Hukum Demokrasi vs Hukum Islam

0
28
Prayana/Foto : Istimewa
“Inilah wajah demokrasi, sistem yang sangat batil, sistem yang rusak dan bobrok, sistem yang tidak bisa memberikan solusi tuntas atas permasalahan rakyat, yang ada hanya lah menambah masalah tanpa memberikan solusi, sistem yang tidak mampu menyejahterakan, memberikan keadilan, dan kenyamanan,”

Oleh : Prayana

Jakarta | Lapan6Online : “Tumpul ke atas, tajam ke bawah.” Kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi hukum yang ada di negara kita saat ini. Hukum yang dapat dengan mudah diputarbalikkan oleh penguasa sesuai keinginannya. Mana yang batil bisa menjadi yang haq, dan sebaliknya mana yang haq bisa menjadi batil. Karena kekuasaan ada di tangan penguasa, para penguasa bebas mengendalikan hukum sesuai kepentingan rezim.

Segala sesuatu yang bertentangan dengan penguasa maka akan disingkirkan, hukum akan tumpul kepada para kapitalis (pemilik modal) dan orang-orang yang sejalan dengan penguasa. Dan hukum akan tajam kepada orang atau kelompok yang vokal terhadap penguasa dan rakyat.

Penguasa akan selalu condong kepada kapitalis. Ini terbukti dari hukum-hukum yang diadopsi oleh negara selalu menguntungkan para pengusaha, salah satu contohnya omnibus law cipta kerja ini sangat menguntungkan pengusaha sebaliknya untuk rakyat ini sangat merugikan dapat mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran akibat hukum yang diterapkan oleh negara.

Sedangkan hukum akan tajam kepada orang atau kelompok yang vokal terhadap penguasa. Ini terlihat dari kasus Habib Rizieq Shihab dimana HRS vokal terhadap penguasa, sehingga para penguasa berusaha keras untuk menjatuhkan dan menyingkirkannya dengan berbagai macam alasan. Dengan pasal yang dibuat-buat yakni menghasut kerumunan di Jakarta dan di Mega mendung Bogor.

Partai keadilan sejahtera (PKS) berharap aparat kepolisian dapat berlaku adil dan transparan dalam memproses hukum imam besar FPI Habib Rizieq Shihab, karena itu PKS berharap orang nomor satu di FPI itu tidak ditahan dalam rangka menjaga keseimbangan penegakan hukum. Demikian disampaikan anggota komisi II DPR RI fraksi PKS Nasir Djamil (politik.rmol.id, 12/12/2020).

Hukum dinegara kita saat ini dapat dengan mudah diobok-obok oleh penguasa, dijungkirbalikkan hanya untuk kemaslahatan penguasa, tanpa memandang yang haq dan yang batil, ini semua akibat dari sistem kapitalisme demokrasi.

Demokrasi adalah sistem yang lahir dari sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sehingga yang membuat hukum adalah manusia, hukum yang berasal dari manusia adalah sistem kufur. Sistem yang rusak lagi merusak, tidak dapat dipakai oleh rakyat dalam kehidupan guna menyejahterakan rakyat, yang ada menambah penderitaan rakyat.

Demokrasi menjunjung tinggi kebebasan, kebebasan para pengusahalah yang dilindungi oleh sistem demokrasi. Karena para pengusahalah yang memiliki modal sehingga penguasa tunduk kepada para pemilik modal, pemilik modal bebas menguasai dan mengambil kekayaan alam negeri ini.

Demokrasi berdasarkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tidak sejalan dengan kenyataan. Yang ada hanyalah dari kapitalis, oleh kapitalis dan untuk kapitalis. Rakyat hanya dijadikan pion dalam mencapai keinginan para pengusaha untuk mengeruk harta kekayaan. Semua kebijakan penguasa hanya untuk kepentingan pengusaha, tidak ada satu pun kebijakan penguasa yang mendukung kepentingan rakyat.

Inilah wajah demokrasi, sistem yang sangat batil, sistem yang rusak dan bobrok, sistem yang tidak bisa memberikan solusi tuntas atas permasalahan rakyat, yang ada hanya lah menambah masalah tanpa memberikan solusi, sistem yang tidak mampu menyejahterakan, memberikan keadilan, dan kenyamanan. Sistem yang menjerat rakyat dalam penderitaan tiada akhir.

Islam adalah agama atau aturan yang dibuat oleh Allah Swt, untuk memberikan solusi dari segala macam permasalahan rakyat. Fungsi hukum dalam Islam adalah sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir) yaitu mencegah orang berbuat dosa dan menggugurkan sanksi di akhirat, bagi para pelaku kriminal yang telah dikenakan sanksi di dunia.

Sesuai dengan sabda Rasulullah:
“Siapa di antara kalian yang memenuhinya, maka pahalanya disisi Allah, siapa yang melanggarnya lalu diberi sanksi maka itu sebagai penebus dosa baginya, siapa yang melanggarnya namun kesalahan itu di tutupi oleh Allah, Jika menghendaki maka Dia akan mengampuninya, jika ia menghendaki Dia akan mengazabnya.” (HR. Al Bukhari).

Negara Islam menindak dengan tegas siapa saja yang melanggar hukum, baik orang Islam maupun non Islam. Hukum Islam tidak pandang bulu, siapa saja yang melanggar hukum akan di beri sanksi sesuai dengan kesalahannya. Adapun di dalam Islam bentuk sanksi hukum pidana Islam sebagai berikut.

Pertama: Hudud
Hudud adalah sanksi atas kemaksiatan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Contohnya zina, menuduh wanita baik-baik berbuat zina, peminum khamar, pencurian, pembegalan, dan murtad. Dalam Hudud tidak ada pemaafan baik dari hakim maupun si pendakian, tidak ada seorang pun berhak menggugurkan Hudud pada kondisi apa pun.

Kedua: Jinayah
Jinayah pelayanan atas penganiayaan terhadap badan, yang mewajibkan qishash (balasan setimpal) atau diyat (denda), setiap orang akan berpikir seribu kali untuk melakukan penganiayaan dan pembunuhan karena ancamannya pidananya sangat berat yaitu qishash atau diyat. Sesuai riwayat Abdullah bin Amru bin Al Ash.
“Untuk pembunuhan seperti sengaja sebesar seratus ekor unta yang empat puluh ekor adalah unta yang sedang bunting.”

Jika diuangkan diyat tersebut dapat mencapai miliaran rupiah.

Ketiga: Ta’zir
Ta’zir adalah sanksi yang bentuknya tidak ditentukan secara spesifik oleh Asy-Syari. Dalam Ta’zir bersedia menerima pemaafan dan pengguguran oleh hakim. Contohnya hubungan terhadap kehormatan (perbuatan cabul) perbuatan yang melawan harga diri, perbuatan berbahaya, kejahatan terhadap harta seperti penipuan, pengkhianatan amanah harta, penipuan muamalah, pinjam tanpa izin, mengganggu keamanan negara dan lainnya.

Keempat: Mukhalafah
Mukhalafah adalah sanksi yang dibebaskan oleh penguasa kepada penguasa, yang penguasa baik perintah kepada negara (khilafah) para pembantunya, wali, amil, atau orang-orang yang aktivitasnya sesuai dengan kekuasaan, pelanggaran terhadap perintah otoritas sanksi, bentuk sanksinya di serahkan kepada hakim (qodhi).

Hanya di dalam Islam lah hukum ditegakkan adil seadilnya, sehingga membuat efek jera bagi pelanggar hukum, Islam lah solusi dari segala permasalahan. Wallahualam Bissawab. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini