tangan kami dalam 24 jam terakhir, dan saya ingin berjanji kepada Anda-dan kepada mereka-bahwa ini baru permulaan,” ujar Netanyahu, sebagaimana dikutip The Guardian.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant memperkirakan bahwa perang di Gaza bisa berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan.
“Hamas harus memahami bahwa aturan permainan telah berubah,” kata Israel Katz, Menteri Pertahanan Israel lainnya, dalam kunjungannya ke pangkalan udara. Ia menambahkan, “Gerbang neraka akan terbuka dan mereka akan menghadapi kekuatan penuh IDF di udara, laut, dan darat” jika Hamas tidak membebaskan sandera (CNBC.Indonesia, 19/03/2025)
Sungguh menyakitkan di bulan suci yang penuh berkah ini saudara kita mengalami serangan brutal oleh Israel laknatullah. Perhatian masyarakat disini sudah disibukkan dengan kebutuhan ekonomi domestik yang semakin mendesak ditambah pengalihan dengan penyambutan hari raya Idul Fitri. Penderitaan Gaza dari tahun ke tahun tidak pernah berhenti dari ancaman genosida Israel. Padahal seorang muslim wajib menolong saudara muslim lainnya ketika sedang mengalami kezaliman.
Allah ta’ala berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (Tetapi) Jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Anfal: 72).
Pertolongan tersebut jelas susah dilakukan karena kaum muslim sekarang ini masih tersekat oleh ikatan nasionalisme Barat. Hans Khon dalam Nationalism: Its meaning and History menjelaskan bahwa nasionalisme bermakna sikap pandang individu dalam kesetiaan, kemuliaan dan pengabdian tertinggi diberikan kepada negara alhasil paham ini menimbulkan sikap ashabiyah yang menahan ukhuwah islamiyah antar kaum muslimin. Sekat nasionalisme inilah telah mencegah penguasa negeri-negeri muslim abai dengan urusan Gaza.
Kepemimpinan kapitalisme yang berlandaskan manfaat untung rugi menjadi pilihan disetiap kebijakan yang dicanangkan seperti membantu muslim Gaza secara mutlak hanyalah mimpi disiang bolong. Jikalaupun membantu hanya setengah hati karena mereka berdalih mencukupkan pada bentuk-bentuk perlindungan melalui kecaman, undang-undang, konvensi dan lainnya akan tetapi mustahil dalam pelaksanaannya.
Maka jauh berbeda ketika nasib nyawa Gaza berada didalam kepemimpinan Islam yaitu Khilafah Islamiyah tentu mereka diberikan perlindungan dan keamanan terbaik dari gangguan Israel yang menzalimi seperti yang dikabarkan oleh Rasululah saw.
“Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai dimana (orang-orang) akan berperang dibelakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya”. (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Imam an Nawawi menjelaskan makna Imam atau Khalifah itu laksana perisai yakni “Maksudnya, ibarat tameng. Karena dia mencegah musuh menyerang (menyakiti) kaum Muslim. Mencegah masyarakat, satu dengan yang lain dari serangan. Melindungi keutuhan islam, dia disegani masyarakat, dan mereka pun takut terhadap kekuatannya”.
Apalagi Rasululah saw telah berpesan bahwa:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang dengan sesama mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan baik (sakit) demam dan tidak bisa tidur”. (HR. Al-Bukhari – Muslim)
Kesejahteraan kaum muslim jelas terwujud karena dalam Khilafah tidak ada sekat-sekat nasionalisme karena persaudaraan satu akidah dan Khilafah tidak akan takut untuk membela kaum muslim yang terzalimi karena akan mempersiapkan kekuatan militer untuk dikirimkan tentara yang bertujuan menjaga dan memuliakan nyawa kaum muslim.
Pentingnya lagi membangun kesadaran umat tentang nasib mereka dan solusi yang mutlak untuk membebaskan penjajahan yaitu tegaknya islam kaffah dibawah naungan Khilafah Islamiyah. Kepemimpinan Islam yang berasaskan akidah islam para pemimpin tidak diam diri atas tindakan Israel sebab Islam akan memberikan bantuan secara nyata seperti mampu menciptakan kehidupan yang merdeka. Umat islam di dunia harus bersatu untuk berjuang mengentaskan penjajahan. Wallahualam Bishawwab. (**)
*Penulis Adalah Aktivis Dakwah Muslimah